Home » Archives for September 2011
Friday, September 30, 2011
Thursday, September 29, 2011
Friday, September 16, 2011
sms enjing tea...
Demi Allah, dia tidak datang karena ketampanan, kecantikan, kepintaran ataupun kekayaan. Tapi Allaahlah yg menggerakkan.
Janganlah tergesa untuk mengekspresikan cinta pada dia sebelum Allah mengizinkan. Belum tentu yang kaucintai adalah yang terbaik untukmu.
Siapakah yang lebih mengetahui melainkan Allah?
Simpanlah segala bentuk ungkapan cinta rapat-rapat.
Allah akan menjawabnya dengan indah pada saat yang tepat.
____________________________________________________
*gambar dari sini
Wednesday, September 14, 2011
Sunday, September 11, 2011
Friday, September 9, 2011
Thursday, September 8, 2011
Tuesday, September 6, 2011
Dulu Kamu...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kamu dulu sering dijahili."
Mama terkekeh, mungkin kejadian lampau teramat lucu baginya.
Sekalipun aku, puterinya sendiri, yang jadi korban.
"Ingat tidak..."
Tidak, Ma.
Tentu saja... dia belum selesai bicara, bodoh.
"... dulu kamu yang paling sering memungut jambu. Sendiri."
Oh ya, aku ingat.
Kakak dan kawan-kawannya suka memanjat pohon jambu milik tetangga. Dulu sekali.
Aku menunggu di bawah. Menunggu hujan jambu.
Kami tidak nakal. Meminta jambu pun izin dahulu. Hanya saja terus-menerus.
Aku menunggu tawa Mama.
Ah hening. Cuma sesungging lengkung di bibirnya saja.
"Dulu kamu gemuk menggemaskan. Pipimu merah dan suaramu lucu sekali."
Haha benarkah Ma?
Kau sering bercerita soal aku. Membawaku ke tempat kerjamu bukan ide bagus.
Rekan-rekanmu akan mengerubungiku seperti lalat. Mencubitiku.
Merah-merahlah pipiku. Katanya.
"Dulu... maksud Mama - saat kamu masih TK, ada anak lelaki mengecup pipimu."
...
Oh ya, kasus itu.
Aku masih bertanya-tanya siapa yang melakukannya. Sayang aku tak pernah tahu.
Apa karena tak mencari tahu, atau karena tak
mau tahu?
Ah... aku mati penasaran, Ma!
"Sekarang Mama tak cemas kamu sendiri, kamu punya banyak cinta."
Masa laluku tak selalu putih. Tapi mereka berlalu seperti abu diserpih sepoi.
Mereka hilang sedikit demi sedikit. Walau wujudnya tak pernah mau menguap.
Tetapi tumpukan itu... telah lama lenyap, Mama.
Orang-orang berbisik riuh. Mereka semua hitam dan gelap. Samar bisa kulihat geng kampusku bahkan di sana.
Aku terkejut. Aku bisa merasakan mereka. Hei, doa-doa.
.
.
.
.
.
R.I.P. Partita Ali.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Di atas bendera adikuasa.
Setengah sepuluh malam.
Waktu perkiraan neng yang lupa tanggal dan rusaknya jam dinding.