Monday, August 26, 2013

Pamit pada Jogja

Selepas pernikahan kami di Kuningan, saya dan Aa memang sudah merencanakan kunjungan (sok presiden) ke Jogja, dimana kediaman orang yang telah mempertemukan kami tinggal di sana. Ramadhan mepet, waktu cuti Aa juga tak begitu banyak. Banyak pertimbangan untuk ke luar kota setelah menikah, termasuk mengunjungi saudara almarhum kakek-nenek saya yang berhalangan hadir karena uzur. Tapi karena Tak apalah menikmati waktu barang sejenak di Jogja, sebab kami tak tahu kapan bisa main ke sana lagi.

Jogja saat itu mirip kota kelahiran saya: dingin dan terkadang hujan masih mampir.
Tujuan utama mengunjungi bibi, karena kami juga sekalian disuruh menginap di rumah beliau.
Godean juga salah satu tempat tujuan utama kami. Di sanalah tempat tinggal orang yang telah memperkenalkan kami hingga jadi pasangan suami-isteri :)

Tak banyak yang bisa saya ceritakan selain memenuhi penasaran tahunan saya akan JogArt '13. Dahulu bersama Ka Ndes (aaa miss youuu), sekarang bersama pendamping tercinta.
Ramadhan bukan halangan berarti, sebenarnya. Hanya saja keinginan menatap laut lepas dari pantai Wonosari sana harus ditahan mengingat waktu yang memungkinkan kami bakal merasa kehausan karena panas. Jadi, alih-alih menuju dataran rendah, kami memutuskan untuk jalan-jalan ke Kaliurang.
"Neng tahu artinya Kaliurang?"
"Kali itu sungai, urang itu 'aku' dalam Sunda. Jadi artinya 'sungaiku'," saya berseloroh.
"Hahaha bukan, itu artinya 'udang'."

Penggemar hal horror saya ini mulai mengajak saya coba-coba ke daerah atas, tempat syuting uka-uka pernah ditayangkan dulu. Hadeh, boro-boro mau foto tempatnya, motornya sengaja tak saya hentikan agar cepat menyingkir dari sana :D
"Mau ke goa Jepang, Neng?"
"Gak."
"Kenapa?"
"Udah sore, bentar lagi gelap."
"Justru itu serunya! Kan mumpung belum gelap."
"Engga usah, bentar lagi magrib ... kan mau buka puasa."
"O iya ya ..."
Bagus, ga jadi ke sana *evilgrin*

Ini bukan hanimun.
Ini Ramadhanan pertama bersama suami :)

Stasiun Tugu
Carrousel JogArt '13
Museum Gunung Merapi


Senyum di kawasan Telogo Putri



Well Jogja, terima kasih atas kesederhanaanmu. Semoga kapan-kapan bisa mampir lagi dan menikmati nuansa pantainya *teteup*

Sampai jumpa.

Wednesday, August 21, 2013

3 Tourists on Action

Berhatur terimakasih pada Sheila, Putri, Mbak Nopek, pasangan nganten Mbak Amel (Pepi) dan Mas Wira yang menyempatkan waktu luangnya untuk hadir ke pernikahan kami. Tak mengira juga teman-teman dekat kos lama saya di Jogja dulu ternyata juga datang.
Jadi ceritanya Se itu dari Pemalang menginap di kosan adiknya di Jogja. Kebetulan Putri juga menghadiri acara di Jogja. Jadilah mereka berdua janjian berangkat dari Jogja, tiba di rumah Kuningan pas H-1 di sore harinya, alhamdulillah ga nyasar *thanks to travel driver*
Saya inapkan mereka dalam 1 kamar, tinggal menunggu Mbak Nopek yang berangkat dari Bandung. Waw, dia tiba hampir tengah malam karena jalanan juga sepertinya macet saat wiken itu. Welcome to Kuningan, Girls! ;)

Sayangnya saya tak bisa berlama-lama menemani mereka. Kondisi malam itu bisa dipastikan amat melelahkan mereka, ditambah hawa dingin Kuningan membikin mata pasti berat sekejap.
Esok sorenya setelah acara, Pepi bersama suaminya juga tiba di Kuningan ... jauh-jauh dari Jakarta tapi saya lupa ngajak poto bareng T__T *aaaahh, nganten pelupaaaaaaa*
Untungnya saya ga lupa mengosongkan 1 tempat buat mereka. Jadilah 5 orang sahabat menginap di rumah :')

Kaget juga begitu tahu 3 VBers (Se, Putri dan Mbak Nopek) nekad jalan kaki dari rumah ke lokasi pernikahan. Jaraknya pan lumayan tuh. Tapi begitu beberapa hari kemudian saya dikirimi foto oleh Se, ngertilah saya kenapa mereka mekso. Berasa turis kali ya, background asing khas Kuningan jadi sasaran kenarsisan mereka -_-

sayang banget gaya andalan Se
gak keluar








thanks for coming deaaaarrr

I'M MARRIED!

kisah sebelumnya

Mengurus perizinan menikah itu gampang-gampang susah (nah, berarti gampangnya lebih banyak ;)). Karena suami saya jauh dan kemungkinan terbang ke Jawa itu minim waktu, maka saya mengurus sendiri. Mau mulai mengurus itu tinggal datang saja ke kelurahan, nanti tanya mau daftar nikah (karena saya perempuan lho ya). Pihak pria mengurus perizinan juga, kalau tidak salah langsung dari KUA setempat, nanti diberi semacam surat keterangan dari sana. Pihak perempuan nanti 'meneruskan' surat tersebut ke KUA di daerahnya. Jadi di kelurahan tadi nanti bisa tanya apa-apa saja syaratnya. Kalau murni mengerjakan sendiri, insyaallah gak mahal. Susahnya, petugas di kelurahan itu yang agak sulit ditemui. Karena beliau juga urus-urus orang nikahan, seringnya beliau mobile sana-sini nangkringin orang hajatan :D
Nah makanya mintain aja nomer kontaknya agar bisa dihubungi langsung.

Tak ada kendala berarti menuju persiapan pernikahan kami di 6 Juli 2013, alhamdulillah. Meski sempat tegang karena tempat sewanya mendadak dilokasikan untuk kantor sementara atas Keputusan Bupati, kami bisa melobinya dengan segera.

Disuruh datang pas setelah subuh saja ngaret 1 jam (hohoho). Tapi tetap saja alhamdulillah, tak ada keterlambatan dandan karena penghulunya sendiri lebih telat datangnya XD
Begitu dipanggil, saya melenggang menuju 'kursi panas' yang bakal disaksikan Gusti Allah, penghulu, orangtua dan segenap keluarga kami. Kalau saya liat-liat lagi fotonya, seneng sekali saya godain suami karena ekspresi tegangnya kentara banget XD

Finally I'm a WIFE! *yaaaayy :D

Buat my circles, bisa lihat foto-fotonya di sini ;)

Rasanya ... masih belum terbangun dari mimpi ...

____________________________

Saran dari saya, sesimpel-simpelnya menikah adalah dengan orang satu daerah, percayalah.
Terpisah jarak itu cukup menyita pikiran, sebenarnya. Keluarga pihak pria terutama, karena pasti banyak yang ingin menyaksikan peristiwa ijab kabul anggota keluarganya (yg insyaallah) sekali seumur hidupnya. Ada hal-hal yang sebaiknya dipersiapkan dengan matang seperti jumlah kepala, waktu, kendaraan, tempat menginap sampai konsumsi ... tak luput juga biaya perjalanan.
Keluarga suami saya sebenarnya arek Jawa Timuran. Cuma sebagian besar keluarga ayah mertua tinggal di Kalimantan, sementara keluarga ibu mertua yang sebagian besar di Jawa. Jadi ibu mertua saya itulah perantau Kalimantan tulen :D

Lanjutt...
Kalau memang jodoh pan gak bisa ditebak ya .. kalau memang dapat yang jauh, berarti kemungkinan ngunduh mantu (pihak pria mengadakan tasyakuran sendiri) itu sangat besar. Nah kebetulan keluarga suami di Kaltim sebagian besar juga cuma mengikutsertakan doa, makanya diminta mengadakan syukuran sendiri nantinya (semoga lancar di bulan depan). Kalau mau sederhana, ya adakan saja syukuran kecil dengan mengundang tetangga dan orang terdekat. Bentuknya bisa macam-macam kan ya, jadi saya gak tahu idenya mau seperti apa terserah kalian, singles. Bicarakan dengan seksama, jangan sampai ada yang ketinggalan ;)
Ada yang mau menambahkan? Sila dishare di kolom komen yaa...

Tuesday, August 20, 2013

C.o.m.m.i.t.

Perkenalan kami tidak lama, hanya sekitar 3 bulan. Lalu bagaimana bisa orang jauh sepertinya bisa hinggap di pelaminan bersama saya?
Komitmen. Hanya itu.

Akhir September tahun lalu, selepas wisuda dalam keremangan kamar seseorang menghubungi saya.
"Mbak, sekarang ini lagi ada seseorang yang lagi dekat sama kamu gak?"
"Oh, ya... ada, teman dekat..."
"Ah bukan... maksud saya, apa Mbak punya teman dekat laki-laki ... untuk calon suami gitu?"
"..."
Saya mengeluh dalam hati. Sejujurnya malas sekali berhubungan dengan yang namanya kenal-kenalan untuk urusan jodoh. Maklum, masih girang main sana-sini, pesta pora dan dugem... #2 alasan belakang cuma ilusi tambahan
 "Belum sih..."
"Nah... mau gak kenalan sama temennya anakku? Dia kebetulan lagi cari calon istri Mbak, insyaallah anaknya baik."
"Eng..."
"Kenalan aja dulu mbak..."
"Eu..."
"Kan ga ada salahnya kenal tho..."
"Mm... orang mana gitu Bu?"
"Kalimantan, kota Balikpapan."
"Waaa... jauh Bu, Mamah mana ngijinkan ke orang jauh..."
"Yaa namanya juga usaha, sapa tahu cocok... ketemu dulu kan ndak masalah..."
"..."

Dan, bertemulah kami pada bulan November 2012. Ditingkahi hawa sejuk yang melenakan, saya menyambut kedatangan kerabat dari Jogja... bersama seorang pria yang belum pernah saya temui di rumah mereka.
"Oh, ini toh Mas Andri?" sapa saya. Sepertinya ia masih canggung berada di tempat saya. Begitu berkenalan dengan bapak, keegangan mulai mencair. Para bapak yang lama tak bersua mulai mengobrol seru, tertawa-tawa keras. Sementara saya dan ibu sepupu ngobrol sana-sini, sepupu dan Mas Andri melihat-lihat beranda rumah.

Cuma itu perkenalan kami. Di awal perkenalan kami telah menunjukkan kebiasaan masing-masing, tapi dia tetap menghubungi saya untuk sekedar ngobrol ringan seperti layaknya sahabat.

"Gimana Mas?" Tanya saya suatu hari.
"Apanya?"
"Kita sama-sama sudah ketemu dan melihat. Mau dilanjutkan atau kita berteman saja?"
"Saya mau lanjut saja, Neng."
Saya menghela napas. Nah.
Kalau sudah mau lebih jauh selain berkenalan, saya belum pengalaman.
"Neng gimana?" katanya dari seberang sana.
"Mm... kalau gitu, aku minta waktu."
"Maksudnya?"
"Aku minta waktu buat mempertimbangkannya lagi ... dengan serius." *terus yg kemaren itu emangnya maen-maen ya Neng? -_-
"Kalau minta waktu sebulan gimana?" lanjut saya.
Ada hela napas berat di sana.
"2 minggu bisa?"
Ada gerundelan nyaring di hatinya *ciaelah dari kapan bisa baca hati orang
"Sepertinya ... aku agak ketergantungan sudah denger suara Neng." *eaaa buka rahasia si aa
"Nah kan ..."
"Iya, makanya aku mau lanjut. Biar lebih tenang aja, tapi waktu selama 2 minggu rasanya terlalu lama. Seminggu sepertinya cukup, Neng."

Insyaallah.
Dengan waktu seperti itu, saya kembali memantapkan niat, mencari kepastian agar tak salah mengira bahwa Aa bisa jadi imam yang baik untuk saya kedepannya. Pun meminta pendapat orang-orang terdekat, bagaimana dan sebaiknya apa. Kelak jika kalian, wahai para single, akan menghadapi pertimbangan mengenai jodoh, jangan sekali-kali abaikan saran dan pendapat dari mereka. Sebab kita kelak tak cuma menyatukan 2 insan, tetapi 2 keluarga besar.
Mamah tetap orang yang paling sulit menerima kenyataan bahwa saya dikenalin mulu ke orang jauh. Tapi yaa ... yang namanya jodoh memang misteri. Sekalipun menolaknya sampai jatuh bangun, ia akan tetap sampai pada yang telah digariskan. Biar mengejarnya hingga ufuk barat sekalipun, kalau Dia bilang tidak ya takkan pernah sampai. Makanya kalau cinta tidak usah berlebihan, sebab seringnya ia cuma dorongan nafsu sesaat.

Desember 2012, bergetar saya berkata 'Ya' padanya untuk meminang saya pada tahap selanjutnya. Saya mendoakan keikhlasan dan ridho orangtua serta Illahi sajalah, sebab takkan ada lagi yang memuluskan langkah selain itu.

Semula saya agak sangsi, apa bisa keluarganya menerima saya sementara orangtuanya saja belum pernah berhadapan langsung dengan saya. Tetapi apa yang terjadi atas kehendakNya, ya terjadilah. Saya ingat sekali 10 Februari 2013, A Andri beserta keluarganya tiba di kediaman kami bakda Dzuhur. Alhamdulillah, di hari itu juga saya resmi 'diikat' komitmen seorang pria yang insyaallah bertanggungjawab. Karena saya tahu komitmen itu nilai tertinggi dari sebuah kesepakatan, saya tahu persis bagaimana menghormatinya.

credit

Rasanya seperti mimpi.
Saya sudah resmi memiliki calon suami, oi! Berkali-kali saya lirik cincin pemberiannya. Sebenarnya itu hanya simbolis saja, dengan ucapan 'lamaran diterima' saja sudah cukup. Komunikasi kami jadi mengarah seputar perencanaan keuangan, tabungan anak dan pendidikannya, program pemantapan rohani, ide-ide di luar bidang seputar wirausaha, meluruskan hobi positif hingga rencana membuat kebun organik saja kami bicarakan :D

bersambung

 
Powered by Blogger.