Entah dari kapan saya memikirkan hal ini.
Mungkin seorang wanita bisa mencurahkan perhatiannya pada siapapun, bahkan seorang pendosa sekalipun. Tetapi untuk memberikan hatinya pada seseorang, ia akan berpikir berkali lipat walau ia telah hapal firman-firmanNya.
Suatu ketika seorang gadis bercerita.
Ibunya ketakutan akan kehilangannya saat ia ditikah pada seorang lelaki. Ia tahu dia akan baik-baik saja. Sesuai pertimbangannya, lelakinya amat baik dan memenuhi segala kebutuhannya. Ia tahu ia seorang yg tak sempurna, tetapi merasa amat beruntung menjadi wanita pilihan lelaki baik tersebut.
Dia berkecukupan walau tak berkarier.
Punya anak-anak terbaik yg ia cinta.
Punya keluarga harmonis sesuai yg ia impikan.
Lalu saya potong sebentar.
Mari berbicara soal umur.
Adakah yg tahu berapa lama nafasmu bertahan?
Bagaimana kalau ternyata umur lelakimu tak panjang?
Maka mandirilah. Sebab saya tak sedang berbicara tentang emansipasi. Ini tentang jangka hidup saja: seandainya begini dan begitu.
Ketika kau bertemu, kau juga harus siap dengan perpisahan.
Saya ingin sekali menikah. Sangat ingin.
Saya telah berencana harus bagaimana ketika nanti berkeluarga, dititipkan anak, dan menyiapkan segala indera untuk mereka.
Dan ... harus ada pemikiran lebih lanjut ke arah depan. Lagi-lagi seandainya begini dan begitu.
Saya tidak sedang memikirkan uang dan khawatir terlantar, tentu tidak.
Allah akan berskenario luwes untuk hal takdir. Tapi lagi-lagi memakai syarat saya begini dan begitu.
Tak ada yg tak mungkin, kan?
Mungkin cuma saya yg merasa, padahal belum apa-apa *tertawalah sana yg keras!
Ini perkara kehilangan. Mungkin saya agak takut.
Lucunya, padahal saya belum pernah memiliki. Disentuh saja belum~
Yah, ini sekedar muhasabah sendiri saja. Sekalian ingin kembali menulis.
Siapa tahu menangis. Tapi bukan meratap.
Ini bukan juga sajak.
Saya lupa bagaimana caranya menulis bijak agar menyentuh qalbu.
Mungkin harus sering-sering mengadu pada Tuhan.
Wah sudah malam.
Jangan terlalu memikirkan hal yg belum terjadi, begitu nasihat seseorang.
Harusnya begitu. But I think I still think them too much, so how?
Doakan saja ya.
Kita rencanakan yg indah-indah saja dulu.
Menemukan cinta.
Home » miscellaneous » Seandainya begini dan begitu
Wednesday, December 19, 2012
Seandainya begini dan begitu
lainnya dari blah, miscellaneous
Ditulis Oleh : Unknown // 9:48 PM
Kategori:
miscellaneous
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
yuk mandiri
ReplyDeletehu uh ... ayok~
Deletesudah mulai membahas beginian :D
ReplyDelete:))
Deletekejauhan ya?
kadang (atau malah sering?) kita menakutkan apa yang akan terjadi ke depannya ya Ve? padahal kalau lagi waras #eh maksudnya perasaan tidak banyak terlibat, Dia sudah membuat skenario yang kadang jauh dari apa yang kita bayangkan... :)
ReplyDelete*lagi pengen komen serius :))*
iyah fin ...
Deleteaamiin, mudah-mudahan ga keterusan.
Itu kan cuma pikiran yg lebay... ahahaha~
semangat mbak veraa
ReplyDeletesiap~ :D
Deletengomongin apa yah ini?hihihi...
ReplyDeletemungkin mksudnya khawatir jd IRT yg gak py karir,semacam diriku? hm...kadang sih iya, tapi kl dipikirin mlah jd sutres...ah santai saja hidup akan memberi jalannya sendiri...untuk skrng mah buat sy, anak2 jauh lbh penting...
yaa semacam itu ...
Deletemungkin pengaruh mamah, teh. Dulu beliau kerja tapi disuruh berhenti, terus dikasih tahu untung-ruginya. Jadilah mikir ini-itu :D
Setiap pilihan ada konsekuensinya :)
ReplyDeleteYang penting bertanggung jawab penuh pada apapun yg dipilih.
iya mbak...
Deleteyg penting tetap belajar pada kondisi apapun ya, biar gada kata 'nyesel' nantinya :)