Selama di sini saya diajak ke beberapa tempat icip-icip jajanan a la Balikpapan.
Awal-awal suami saya pernah ngajak ke dekat Klandasan untuk mencoba soto Makassar. Wuah, jenis soto yg lain daripada yang pernah saya makan sebelum-sebelumnya. Soto ini penuh rempah, dan bahan utamanya ialah daging sapi.
Kata suami, ketupatnya bisa ambil berapapun yang dimau secara gratis. Hahaha buat yang kelaperan boleh tuh ambil ketupat sebanyak-banyaknya :))
Lanjut ke Melawai, ini tempat mirip angkringannya Balikpapan, sebab ini dibuka dari sore hingga hampir tengah malam. Menu-menunya beragam, ada sate, aneka minuman, salome maupun pempek ada. Yang khas di sini adalah pisang gapit. Jadi ini pisang goreng yang dibakar dengan alat penjepit (halah, gaktau namanya). Hm, kalau di Jawa mungkin disebut penyet kali ya, sebab gapit dalam bahasa Banjar artinya jepit. Kebetulan beberapa kali saya diajak main ke sini dan berkesempatan mencicipi menu khas Samarinda ini, beginilah sosok pisang gapitnya:
|
pisang gapit Melawai |
Kayaknya biasa, tapi rasanya khas. Setelah googling, bumbunya itu ternyata pakai kuah santan gula merah, pake pandan juga biar wangi.
Selanjutnya, saya tanya-tanya soal kuliner sini, sepertinya kaya sekali soal seafoodnya. Itu karena awal-awal saya masak daging tidak berinteraksi dengan ayam, tapi dengan udang. Berlanjut ke ikan, barulah menuju ayam *duhai amatirnya kamu, Nak :))
Salah satu favorit saya ketika memikirkan ikan adalah ... olahan ikan tengiri. Familiar dengan pempek yang beberapa waktu lalu pernah saya buat, dan hasilnya jauh dari memenuhi syarat, jadi kepingin juga dimana saya bisa jajan pempek di sini? Maka suami pun mencarikannya untuk saya. Yang mengejutkan, dia ternyata juga kurang begitu tahu dimana pempek yang enak bisa ditemukan di sini. Tapi berhubung di dekat rumah mertua ada toko dengan baliho besar pempek, jadilah kami icip ke sana. Sekali pesan, kami beli beberapa porsi, sampai saya sisakan sedikit karena perut sudah tak muat lagi menampung makanan. Pempeknya enak, hanya rasanya masih belum puas karena belum
the best menurut saya.
Ah maaf saya tidak foto, karena memang ga kepikiran juga. Yang pasti saya mau nyari lagi, mungkin juga tempat rekomendasi tante kami bisa dijadikan tujuan selanjutnya.
Ya A? Ayo ke sana kapan-kapan! *ngomong sama poto
Nah, berhubung Balikpapan merupakan kota transit yang mayoritasnya orang-orang pendatang, jadi di sini punya segala macam hidangan tapi tak punya masakan/makanan khas. Awal-awal saya menginjakkan kaki di sini, suami mengajak saya ke bakwan Bintang. Pikiran pertama yang melintas di kepala saya adalah gorengan perkedel yang biasa disebut juga bakwan sewaktu saya di Jogja dulu. Jeng-jeng ... yang dimaksud bakwan itu ternyata bakso Malang :))
Sebetulnya saya kurang suka bakso urat karena suka nyelip di gigi. Rasanya enak, bakso uratnya juga saya suka, sebab termasuk lembut kalau digigit.
Satu hal yang gampang diingat dari ayah mertua adalah gemar makan nasi goreng terasi. Awal-awal saya masak sepertinya berbeda dari nasgor yang biasa beliau makan, tapi karena kepingin saya bikinkanlah itu. Tapi bila sedang bosan makan masakan rumahan, pastilah kami akan belikan di Iga Bakar Mas Giri, pesanan nasi goreng iga dan tongseng iga jadi menu wajib buat ayah :)
Meski sedang banyak keluarga berdatangan selepas acara
ngunduh mantu kemarin, saya dan suami sempat-sempatnya pergi keliaran lewat jam 8 dengan mengajak adik ipar dan sepupu :D
Bukan apa-apa, kami sempat belanja keperluan sebentar, kemudian keluyuran (lagi) ke daerah Sudirman untuk menyantap semangkuk bakso.
No pic doesn't mean this' a hoax, I didn't take a pic cuz it was dark for taking photo from my cam. Lagian saya googling juga gak nemu ... :D
Yang pasti daerah sini juga mirip di Melawai, jajanannya tersedia di banyak penjual dengan gerobak-gerobaknya, hanya saja viewnya tidak di pinggir pantai.
Masih di acara ngunduh mantu, suami memang berencana membeli beberapa porsi kepiting.
Kapan lagi bisa icip-icip, Neng, begitu katanya. Pilihan jatuh ke kepiting Kenari (namanya resto Kenari jadi namanya juga gitu), padahal kepiting Dandito itu letaknya lebih dekat dengan rumah kami.
Lebih enak kepiting lada hitamnya di sana menurutku, gitu alasan suami. Berhubung saya juga belum pernah makan kepiting di sini, jadilah kami belikan 3 porsi. Tadaaa ...
Terakhir saya tanya-tanya (maaf saya bawel), adalah takoyaki. Sangat disayangkan adik saya yang menanti-nanti menu ini terpaksa tak bisa nyicip karena waktu berkumpul itu kami belum tahu tempat masakan Jepang berada. Aslinya ada di sebuah mall kalau tak salah, tapi menunya kurang meyakinkan akan keberadaan takoyaki :D
Setelah muter-muter, alhamdulillah nemu di area jajanan di daerah Gunung Pasir. Lokasi bagus karena banyak lembaga pendidikan di sini. Banyak meraup uang jajan para pelajar tuh, kikiki ...
Isinya tak ada gurita, sayang sekali. Tapi bisa menemukan cemilan setengah berat ini senangnya udah
hebring. Sekalian lihat penjualnya beraksi, saya ikut mengamati cara pembuatannya. Hohoho, kalau dilihat-lihat sepertinya simpel ... kapan-kapan saya coba bikin ah, dengan isi keju ataupun udang juga bisa :D
Pernah juga saya diajak makan di luar pagi-pagi. Ngapain? Sarapan bubur ayam!
Buburnya pakai kuah, sekilas mirip sop (apa soto ya...). Ditambahi jeroan (saya gak pake) dan telur rebus. Saya pikir bubur doang gak bakal kenyang. Ow ow saya salah kira.
Bubur Samarinda ini disajikan dengan mangkuk besar, mungkin mirip-mirip mangkuk ramen. Hadeh, saya jadi cuma minum sedikit air setelah makan, karena memang tak muat lagi :))
Dan cemilan terakhir yang sering banget ditemui di sini: salome. Jajanan ini paling gampang ditemukan, gak beda jauh kayak cilok/cireng di pulau Jawa lah, karena memang sekilas penganan ini kembar identik :))
Bedanya, 1 plastik cilok hanya punya 1 varietas, sementara salome punya tahu sebagai pencampurnya. Isinya pun beda, salome ini biasanya berisi potongan telur rebus, dan kulit salome ini lebih kenyal dari cilok.
Karena saya suka jajanan semacam ini, jadilah saya suka beli kalau ada kesempatan. Kebetulan juga saya nemu 'varian' lainnya di pasar Klandasan, yaitu salome goreng. Tidak ada isinya, rasanya mirip bakso goreng dan lebih enak dikunyah. Sepertinya cuma di sini saya nemu, entah kalau tempat lain.
Begitulah sekilas (apaaa sekilas kok banyak bener?) jajanan saya selama di kota orang. Saya cuma sempat memoto beberapa saja, karena memang tidak bisa selalu candid dan spontanitas. Kapan-kapan saja semoga saya bisa ceritakan lagi soal kota ini, tak lupa dengan jepretannya juga tentu.
Selamat pagi, selamat beraktifitas teman-teman :)
Hujan setengah sebelas, Gunung Bakaran.