Juni ini saya mudik (lagi) ke Kuningan. Bukan cuma melepas kangen dan lari dari penatnya Jogja, tapi memang karena ada acara keluarga di sini.
Tiba di rumah, keadaan jauh lebih berantakan dibanding dua minggu lalu saya kemari. Oh, ternyata ada perbaikan kamar tengah dan praktis beberapa saudara ikut andil.
Bukan mereka yang mau saya soroti buat bahan renungan, tapi para tukang yang membantu pekerjaan rumahtangga.
Saat itu, kami tengah bersiap mengantar pengantin lelaki ke Mandirancan. Saya dan Mamah sedang menunggu Apak di paviliun depan rumah. Di depan, seorang tukang sedang mengaduk semen untuk perbaikan kamar.
"Tahu nggak Teh, dia ini teman Mamang (paman) mu semasa kuliah," bisik Mamah tiba-tiba. Saya hanya membalas dengan diam. Jauh di dalam hati, saya merasa miris mendengarnya.
Betapa tidak, adik tengah Mamah telah cukup sukses sebagai sarjana arsitek. Terbukti, beliau sering mendapat proyek kerja (walau bersifat musiman) sehingga ia bisa menafkahi keluarganya. Lukisan-lukisan kanvasnya malah punya nilai jual, kalau ia berminat.
Beliau bahkan masih mampu membantu orang-orang terdekatnya yang membutuhkan walau sedikit.
Sementara salah seorang kawannya? Ia harus cukup puas mendapat pekerjaan sebagai kuli bangunan kasar. Saya tak mengerti mengapa bisa berbeda padahal latar pendidikan nyaris sama.
Pak kuli yang satunya bernama Maman, beliau punya banyak anak yang masih kecil-kecil dengan seorang sulung di SD kelas 5/6. Mamah bilang, beliau ditinggalkan isterinya. Oh, teganyaa sampai-sampai tak memikirkan para buah hati yang telah ia kandung! Saya dengar isterinya telah menikah dengan pria lain.
Bila Pak Maman pulang, anak-anak telah menunggunya di dalam rumah. Bila beliau beruntung mendapat sebungkus makanan, maka ia akan menyuapi anak-anaknya agar terbagi dengan adil.
Bahkan saking sayangnya, beliau menolak tawaran libur dari orangtua saya. Yah, kami hanya bisa mafhum keinginan seperti itu karena keadaan yang membuatnya demikian.
"Tahu nggak Teh? Ibu Pak Maman ini dulunya orang Telkom lho, Mamah kurang tahu sekarang beliau sudah diangkat jadi kepala atau pensiunan..."
"Kok bisa...?" Maksudku, secaraa orang Telkom paling tidak mendapat gaji lumayan. Masa cucu-cucunya sekalipun tak pernah dilirik??
Mamah hanya mengangkat bahu, tak paham apa yang dipikirkan ibu macam apa sebenarnya dia ini.
Belum lagi cerita Ceu Oom yang bantuin Mamah setiap seminggu sekali. Beliau punya beberapa anak yang kesemuanya telah menikah. Tapi sayang semuanya bermasalah. Persetan masalah apa yang mereka hadapi, tapi satu yang menyakitkan: menitipkan anak-anak mereka pada ibunya.
"Kalau tak ingat cucu-cucu yang masih kecil di rumah, aku mau bunuh diri saja." Itu kata-kata yang pernah dilontarkan beliau. Ya Allah, MahapengasihMulah yang mengembalikan akal sehatnya.
Sudah kebiasaan pula Mamah memberi makan orang-orang yang membantunya. Namun kebanyakan dari mereka sering menolak.
"Takut terlena, Bu. Nanti saya telat pulang." Ceu Oom memberi alasan begitu. Makanya, setiap Mamah menyodorkan makanan. Hanya sesuap-dua suap saja bisa masuk ke kerongkongannya. Beliau merasa lebih perlu membungkusnya untuk jatah makan cucu-cucunya ketimbang ia yang makan selagi panas.
Dan, saya sangat yakin tak cuma Kuningan yang punya cerita-cerita miris seperti ini. Bahkan pasti ada cerita yang lebih menyentuh sisi kemanusiaan kita.
Sebenarnya, apa yang kita pikirkan ketika kita dengan seenaknya menyisakan makanan lalu membuangnya ke tempat sampah?
Apa yang kau incar ketika menggeleng kepala saat pengamen menadahkan kaleng dan topi mereka, padahal terdapat koin lima ratus di sakumu?
Apa yang kau rasakan ketika ada banyak kegetiran orang-orang awam di sekitarmu?
Hei, tak ada salahnya membuka lebar sisi lembutmu. Kita ini manusia yang diciptakan dengan ragam emosi. Jangan ragu untuk memberi sedikit saja dari apa yang kita miliki. Kebahagiaan datang ketika di dunia ini kita saling melengkapi dan berbagi. Bukankah ini indah?
Saya dan kamar kemanusiaan,
Kuningan selepas Jumatan, 4 Juni 2010
Home » learning » Balada Pendek Para Tukang
Friday, June 4, 2010
Balada Pendek Para Tukang
lainnya dari blah, learning
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
amin, renungan yg bagus Jul...............terimakasih ya, alhamdulillah...............
ReplyDeleteHu um mbak, aku pulang ternyata banyak cerita..
ReplyDeleteMg2 ada hikmah dan imbasnya buat semua ^^
amiiiiin, amiiiin Jul................alhamdulillah Julia bis amelihat, menyelaminya dan bahkan sharing ma kita2, amal tuk mu say
ReplyDeleteBeramal sama2 lebih asik ^^ jd, ayo mulai dr hal yg kecil utk hal yg berarti
ReplyDelete