Heu, iseng-iseng saya bongkar-bongkar gudang cerpen lama. Ehh, nemu cerpen aneh sewaktu masih mentah-mentahnya nulis cerita. Ah yang penting kan berani (ngeles deh). Saya pingin berbagi aja, terserah mau berpendapat seperti apa, syukur-syukur sayadapet masukan bagus. Soalnya setelah dibaca berulang-ulang, kok nonsense banget neh... huehuehehee... panjang juga pembukanyah. Monggo diboco (huehuehehehh... bahasa jawa yang ngasal...)
cerita 1.
Mulanya kupikir kafe itu dipakai khusus untuk para workaholic, tapi nyatanya tidak. Orang biasa, yang sekedar lewat atau habis berbelanjapun bisa mengunjunginya kapanpun mau. Bahkan yang menakjubkan, abang tukang becak saja bisa rehat disitu selama yang diperlukan. Bayar? Tidak! Gratis kok, kecuali yang pesan makanan tentunya.
“Povo! Povo!” teriakan ala kenek bis membuyarkan lamunanku. Aku bersicepat mengeluarkan uang dari kantung jaketku. Tas yang kukepit telah bolong di bagian pinggirnya. Aku tersenyum. Ternyata aku kemalingan. Seorang lelaki tegap khas aktivis mesjid mandahuluiku membayar uangnya pada si kenek.
“Dua, Bang,” katanya seraya menunjukku. Aku terbengong menatapnya. Ia mengisyaratkan tangan agar aku mengikutinya seraya keluar.
“Heran, eh?” katanya agak keras saat bis mulai meninggalkan terminal. Suara bising membuat kami harus berkomunikasi lebih keras. Kuanggukkan kepala seraya mengerenyitkan kening meneduhkan pandangan mata. Hari benar-benar panas!
“Masuk yuk,” ajaknya sambil melangkah ke sebuah warung makan. Eh? Itu kan kafe yang sering kulewati? Aku membatin. Ragu-ragu kulangkahkan kaki menjajari langkah-langkahnya yang lebar.
Memang unik, ada lift yang menuju ke atas ada di dalam kantor berkaca mewah itu. Liftnya ditutup oleh kaca transparan menuju puncak kantor. Tak kuduga sebelumnya bahwa ternyata kafe maupun kantor para workaholic itu menyatu begitu apik. Di satu sisi, para pegawai kantoran berpusing ria dalam tumpukan pekerjaan, sementara kafe ini menyediakan fasilitas unik yang memuaskan. Kontras sekali.
“Eh—aku belum pernah kesini sebelumnya,” ucapku seraya memandang langit-langitnya. Ia memesan sesuatu dan pamusaji menawarkan menunya padaku.
“Ee…air saja,” canggung kujawab pesanannya. Aku mengelap kening yang basah oleh tisu yang tersedia. Lelaki berbaju takwa itu menyodorkan saputangannya.
“Ah tidak, terima kasih. Itu kan milik antum, kalau kupakai pasti kotor.”
“Pakai saja, kerudungmu pasti membikin panas.”
“Tidak kok, yang panas bukan kerudung, tapi mataharinya. Tuh, bapak itu juga sepertinya kepanasan.” Aku menunjuk pada seorang tukang becak di dekat pintu. Lelaki itu menghela napas seolah sudah capek menghadapiku dan menyerah.
“Tadi berapa? Ini, sembilan ratus,” kataku seraya menyodorkan sejumlah uang receh.
“Apa?” Keningnya berkerut tanda tak mengerti.
“Yang tadi, ongkos bis. Maaf cuma segini, seratusnya buat bayar air.”
“Jangan, ongkos tadi sudah jadi milikmu. Itu sudah hakmu, simpan sajalah. Air itu biar kubayar. Lagipula, untuk pulangnya bagaimana kalau tak ada uang lagi?” tolaknya halus.
“Eh—antum tahu aku tak punya uang lebih?”
“Ya, kamu kecurian, kan? Kenapa tak kaujaga tasmu itu?” katanya melirik tasku.
“Jadi antum lihat?” ujarku agak malu. Lelaki itu tak menjawab. Ia mengeluarkan sebuah notes mungil dan menyodorkannya padaku. Aku memandangnya dengan tatapan bertanya.
“Tulis alamat dan kampusmu disini, ini cara perkenalanku...” Ya Rahman, sekian banyak orang yang kukenal, baru kali ini aku melihat ada orang seperti dia. Agak aneh juga, tapi kutulis nama dan alamatku di notes itu.
“Memangnya (sambil menulis), antum siapa? Aku kan belum tahu.”
“Ridwan.” Aku manggut-manggut dan kuserahkan notesnya.
Hei kawan, langit di atas sana cerah sekali. Siang memang panas, tapi perkenalan aneh ini membuat suasana di kafe menyejukkan.
Home » fiksi » Kafe di Atas Awan 1
Wednesday, June 30, 2010
Kafe di Atas Awan 1
lainnya dari fiksi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
ikut membaca ^^
ReplyDeletewah ada mas sugaaa, maaf kalau ngawang-ngawang... :))
ReplyDeletekok ngawang2?
ReplyDelete:)
*saya simak yah,
ceritanya cukup panjang,...sampai 4
:)
yang ngawang-ngawangnya keliatan banget ada di bagian akhir sih (yeaaa malah ngasi tauuu)
ReplyDeleteiya mas, monggo disimak... ^^