Wednesday, October 30, 2013

Sop Sayur Bening

Sebagian mungkin heran kenapa saya bikin tulisan resep sop sayur. Sop gitu loh, kan gampang ... kenapa juga pake ditulis resep segala? Huehue, buat seorang pemula, ini jenis masakan yang paling wajib dipelajari. Karena ya itu tadi, bikinnya aja gampang ... segampang bikin mi instan :D

Sejak saya ikut suami, otomatis intensitas bertemu dengan mertua jadi sering. Apalagi pas harus menginap di rumah beliau, tentu saya mengikutkan diri dalam aktifitas sehari-harinya terutama memasak. 
Nyiapin masakan sendiri bisa dibilang mampu dan enak di lidah, tapi untuk masakin orang serumah? Saya belum pernah, terutama karena minder soal selera di lidah sendiri dengan orang lain pastilah berbeda. 
Meski begitu, sudah nikah gini masa iya mindernya dipelihara? Gak masak-masak buat suami dong :D
Dulu masakan pertama saya di rumah mertua adalah bayam merah. Dasar tumpul, karena sebelumnya jarang masak-masak, jadilah itu bayam laku hanya separuh dan sisanya saya gado (x__x')

Berangkat dari rasa ingin dipantaskan sebagai koki rumah, saya titeni segala kebiasaan memasak para anggota rumah mertua. Semuanya pada jago masak, termasuk mertua dan suami lho. Tapi karena naluri masak suami jarang keluar, lebih baik saya titeni adik ipar ataupun ibu mertua saja. 
Dan begini khasnya keluarga suami, masakan sini biasanya simpel, tapi kaya akan rempah. Dulu mana saya paham rempah A ketemu sop sama dengan enak, atau rempah C ketemu oseng sama dengan huek

Yuk langsung aja simak resepnya :D
*sop di sini ga selengkap bahan sop seperti pada umumnya, karena saya memanfaatkan bahan yang ada saja

Bahan:
1 buah wortel ukuran sedang, potong-potong
1 buah kentang, potong-potong
8-10 buah buncis (yg agak besar)
*selebihnya bisa tambahin sendiri*
4 siung bawang merah, iris
3 siung bawang putih, iris
1/2 tomat kecil
Daun bawang secukupnya, iris tipis

Bumbu:
Merica *sesuai selera pedas masing2
1/2 pala, iris-iris (bisa dikurangi biar ga terlalu kentara baunya)
3/4 ruas kelingking jahe, geprek (optional)
Gula dan garam secukupnya

Cara:
- Didihkan air dalam panci
- Masukkan pala, jahe, tomat, kentang, wortel ke air mendidih
- Sementara itu, goreng bawang merah dan putih hingga harum, sisihkan
- Setelah wortel-kentang cukup matang, masukkan buncis, gula, garam dan merica
- Masukkan daun bawang, matikan api, masukkan goreng bawang, tutup panci
Sajikan selagi panas bersama sambel dan ikan asin *kriuuuk

Porsi semangkuk biasa, bisa untuk 2-3 orang tergantung porsi perut :))

[Writing Challenge] Short Autobiography

Bismillahirrahmaanir rahiim ...

Hai.
Seorang wanita kelahiran Juli baru saja menikah dengan pria asal Balikpapan pada 6 Juli 2013 lalu. Hobinya yang dulu mengoprek padanan kalimat bahasa Inggris kini merambah ke dunia memasak. Berbekal pengetahuan seadanya perihal memasak membuatnya ingin lebih banyak belajar aneka hidangan, terutama karena ingin menyenangkan hati suami dengan cita rasa masakan sang istri.
Dunia menulis sudah ia senangi sejak remaja. Saat ini belum ada karya lagi selain 2 buku antologinya di Mozaik Indie dan Boneka Lilin. Namun demikian, ia masih punya cita-cita untuk berkarya di dunia kepenulisan. Ssst ... terlepas itu semua, pemilik panggilan Neng ini tengah berharap karunia Illahi, yaitu segera diamanahi buah hati. Doakan saja ya ;)
Itulah sekilas tentang saya, cukup singkat walau saya tidak yakin ini sebuah autobiografi yang benar. Jadi tolong koreksiannya, semoga 'latihan' menulis seperti ini membikin saya semangat lagi menelurkan ide-ide untuk ditulis ke area yang lebih luas di kemudian hari.

*rasanya aneh pake gaya menulis gini, kaku amat ya? -___-

Sunday, October 27, 2013

Writing Challenge

'Tugas' berantai semacam begini sebelumnya pernah saya coba ikuti dalam tag medraw, meski sekedar oret-oretan tiada guna, paling enggak blog saya terisi, hahaha.... *jumawa
Jadi saya pingin kembali aktif nulis lah. Kalau sekiranya karya masih mandeg, paling tidak challenge seperti ini maksain diri sendiri agar kembali menulis buat ngasah-ngasah otak biar pinter bikin kalimat :D

Kali ini begini instruksinya:


14 tulisan saja, semoga bisa dikerjakan dalam 2 minggu. Sehari 1 tulisan bukan hal berat kaaan...
Bismillah...

Friday, October 25, 2013

Banua Patra: Second Party

Dandan tebal itu cuma sekali seumur hidup, hanya saat pernikahanmu!

Nyatanya kalimat itu tidak berlaku bagi saya. Setelah melepas lajang Juli lalu saya tak langsung ikut suami ke Kalimantan, saya menikmati kebersamaan Ramadhan bersama keluarga besar di Kuningan. Jadilah selama long distance itu saya dan suami bertelepon-teleponan ria sama seperti komunikasi sebelumnya. 

Pada pertengahan Agustus 2013, suami saya datang menjemput. Tibalah saat-saat harus berpamitan dengan keluarga tercinta. Saatnya harus memulai hidup mandiri, saat-saat genting harus bisa melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan, juga tentu saja belajar berumahtangga dari nol.
Kesemuanya tak secara langsung dilepas, karena saatnya saya 'berkenalan' dengan keluarga suami, maka mertua sayalah yang kini mengawasi dan menasihati kami yang masih hijau dalam berumahtangga. Rasanya bersyukur juga pernah ngekos jauh dari rumah, setidaknya ada satu-dua hal yang mirip dengan anak kos, terlebih kami belum dikaruniai anak. Tapi saya takkan bahas itu sekarang, karena bakal gak nyambung sama judulnya :D

Bagi saya yang seorang introvert tapi pecicilan pingin tahu kerak globe dunia, xenophobia itu melekat erat meski sudah banyak tahun dilewati di luar kota kelahiran seorang diri. Begitu halnya sebagai anggota baru keluarga suami, saya gak mangkir kalau awal-awal merasa sangat asing dengan situasi dan kondisi di sini. Tentu saja lain ngekos, lain berumahtangga.
Saya berusaha untuk berpikir tenang, bahwa segala sesuatu bisa diatasi asalkan mau belajar. Belajar juga meyakinkan hati, bahwa pergi jauh dari keluarga bukan berarti tak pernah ada lagi yang akan memperhatikan dan menyayangi. Justru di bumi Allah-lah semua keridhaan bisa dicari, bahkan dimanapun itu berada.
Jiaaah, malah jadi panjang pembukanya.. -_-

Jadwal hijrah saya jadi dipercepat beberapa hari di bulan Agustus tersebut. Padahal rencananya malah kemungkinan baru awal September suami bisa jemput.
Mengingat banyaknya keluarga mertua yang tak bisa menghadiri akad dan selamatan pernikahan kami di Kuningan, maka atas anjuran dan saran beberapa pihak, keluarga mertuapun mengadakan acara resepsi pada akhir bulan September di Balikpapan. Dalam bahasa kami, resepsi oleh pihak suami disebut sebagai Ngunduh Mantu.

Singkat cerita, acara tersebut diselenggarakan di Banua Patra, sebuah gedung milik Pertamina persis di pinggir pantai. Pagi-pagi saya, Mamah dan Ati cepat menuju rumah ibu mertua untuk dirias.
Seperti biasa, perias salonan selalu menginginkan riasannya lengkap agar tampak bagus saat difoto.
Menggunakan gaun manten harus pakai kerudung yang tak nutup dada? Yah ... oke, karena nantinya ada sedikit penutup dari gaun yang saya kenakan.
Menggunakan bulu mata palsu? Oke ... walau harus pakai atas-bawah. Dengan ini saya mohon maaf sebesar-besarnya pada Tante Syahrini beserta para fansnya, bahwa ini tidak dalam rangka meniru-niru Tante Syahrini dalam berdandan. Bahkan insyaallah hiasan ini jadi tampilan perdana dan terakhir kalinya dalam hidup saya.
Yang membikin saya mulai terusik, perias meminta izin agar saya mencukur alis. Aduh kayak ketek aja dicukur-cukur padahal tidak mengganggu sama sekali. Alis saya ini sebenarnya sudah tampak terbentuk sendiri dari lahir dan memang sudah seupil tipis begitu adanya. Karena tak mau terlalu ngoyo akan bagusnya sebuah dandanan, lebih baik katakan tidak sebelum alis tambah setipis benang :|
Saya tetap saja tak bisa berperilaku anggun demi mendapatkan foto cantik yang manis. Tapi berkat dekor dan riasan lembut sang perias, fotonya cukup memukau juga :))
Beberapa foto lain bisa dilihat di sini

foto bareng para adik :D

Monday, October 14, 2013

Halo, Borneo.

So, here I am.

Naik pesawat itu tak semenakutkan yang dikira, setidaknya hampir sama menakutkannya dengan naik lift ...

Saya manut suami sajalah, dia tak ingin merepotkan anggota keluarga saya. Makanya rencana keberangkatan kami menuju stasiun KA Cirebon biarlah dengan travel khusus. Padahal sungguh saya pingin diantar bapak atau siapalah yang jadi orang terdekat saya. Namanya putri pertama, mau pergi jauh dan gaktau kapan bisa baliknya ... wajarlah ortu-sama anak punya ikatan batin yg kuat, jadi perpisahan singkat itu cukup sampai di pagar rumah. Gak kuat rasanya kalau ingat Mamah nitipin saya sama suami, diminta dijaga baik-baik ... gemetaran menahan sedih dan haru melepas puteri sulungnya.

Hanya dari balik kaca mobil saya bisa lihat lambaian tangan orang-orang tercinta ... yang tak bisa lagi saya lihat setiap harinya. Kali ini mungkin cukup dari foto dan suara saja kangen-kangenannya.
Dari sederetan bangunan yang masih tersapu gelap menjelang subuh ini, sungguh kota kelahiran saya ini cantik. Meski tak segemerlap cahaya ibukota, namun saya tahu lampu-lampu di sini menelusupkan kehangatan di balik biliknya.

Sampai jumpa lagi, Kuningan.
Tepat pukul 6 pagi kereta kami tiba.
Dan yah ... menikmati perjalanan dengan seorang pria yang bisa kamu percaya itu lebih menenangkan dari siapapun. Tapi sedih ya sedih, wanita muda normal yang baru melepas lajang pasti tahu rasanya melangkah jauh dari keluarga yang bertahun-tahun merawatnya dengan luapan kasih sayang, sehingga mewajarkan soal ... yah ... menangis.
Rasanya aneh saya berusaha menyembunyikan tangisan saat ada seorang pria di sebelah saya. Sudah jadi suami, memperhatikan saya pula. Percayalah saya tak punya maksud untuk merusak suasana hatinya maupun selera makannya. Tapi perasaan meluap-luap seperti itu mana bisa ditahan? Bisa jadi penyakit nantinya.
Maaf Suamiku sayang, sedih itu pasti ada .. tapi kuyakinkan padamu bahwa ini sama sekali bukan salahmu.

Kami tiba di Gambir 3 jam setelahnya. Dengan salah masuk jalur keluar segala, kami segera mencari bus tujuan Soeta. Perjalanan tak begitu lama tapi sempet ketiduran sih, dan inilah pertama kalinya saya menginjakkan kaki di bandara ... oh, 3 kali ding kalo cuma nginjak.

Singkat cerita, pesawat singa sukses terbang dan mendarat di Sepinggan. Saya agak menyesal juga kenapa tak beli ransel yang besar untuk membawa barang-barang malah bawa-bawa tas cewek yang muatnya tak seberapa. Ayah dan Ibu sudah menunggu kedatangan kami. Saya jadi tak enak, padahal kan bisa saja kami sendiri ke rumah mereka dengan taksi.
Suhu lembab, tanah basah, langit gelap berawan. Oh, begini ya Kaltim ...
But lemme say HI for my future place, Balikpapan.


Wednesday, October 9, 2013

Curug Putri After Wedding



Bukan narsis sih .. cuma pingin nyelipin foto sebiji aja *kalem
Yah terakhir kali saya ke sini udah lamaaa, intensitasnya juga bisa dihitung jari. Jadi selepas acara akad, saya ngebet ngajak Aa ke salah satu objek di Kuningan. Makanya pas hari H, saya langsung memutuskan untuk silaturahim ke beberapa keluarga dekat, nganjang gitu istilah Sundanya. 
Karena Aa di rumah juga tidak lama, disempatkanlah main ke daerah Palutungan. Masih di Kuningan, hanya saja daerahnya lebih dekat lagi ke gunung Ciremai. 
Sudah banyak perubahan, terutama pemkot sudah mulai memperhatikan potensi alam di kota kecil ini untuk tujuan wisata. Jalan menuju curug sudah dibenahi, ditata dengan cukup baik sehingga tak perlu meluncur turun bak rafting seperti awal-awal terdahulu saya ke sini. Hanya saja kurang papan petunjuk agar pengunjung tak tersasar di hutan pinusnya :)



 

         





 
Powered by Blogger.