Suatu petang di tahun 2003 sekitar pukul 3, Seruni yang tengah menginap di tempat tantenya mendengar berita naas; ada longsor yang cukup parah telah menewaskan banyak warga setempat. Ia yang tadinya diajak berenang oleh sepupunya akhirnya malah menonton evakuasi para korban longsor.
Sebuah pemandangan mengerikan terpampang di mata dua remaja itu; jasad para korban yang menggembung timbul ke permukaan air kali di dekat sawah dengan warna kulit yang telah membiru dan kaku. Aliran sungai membawa mayat-mayat tersebut hanyut hingga ke dekat rumah tante Uli, tantenya Seruni. Tak heran jika pakaian para korban telah rusak karena tercabik-cabik derasnya arus sungai.
Tibalah pada suatu kejadian janggal yang dialami Seruni selang beberapa jam kemudian setelah berita mengenaskan itu beredar. Bermula ketika ia menyapu halaman rumah, matanya tertumbuk pada sebuah sapu lidi bersandar dengan tenangnya di sana. Karena merasa risih, ia menaruh sapu tersebut ke tempat peralatan.
“Run, kamu lihat sapu lidi yang di luar tidak?” tanya paman sepulangnya bekerja. Seruni menoleh dan mengangguk.
“Oh yang tadi siang ya? Sudah kutaruh di tempat biasa Lik,” katanya enteng. Matanya kembali menatap ke layar televisi.
“Sapunya biar ditaruh di depan dulu, Run,” kata paman dengan nada agak menyuruh.
“Ah Paklik ini aneh deh, kalau sapunya ditaruh di situ kan enggak rapi!” protes Seruni.
Demi menjaga liburan Seruni, paman akhirnya mengalah. Dengan kerlingan jenaka matanya, ia berkata, “Yaa tidak apa-apa kalau kamu bisa bertahan malam ini…”
“Memangnya kenapa Lik?”
“Tadi siang kan ada banyak korban longsor yang tewas. Paklik hanya khawatir nanti malam kamu nggak bisa tidur nyenyak karena digangguin…,” ucap paman dengan agak misterius seraya menyimbolkan kutip dua di udara. Seruni tidak bodoh, ia tanggap dan paham apa maksudnya itu. Walau hidup di dunia yang berbeda, tetap saja kita hidup satu zaman dengan mereka, makhluk tak-kasat-mata.
“Paklik sudah ngobrol sama teman bapakmu yang cukup paham hal-hal begitu. Yaa coba ikuti sarannya saja. Lagipula di sini kan ada bayi—maksud Paklik tuh biar tidurnya tenang gitu lho,” jelas paman menambahkan.
“Aih, Paklik jangan nakut-nakutin begitu. Seruni cuma nggak mau ada lidi di situ aja kok.”
Seruni tak bermaksud melawan paman. Hanya saja, mempercayai hal-hal gaib dengan tradisi aneh-aneh seperti menyandarkan sapu lidi di depan rumah itu terasa konyol baginya. Please deh, zaman modern seperti ini kenapa harus mempercayai hal-hal abstrak semacam itu? Begitu batinnya.
Paman akhirnya mengalah, ia tak mau banyak berdebat lagi dengan keponakan labilnya itu. Ia hanya menghela napas dalam dan berpesan singkat, “Jangan salahkan Paklik kalau nanti malam ada apa-apa lho ya.”
Insomnianya belum berubah juga sejak ia masih sekolah menengah atas. Entah karena makin banyak hal menarik di malam hari atau apalah, yang pasti Seruni kesulitan tidur di bawah jam 12 malam.
Sementara itu, jarum jam sudah bergerak beberapa derajat. Desir pepohonan di luar sana menderak-derakkan tangkainya, menimbulkan suara malam yang senyap dan telah menyawakan keheningan yang sempurna. Dengan posisi yang nyaman, tak terasa pula mata Seruni semakin berat dininabobokan tayangan televisi.
Sayangnya kenyamanan itu tak berlangsung lama. Lamat-lamat ia mendengar suara berisik dari arah dapur. Seketika itu juga Seruni tegang, waswas mengira akan ada pencuri masuk. Sayangnya ia salah besar.
Televisi masih menyala. Degup jantung Seruni tak bisa membohongi rasa takutnya. Kerongkongannya tercekat, ingin menjerit dan meneriakkan siapa di sana tetapi suaranya tak kunjung keluar. Bermacam ayat-ayat Quran ia baca dalam hati, berharap makhluk itu segera pergi. Mereka yang secara nalurinya adalah makhluk penggoda, sudah seharusnya doa adalah tameng utama dalam menghadapi mereka.
“Ah sudahlah, mungkin anaknya sudah tidur…” Terdengar grasak-grusuk tak jelas, timbul-tenggelam tak tahu apa yang sedang dibicarakan. Sepertinya teman makhluk tersebut masih tergoda untuk menjahili gadis yang kini meringkuk ditonton televisi.
Grasak-grusuk. Grasak-grusuk.
“Sudah, ga usah diganggu lagi. Tuh kamu lihat, anaknya sudah tidur. Ayo, kita pergi saja…”
Grasak-grusuk. Grasak-grusuk.
Lalu hening, sehening-heningnya malam.
Begitu sadar dari malam menyeramkan itu, tahu-tahu Seruni terbangun dengan tubuh penuh keringat keesokan harinya. Mungkin ia banjir keringat dingin lalu terlelap setelah kelelahan mengalami ketakutan yang menguras ruh dan pikirannya. Badannya pun sakit akibat meringkuk di kursi tanpa ada perubahan posisi tidur yang benar. Yah, paling tidak tidurnya aman berkat doa-doa yang ia ulang semalaman.
“Gimana tidurnya semalam, Run?” goda paman seraya tersenyum penuh kemenangan. Sepertinya beliau tahu bahwa ada sesuatu tadi malam. Tanpa menggubris ledekan paman, Seruni bergegas menuju tempat peralatan dan cepat-cepat meletakkan sapu lidi di depan rumah. Gadis itu mengerlingkan pandangan ke sapu lidinya, sejenak ia teringat obrolannya dengan tante tadi subuh. Aku juga mendengarnya Run, saking takutnya tante cuma bisa diam. Itu pengakuan tante, sementara penghuni rumah lainnya tak mendengar suara apapun. Seruni menghela napas panjang sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam rumah.
Kita tak pernah tahu apakah semuanya akan serba cuek dan tak ambil pusing dengan hal-hal selain dunia masing-masing. Tapi satu hal yang Seruni pelajari dalam liburan kali ini; tak semua hal bisa kita pahami secara visual dan logika.
Saya pernah mengikutsertakannya dalam lomba Scary Moment, dan alhamdulillah belum beruntung untuk menang. Mangkanyah saya share sama temen-temen siapa tahu ada kritik, saran dan nasehat buat cerpen ini...
kurang klimaks...*sok tau mode on*
ReplyDeletehahaha... emang...
ReplyDeletekurang menghayati juga sih (kan ga ngalamin langsung)
dari judul aja kalah serem sama 100 pemenang itu.. hakhakhak...
judul mah ndak perlu serem2 banget...yg penting pembacanya bisa merinding disko :))
ReplyDeletewew...berarti hantunya ada banyak dong..??sampe ngobrol git...
ReplyDeleteyah itulah...
ReplyDeletebuat sayah bikin yg serem2 itu susyah, soalnya jarang nemu ... :D
hahaha.. mungkin juga...
ReplyDeletekan korbannya banyak... :D
waduh.... kok seyem ya
ReplyDeleteitu yakin beneran hantu?? :D
ReplyDeletembak, ada link nya ga yg masuk 100 itu?? penasaran pengan baca :p
kalo ngalamin aselinya...
ReplyDeletengga tau deh... :)
hmm... ndak ada linknya kalau ga salah...
ReplyDeletemungkin karena mau dibukukan juga, mbak :)
bhuekekekek..sebenernya sih yg macem gituan ndak ada yg bikin serem..cuman kagetnya itu loh yg bikin ndak karuan...
ReplyDeleteliat aja tuh pilem horor..yg bikin deg2an kan sebenernya cuman gambar dan efek suara yg tiba2 saja :))
benerr...
ReplyDelete*nyomot thriller ketimbang horror.. ~__~
*kedip2 ganjen*
ReplyDeletekuliaaaaahhh sanaaaaa..... *lempar ke kampus
ReplyDeletehoo gituu..
ReplyDeleteKata teteh mah bagus ko...:)
ReplyDeleteTeuteuplah menuliiisss
hu um, ntar kalo udah terbit aja... baru beli :D
ReplyDeletenuhun tetehh...
ReplyDeletehaturnuhun udah motivasi :)
muga2 nteu kapok nulis horror... *mrinding
hiii, sereeeemm
ReplyDeleteseruni tu dirimu mbak?
kalo ngalamin, kayaknya tidurnya bakal ga tenang terus2an deh.. :D
ReplyDeletealhamdulillah bukan aku pil.. *muga2 ga bakal pernah ketemu yg kayak begitu2..
*balik lagi kadieuh.....
ReplyDeletewelkam bek, bro.. :)
ReplyDeleteaaahh..tinkya sistaaah...*halaahh*...wkwkwkwk
ReplyDeletekarena sepertinya OOT...
ReplyDelete*balik badan, hengkang dr mp
wataaawwww..*lempar lasso ke yg mau kabur*
ReplyDeleteeww... *keinget buku harpot jadinyah :))
ReplyDeletenahlo...hubungannya sama harpot apa yah...*mlirik*
ReplyDeleteya itu, lempar laso..
ReplyDeletebuku ke 4 kalo ga salah mah. Saran dudul Ron buat dapetin pasangan dansa pesta Triwizard itu..
*emange kuda.. ~_____~a
ups.....emangnyah lasso cuman buat kuda yak???? *garuk2*
ReplyDeleteemangnya laso buat nangkep orang?
ReplyDeleteiyah..buat nangkep yg berusaha lari saat "OOT time" tiba...*halah*
ReplyDeleteaih...
ReplyDelete*kibas kaen kafan terus pulang
wakz....@.@
ReplyDelete