Hari ini acara makan anak-anak kos – seperti biasa – tak tentu arah. Okta yang menitip nasi telur-nya burjo Panghegar, sementara Tika dan Mbak Tria yang sedang tak bernafsu makan cukup memilih jus. Lalu saya? Saya sih milih dua-duanya, heu heu…
Banyak yang dikemukakan sepanjang perjalanan kami. Mbak Tria semangat bercerita soal anak didiknya yang ngotot ingin meneruskan kuliah ke Jerman tanpa mau ikut penyetaraan sekolah. Beliau sepertinya gemas sekali anak didiknya yang sedikit tak tahu diri ini kok bisa-bisanya yakin bakal diterima di perkuliahan sana dengan mudahnya. Beberapa kali mbak kos saya ini menghela napas panjang seolah capek menghadapinya.
Rute kami lanjutkan menuju tempat penjual jus langganan kami. Hanya menunggu sebentar saja, tahu-tahu kami sudah melewati mesjid Muttaqin dusun kos kami berada. Celoteh masih diluncurkan seperti petasa Cina yang dinyalakan setiap tahun barunya. Cerita beralih ke masalah buku yang beliau cari untuk bahan skripsinya. Ternyata eh ternyata, buku menyusahkan yang selama ini dia cari dimiliki oleh anak didiknya itu. Alhasil, malam ini juga ia berniat memfotokopi buku tersebut. Selebihnya, kami berhenti sebentar untuk membeli beberapa sachet minuman instan.
Entah mengapa mata saya yang tak biasa ‘belanja’, kini menelengkan pandangan ke arah mesjid. Dan… saat itulah saya terpana menyaksikan punggung seseorang disertai deru motor melintas cepat dengan baju yang menggembung karena terjangan angin.
Kutahu sebuah keterlambatan akan sangat mengecewakanmu
Tahukah kau,
Kau beruntung telah memiliki kaki yang ringan untuk mengunjungi rumahNya
Bahkan aku lebih beruntung
Bisa mengagumimu tanpa harus berkenalan dan bertukar nama…
“Itu orangnya, Tik,” desisku spontan. Tika membulatkan matanya seraya menghambur keluar toko sambil celingukan.
“Mana??” Di situ saya cuma tersenyum samar, tak tahu harus menunjuk bagaimana karena si Tuan Eks sudah menghilang dari pandangan.
Pantaslah hujan tak cepat berlalu hari ini. Angin tak ingin bergerak malam ini. Bulan tak nampak, walau cahayanya yang sendu tetap terlihat menimpa mendung yang meliputinya. Sebuah pertanyaan menghunjamku telak.
Uh-oh. Takut-takut kuteliti orang berkacamata ini dengan was-was.
“Mbak Tria tahu?”
“Temanku kenal dia.”
Maggots.
Ya Allah…
Ya Allah…
Ya Allah…
Ya Allah…
Ya Allah…
Tolong sudahi dulu…
“Angkatan 2003 ya?”
Kalau umurnya mungkin iya sih, batinku.
“Atau 2004 ya? Aku lupa…”
Jangan-jangan Mbak Tria salah orang nih, pikirku setengah berharap.
“Atau sama kayak Neng?”
Nah lo. Saya cuma tersenyum tipis, “Pernah sekelas kok.”
“Wuaa, dirimu deg-degan ya??” goda Tika pada saya.
Saya ingin kalian diam barang sebentar.
Saya tak menanggapi, saya tahu mereka lebih paham perihal rasa. Mereka pasti tahu bagaimana rasanya bersua orang yang disukai, bagaimana rasanya seorang sahabat mendapatimu tengah amat-sangat ‘mengagumi’ seseorang, bagaimana rasanya digoda serupa itu. Toh aku mungkin hanya orang terakhir yang digoda serupa itu di kos kami. Tak apalah, karena dunia terlalu besar untuk tahu.
“Kamu suka karena dia sering ke mesjid ya?” tebak Mbak Tria. Tika menoleh cepat.
“Mbak tahu dia sering ke mesjid???”
“Ealah, aku sering lihat dia jalan mau ke mesjid kok.”
“Hah… aku kok gak pernah lihat…”
“Sering lewat sini kok.”
Buset, saya aja enggak segitunya mmperhatikan Tuan deh. Keren juga daya fokus mbak kosku ini.
“Mau lihat? Kamu tongkrongin aja pas bubaran Jumatan, pasti lewat tuh.”
Wah. Berlebihan juga idenya…
“Mbak, aku lemes juga denger mbak ternyata tahu orangnya…,” ungkapku jujur membungkuk menopang lututku. Persendianku benar-benar lunglai, mungkin bagi saya ini merupakan kabar yang mengejutkan karena ternyata ada orang yang tahu tanpa harus saya beritahu. Sementara teman-teman saya tertawa simpul, saya kembali meluruskan.
“Yah, pada akhirnya bakal ketahuan juga kok.”
Burjo adalah tempat singgah akhir kami. Tepat saat hendak beranjak pulang, seorang lelaki yang (mungkin kebetulan searah) bertubuh tegap berjalan di belakang kami. Saking penasarannya, Tika berbisik-bisik pada saya.
“Jangan-jangan dia ya?”
Sayacuma menoleh malas dan menggelengkan kepala. Duh Tika ini suka aneh deh, tadi kan orangnya baru ikut sholat di mesjid, pake nelat pula… kok bisa kalau tiba-tiba jreng ada di belakang kami…
“Bukan Tik, rambutnya jabrik kok,” sergah Mbak Tria.
“Jabrik??”
“Eh…yaa gondrong landak gitu deh…”
“Lagian kurus juga kok Jeng,” imbuh saya.
“Nyantelah, Tik… lama-lama juga kamu mungkin tahu, toh tak selamanya terus tersembunyi.”
Allahu Akbar, kun fayakun. Bila Dia berkata “Jadilah!”, maka jadilah ia.
Cara Allah memang kadang tak terduga. Saya harap mereka tak akan pernah membahasnya lagi. Bagi saya, menjadi orang terakhir korban timpukan olok-olok dalam usia segini sudah bukan zaman. Tapi agaknya saya harus lebih dewasa menyikapi ini, sebab mereka masih seperti ABG. Baru suka, sudah suit-suit tak jelas. Oh, ya ampun.
Ini yang namanya Ketika Cinta Bertasbih... Hehehe
ReplyDelete*ngarep dapet figur Azzam di dunia nyata, heu heu...
ReplyDeleteehem...ehem... ;)
ReplyDeleteEh ada mb'hilma...
ReplyDeleteMonggo minum dulu..
mau dong secangkir teh or kopinya
ReplyDeletehmmm.....pasti enak ;)
Ehehe.. sayang pada abis..
ReplyDeleteIni aja deh *nyodorin jus jeruk
mau dong secangkir teh or kopinya
ReplyDeletehmmm.....pasti enak ;)
oooow....makasih ;)
ReplyDeleteveraaaaaaaaaaaaaaaaaa... jgn buat 3sna tambah sedihhhhhhhhhhh dunk.. hiks
ReplyDeletehe? Sedih kenapa teh? Ve kan cuma lemes trnyata ketauan lagi kagum sama orang ajah.. :?
ReplyDeletenggak bikin aku tambah gak bisa ikhlas ajha... ngelepas seseorang
ReplyDeleteihirr.. :D
ReplyDeleteKnapa harus ngelepas? Orangnya mau melepaskan diri takumaha eta teh?
hum syusyah jelasinnya... mirip sinetronnn.. hehehe.. tanya muha ajha deh..
ReplyDeletediakan adikku jadi banyak aku curhatin ^^
hayahh kalo ada narasumbernya langsung mah kenapa tanya orang laen ateuh.. Teteh tris mah lucu ah..
ReplyDelete*PM dung.. :D
kekekeke... hum gak siap ngulang jelasinnya lagi... nanti hatiku berdarah lagi.. hiks lebay mode on..
ReplyDeleteyayaya...
ReplyDelete*tetep kuat ya, teh! Dsini banyak temen yg support kok
*nahan airmata (halah)
yeeee lom cerita dah cucuran air mata...
ReplyDeleteawasssss pingsan gak ada yang gotong lohh kekekeke
hihi..tenang, nti aku siap2 pulsa aja kalo gitu. Paling engga, ada yg nelponin bala bantuan gitu.. XD *kelamaan bener
ReplyDeleteHabisnyaa pasti bakal sedih kalau diceritakan, ya kan ya dong? *aku berempati aja
hehehe nanti yah kalo dah siap.. jujur kalo dibikin novel gak kalah seru sama serat centhini loh kekekeke
ReplyDeletentar aku bantu doa sapa tahu ada yg minat buat memfilmkan juga ;)
ReplyDeleteaamiin, semoga yg terbaik yg dianugerahkan.