Saturday, March 30, 2013

Indah dalam Kesabaran


Kami bertemu lagi pada bulan Maret.
Wajah keduanya masih sumringah seperti pengantin baru pada umumnya. Agak merasa bersalah juga karena sebelumnya saya tak menengok dia yang baru saja keguguran.
Ah, mungkin Allah punya rencana yang lebih baik untuknya nanti...
Saya percaya itu.
Dan memang selalu begitu, kan?

___________

Kami bertemu lagi kemarin.
Berkumpul bersama di rumah keluarga mereka.
Para tetangga juga hadir.

Dan hari ini kita kembali bertemu dalam banyak doa menyertai.
Di tanah merah yang basah. menatap pusara suamimu, Sepupuku.
Semoga ia tenang dalam surgaNya.

 Kullu nafsin dzaa ikatul maut
taken from here






***
Jumat pagi sekitar pukul 9 WIB, kami diberitakan kabar duka dari sepupu bahwa suaminya mengalami kecelakaan tunggal dan meninggal seketika. Tak ada luka sama sekali, tetapi diketahui mengalami luka dalam.

Innalillahi wa inailaihi raaji'un.
Sepupu saya adalah orang yang Allah cintai, insyaallah. Ketika menikah tahun lalu ia sudah tak bersama orangtua, dan di usia 10 bulan pernikahannya ini ia kembali diuji (iman) dengan kehilangan suami.

Di setiap ujian ada keindahan di hikmahnya.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridho di sepanjang sisa umurmu, sepupu.
Sebab yang kami tahu itu pasti benar.


#Jadi rencana bikin siomay dimsum gagal (lagi)... *curcol gapenting

Friday, March 29, 2013

Saya Pemikir Analitis (?)

Iseng #as usual#, membaca blog seseorang yang 'sengaja' saya cari dan tak sengaja menemukannya. Isi blog-blog perempuan cantik ini inspiratif, setidaknya untuk saya, terutama karena saya 'berkenalan' dengannya ketika menemukan jurnalnya yang berkisar seputar hijrahnya berhijab. Well, saya pasti suka-pingin-terharu kalau dengar atau baca kisah-kisah hidayah begini *bukan-pilem-religi-lho*

Saya dapet link soal tes kepribadian dari dia di ipersonic. Daaan... ah, dari pendapat psikolog pun ternyata 'seiman' dengan apa yang saya pikirkan tentang saya *bukan-narsis*. Saya berantakan.
Dari ipersonic, mengabarkan ...

Saya tipe kepribadian: Pemikir Analitis

Tipe Pemikir Analitis adalah orang-orang pendiam dan tidak banyak bicara. Mereka suka menggali hingga ke dasar masalah – rasa ingin tahu adalah dorongan terbesar mereka. Mereka ingin tahu apa yang menyatukan dunia jauh di dalamnya. Mereka tidak butuh lebih banyak untuk kebahagiaan mereka karena mereka adalah orang-orang yang rendah hati. Banyak ahli matematika, filsuf, dan ilmuwan merupakan tipe ini. Tipe Pemikir Analitis tidak suka kontradiksi dan ketidaklogisan; dengan kecerdasan mereka yang tajam, dengan cepat dan menyeluruh mereka menangkap pola, prinsip, dan struktur. Secara khusus mereka tertarik dengan sifat mendasar segala hal dan penemuan-penemuan teoritis; bagi mereka, tidak penting apakah mereka harus menerjemahkannya menjadi tindakan-tindakan praktis atau membagi pemikiran mereka kepada orang lain. Tipe Pemikir Analitis suka bekerja sendiri; kemampuan mereka untuk berkonsentrasi lebih menonjol dibanding tipe kepribadian yang lain. Mereka terbuka dan tertarik pada informasi baru.

Tipe Pemikir Analitis hanya memiliki sedikit ketertarikan pada masalah sehari-hari – mereka selalu agak seperti „profesor linglung“ yang rumah dan tempat kerjanya berantakan dan hanya mengkhawatirkan diri sendiri dengan hal-hal dasar seperti kebutuhan fisik ketika hal itu menjadi sangat tidak bisa dihindarkan. Pengakuan atas karya mereka oleh orang lain juga memegang peranan penting bagi mereka; secara umum, mereka cukup mandiri dalam hubungan sosial dan sangat mengandalkan diri sendiri. Oleh karena itu tipe Pemikir Analitis sering memberi kesan kepada orang lain bahwa mereka arogan atau congkak – terutama karena mereka tidak ragu untuk melontarkan isi kepala mereka dengan kritik mereka yang biasanya pedas (sekalipun beralasan) dan rasa percaya diri mereka yang tak tergoyahkan. Orang-orang di sekitarnya yang tidak kompeten tidak akan lolos dengan mudah dari mereka. Namun barangsiapa berhasil memenangkan rasa hormat dan ketertarikan mereka akan mendapatkan orang yang jenaka dan sangat cerdas untuk diajak berbincang. Pasangan yang membuat seseorang takjub dengan pengamatannya yang tajam dan selera humornya yang getir.

Butuh waktu sebelum tipe Pemikir Analitis bisa berteman, namun biasanya mereka akan berteman seumur hidup. Mereka hanya butuh sedikit orang di sekitar mereka. Kemampuan yang paling penting bagi mereka adalah kecocokan dan dengan demikian memberi mereka inspirasi. Kewajiban sosial yang terus-menerus dengan cepat membuat mereka jengkel; mereka butuh banyak waktu sendiri dan sering menarik diri dari orang lain. Pasangan mereka harus menghargai ini dan mengerti bahwa ini bukan karena kurangnya kasih sayang. Begitu mereka sudah memutuskan menyukai seseorang, tipe Pemikir Analitis adalah pasangan yang setia dan dapat diandalkan. Namun demikian, Anda jangan mengharapkan romansa dan ekspresi perasaan berlebih dari mereka dan mereka jelas akan lupa ulang tahun pernikahan mereka. Namun mereka selalu siap menyambut malam yang diisi dengan perbincangan menggairahkan dan segelas anggur lezat!

Begitu katanya.
Mungkin beberapa hal ada yang salah, karena diantara tipikal 2 pilihan yang diajukan, saya merasa ada dalam keduanya. Namanya juga punya orangtua lengkap *alhamdulillah*, tentu saja ada beberapa kebiasaan yang saya tiru dari kedua orang yang berkarakter beda itu kan?
Kalau kalian juga pingin sekedar tahu, bisa coba tesnya di sini. Gratis! Dapatkan segera! *ah, abaikan 2 kalimat tanda seru ini*

Wednesday, March 27, 2013

Cilok Siomay (ngawur) a la Seadanya


Ceritanya hari Minggu kemarin saya ke Car Free Day-nya Kuningan. Tujuan sehatnya sih jalan pagi, tapi modus nakalnya ya jajan dooong :))
Sambil ngerjain chores dari mamah, yaitu ngambil barang di rumah sepupu, sambil jalan-jalan juga bareng keluarga Aa. Tak seperti CFD sebelum-sebelumnya, rute jalan kami kali ini seputaran stadion saja. Lebih dekat dari rumah -____-
Tapi kabar gembiranya, kami nemu cilok spesial... tadam pararam-pam ♥ ♪ ♫

Sebetulnya cilok itu dimana-mana, hanya saja rasanya ya begitu-gitu aja, kadang malah ga panas... itu kan tidak nikmat, Mang!
Yah... singkatnya, cilok kali ini agak beda sama yang ada di pasaran (tingkat Kuningan lho ya).
Pilihan isinya ada gajih (lemak) sama ayam.

Well, serasa bertahun-tahun ga makan cilok, terbitlah minat saya untuk bisa bikin sendiri camilan yang satu ini. Berbekal gugel dan antek-anteknya, saya nemu resep simpelnya di resepmasakantradisional.

Kira-kira beginilah resep cilok dan siomay versi saya...

Bahan:
- 1 cangkir tepung terigu
- 1 cangkir tepung kanji
- 2 siung bawang putih, ulek
- merica secukupnya
- penyedap rasa (kalau kalian anti MSG pake aja garam+gula)
- daun bawang, iris tipis (bisa juga ditambah seledri)
- air panas secukupnya
Nah karena saya ngotot pingin pake kaldu tapi ga ada bahan, jadilah saya ambil 4 nugget ayam di kulkas. Maksa direbus, terus airnya dipakai sebagai kaldu deh. Nuggetnya dipotong-potong kecil buat jadi isi cilok ceritanya *namanya juga resep ngawur*
- isi/campurannya bisa pakai abon, ikan, udang, ayam, gajih atau bahkan keju

Caranya:
- Campurkan semua tepung, bawang putih, merica, bumbu, dan daun bawang
- Tambahkan air kaldu sedikit demi sedikit ke dalam campuran
- Uleni dengan sendok kayu atau tangan (kalau kebal panas) hingga terasa kalis (bisa dibentuk)
- Bila telah kalis, bentuk adonan menjadi bulat-bulat dan isi dengan bahan yang telah disediakan
- Masukkan adonan yang telah dibentuk ke dalam panci berisi air
- Rebus cilok sampai mengapung di air
- Angkat, lalu kukus sampai matang

Masih dengan adonan yang sama, saya kurang telaten kalau kudu membulat-bulatkan dan mengisi adonan satu per satu. Jadilah saya pingin seperti nge-siomay kayak dim sum. Apalah daya ternyata di kotaku yang kecil ini saya agak sulit menemukan kulit pangsit. Muter otak gimana cara yg praktis, akhirnya saya pakai kubis aja sebagai pengganti kulit pangsit deh :D

Tuesday, March 19, 2013

Kangen Indonesia (2012)

Penulis: Hisanori Kato
Penerjemah: Ucu Fadhilah
Penerbit Buku Kompas


Indonesia sebagai kepulauan yg punya banyak budaya tentu saja seperti jelajah dunia. Kita keluar negara, maka akan jumpa dengan orang asing berbicara dengan bahasa yg tak dimengerti, pun kebiasaan yg tak pernah kita jumpai di negeri sendiri. Tapi ... sekali lagi, ini Indonesia. Anda bepergian ke perbatasan atau ke lain pulau, bisa dipastikan Anda menemui 'orang asing' dengan bahasa berbeda.

Saya ini Sunda tulen rumahan. Pertama kali saya menginjakkan kaki di Jogja untuk melanjutkan studi, rasanya berada di luar negeri, katakanlah itu saya batasi dari segi bahasa. Tak bisa saya jumpai orang berbahasa Sunda! Geli-geli romantik kalau ingat kembali.
Akibat rumahan itu, saya sering mengalami xenophobia. Secara tak langsung, tulisan Pak Hisanori Kato rasanya membikin saya jadi ingin lebih bisa membuka diri terhadap orang asing.

Saya pikir orang Indonesia yang bisa berinteraksi dengan orang asing tanpa rasa takut atau malu itulah yang disebut manusia internasional yang baik. (10)

Agaknya kurang tepat bahwa penulis menjadikan bukunya sebagai 'Kangen Indonesia', karena yang saya baca kebanyakan kehidupan di Jakarta. Hebat, beliau sangat tertarik orang-orang pribumi sehingga betah berlama-lama di kota yg konon banyak bedebahnya itu ya...
Kadang saya heran kenapa beliau tidak mencoba keluar dari Jakarta? Saya kira 'kenalan' dengan Indonesia-nya akan lebih beragam kan?
Sejauh yang saya baca, beliau mungkin tertarik.... dan masih akan sangat tertarik pada kehidupan ibukota. Menurutnya, ibukota Indonesia itu sangatlah 'luar negeri'... hahaha bisa aja si bapak...

Beliau tak berpikir akan makan masakan Jepang menggunakan tangan, tetapi pasti akan melakukannya ketika memesan makanan di RM Padang. Hal nomor satu yang dibahasnya adalah mengenai pemakaian kata "Tak apa-apa" ketika bagi beliau, kondisinya sebetulnya akan sangat 'apa-apa' jika dibandingkan dengan orang Jepang, terutama kaitannya dengan waktu.
Kalau dipikir-pikir, teman-teman saya yang baik juga banyak sekali yang sangat pemaaf... misalkan dalam memenuhi janji, seringkali ada orang yang gemar (bahkan sengaja) memepetkan waktunya untuk datang ke TKP. Itu hal lumrah, dan sudah terjadi, mau apa lagi selain:
 "Gak papa..." <--- sambil pasang muka asem.
Parah-parahnya palingan pergi melengos tanpa sepatah katapun. Tapi kalau dia yg terlambat sudah mengejar dan minta maaf, bisa dipastikan jawabannya "Gakpapa" juga... :))

 
Powered by Blogger.