Awal-awal bulan angkatan saya mulai beradaptasi dan berkenalan dengan orang-orang kos juga lingkungan sekitar. Barulah ketika kami bertiga (angkatan 2005) mulai berani membuka diri, kami berterus terang mengeluhkan keadaan kacau ini sehingga mengambil inisiatif untuk mulai bersih-bersih seluruh ruang kos, kecuali kamar. Saat kebetulan saya punya pembersih lantai, kami gunakan untuk melucuti noda-noda menghitam di dekat kamar mandi. Hasilnya tak terlalu mengecewakan. Kini lantainya sedap dipandang dan beberapa senior kos kami jadi ikut berpartisipasi dalam acara bersih-bersih ini.
Akhirnya kami mengumpulkan uang untuk membeli peralatan kebersihan karena pel gagang yang biasa kami gunakan saja sumbunya sudah rontok sampai menjuntai tak keruan. Selain itu sapu satu-satunya yang biasa kami gunakan terkadang dipinjam anak lantai bawah dan terkadang lupa dikembalikan, belum lagi kalau tiba-tiba sapu tersebut dalam keadaan basah. Yah, memang harus segera dibenahi kan? Barulah beberapa waktu kemudian setelah uangnya cukup terkumpul, kami membeli rak sepatu dan rak untuk menaruh ember peralatan mandi.
Kegiatan bersih-bersih kamar memang tak begitu sering dilakukan oleh saya tapi bukan berarti kamar saya gak bersih lho. Beberapa teman kos mengakui dirinya sangat cinta kebersihan makanya mereka sering jadi ‘babu’ di kos kami. Melihat helai-helai rambut jatuh saja, mereka langsung ambil sapu lalu menyapu dari pojok kamar sampai beranda depan. Belum lagi kalau tak sengaja tertumpah rujak es krim, kopi, atau teh manis, hm… lap pel sudah siap ditangan dengan seember air campuran Wipol.
Awal-awal kami masuk kos ini, pencucian peralatan makan dilakukan sesegera mungkin setelah usai makan. Sebaliknya dengan yang terjadi setelah kami berakrab ria dengan penghuni kos, alat-alat makan lebih sering ditumpuk dan pencuciannya dilakukan hanya oleh satu orang saja. Pembagian alat makannya saja sudah milikku-milikmu dan milikmu-milikku. Semua telah mengaku sebagai pemilik semua alat makan.
Pernah suatu kali seorang teman kos kami berinisiatif membuat jadwal piket, hanya untuk lantai 2 saja. Minggu pertama masih dalam kendali bagus, sampai akhirnya terlihat jelas siapa yang berkomitmen dengan yang tidak. Misalnya saja, saya kebagian piket dengan 2 orang senior saya dalam sehari. Yang saya sadari, salah seorang anggota piket saya selalu tak ikut acara ini padahal ia tak mengerjakan apapun selain mendekam di kamar dan mendengarkan musik. Walau saya benci membersihkan kamar mandi, saya tetap akan mengerjakannya bila memang hanya tugas itulah yang belum dipiketkan pada hari tersebut (biasanya sih saya cepat-cepat menyapu dan ngepel biar tak kebagian bersihin kamar mandi, hehe). Ya sudahlah toh piket sudah kami komitkan untuk dijalani. Apapun resikonya, kami tetap ingin ada kebersihan di kos.
Beda lagi kasusnya ketika salah satu senior lain juga tak setuju dengan pengadaan piket, makanya dari awal dia hanya membantu seperlunya saja. Kami tahu mbak ini sebenarnya juga menyukai kebersihan, tapi entah kenapa beliau tak setuju dengan pengadaan piket ini. Mungkin merasa terbebani tanggungjawab saja harus bersih-bersih pada hari yang telah ditentukan? Tak tahulah. Saya sebenarnya juga tak terlalu setuju, tapi itu mungkin karena sisi egois saya saja yang malas bersih-bersih, hehe. Makanya piket-piket begini masih bisa saya jabanin. Walau terpaksa, toh lama kelamaan efek baiknya menular juga.
Kini keadaan kos sudah jauh lebih baik dari pertama kali saya di sini. Kardus-kardus sudah lenyap, barang-barang yang tak penting sudah tak terlihat lagi, sepatu-sepatu yang menumpuk tak keruan sudah punya tempat tersendiri, dan alat kebersihan sudah terawat dengan baik. Cuma sayang kesadaran akan kebersihan masih tetap harus diingatkan.
Home » learning » Kebersihan: Butuh Reminder dan Kesadaran 2
Sunday, April 18, 2010
Kebersihan: Butuh Reminder dan Kesadaran 2
lainnya dari blah, learning
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
bagus...bagus :)
ReplyDelete^^ perubahn bnr2 hrs berani memulai y mb..
ReplyDelete