sumber |
Pernah dengar seperti judul saya itu? Saya sering, terutama pas ada even pernikahan.
Bagi emak-emak muda yang sudah mengalami momen indah itu pasti tahu dong ribet-ribetnya persiapan nikah, dari pesan salon, menyerahkan berkas ke KUA, katering, terus lagi suvenirnya... dan gak kalah penting tentu saja undangan.
Seringkali saya mendengar keinginan teman-teman yang ingin tasyakuran hari bahagianya secara simpel saja, tidak dibuat mewah... boleh dong? Mengapa harus bermegahan sementara itu jadi mubazir buatmu? Sesuai ayat Q.S At Takaatsur:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (QS. 102:1)
حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
Sampai kamu masuk ke dalam kubur. (QS. 102:2)
كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu) (QS. 102:3)
ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. (QS. 102:4)
Lanjutannya bisa dicari sendiri yak :p
Zaman sudah makin maju, teknologi sudah banyak membantu komunikasi manusia. Gak heran dalam kondisi serba gampang seperti ini, para calon pengantin juga ikut memanfaatkan fasilitas yang ada, termasuk undangan kilat via short message service (sms).
Dulu saya kuliah di Jogja, kemudian balik ke tempat asal di Jawa Barat. Sementara pada usia sekarang ini, kabar bahagia (pernikahan) bukan lagi hal yang menghebohkan. Dari jarak yang ditempuh selama berjam-jam dengan kendaraan, saya pribadi merasa tak berkeberatan kalau seorang teman mengabarkan berita pernikahannya lewat sms. Justru saya sering tak enak hati ketika teman saya bela-belain mengirimkan undangan lewat pos. Padahal diberitahu saja sudah senang lho, saya pasti doakan. Karena saya pikir, masalah jarak, waktu (yang mungkin mendadak), dan biaya bahkan hal-hal lain sangat bisa dimaklumi.
Lain saya, lain dengan orang lain.
Dulu sewaktu masih TA ada beberapa teman yang menikah. Mereka mengirim sebuah undangan dengan mengatasnamakan anak-anak kelas kami, juga mengirimkan sms kepada beberapa orang agar japri, karena tak semua nomor hp teman seangkatannya dia punya. Dan hinggaplah ucapan itu: "Wah, aku gak diundang, tuh...". Dan ini menjengkelkan.
Memang beda-beda karakter tiap orang kalau komentar. Ada yang sensitif negatif, ada juga sensitif positif. Yang positif, ya dia berpikir berulang kali... bahwa alasan temannya mengundang cuma dengan japri atau undangan 'keroyokan' itu pasti sangat masuk akal. Mungkin karena jarak yang sudah berpencar-pencar jadi hanya bisa dititipkan, atau mungkin teman-temannya kelewat banyak.
Negatifnya ya seperti judul tulisan ini. Karena gak ada undangan khusus atas nama dirinya, dia langsung menjudge bahwa temannya sengaja tak mengundangnya.Kalau merasa ingin diatasnamakan perorangan, kan bisa ditanyakan dulu kenapa tidak mengundang satu-persatu... atau kalau memang tidak bisa datang, ya bilang saja tak bisa datang. Undangan gak usah dikambinghitamkan.
"Wah maaf saya tak bisa hadir, tolong sampaikan salam saja", atau "Saya tidak begitu kenal orangnya, tapi saya ikut doakan"... kan terdengar lebih manusiawi. Karena harapan kedua mempelai pasti tidak jauh dari doa restu kerabat/sahabat terdekat mereka.
Gini deh sinisnya saya, maaf kalau ada yang tersentil. Seringkali saya berpikir kalau ada orang yang bilang seperti itu, itu sudah tanda bahwa dia enggan untuk datang. Daripada jadi tamu tak diundang, mendingan gak usah dateng sekalian... gitu lho!
Kecuali dia punya masalah dengan si pengundang di masa lalu, ucapan seperti itu bisa saja dimaklumi.
Untuk seorang teman dekat, rasanya memang sungkan gimanaaa gitu kalau hanya mengabarkan lewat sms atau via elektronik lainnya. Sehingga seringkali memaksakan diri untuk mengirimkan undangan asli lewat pos. Padahal cukup memberi tahu via sms/telepon saja tidak masalah menurut saya. Masalah waktu luang bisa hadir atau tidak tentu saja itu perkara kelanjutannya. Datang ya senang, gak datang ya pastikan hadirkan doa untuk mereka dari jauh :)
Kuningan, 26 Mei 2013
#rasanya kaku sekali lama tak menulis 'lepas', dan endingnya... rasanya kok menggantung gitu ya.. -__-