Saturday, November 29, 2014

Bukan Cinta Sekilas Mata

"Mengapa pria bisa setega itu ya ..."
Saya menyimbolkan diri dengan mengerutkan dahi.
"Aku sudah sampai di pengadilan tadi."
"Mau mengurus itu?"
"Tidak, hanya tanya-tanya."

...

Saya ini orang datar, sebenarnya. Menemukan 'cinta' sejati saja butuh waktu khusus bermuhasabah dahulu. Lalu bagaimana kalau seseorang bertanya. "Apa kamu bisa mudah memutus cinta lalu mencari yang lain dalam waktu singkat?"
Saya ditanya begitu oleh seorang wanita berumur 40 tahunan, sebut saja Ceceu. Profesinya sebagai tukang pijat, tapi orang-orang mungkin lebih familiar kalau menyebutnya sebagai dukun bayi. Mukanya bersih putih, malah saya kira masih umur 30an ... orangnya sigap dan cekatan, sehingga kami kira dia tidak betah di rumah saking 'terburu-buru'nya. Ia sering mengomel soal kebersihan selepas melahirkan, tentu dengan memberi tips cuma-cuma seputar kecantikan. Punya 3 anak, jagoan semua. Namun entah dengan suaminya.

source
Katanya, Ceceu adalah seorang istri dari lelaki Betawi yang kabarnya sering tenggelam. Maksudnya, suami Ceceu ini tidak jelas keberadaannya, kadang pulang sebulanan, kadang juga nyaris 6 bulan. Tak ada nafkah. Konon malah karena Ceceu terlalu kerja keras di kota orang, anaknya sampai tak mengenalnya sebagai ibu, tapi sebagai Uwak. Menangis sejadi-jadinyalah Ceceu mengetahui bahwa anak yang dulu masih balita itu tak pernah dikasih tahu yang mana ibunya. Maka kembalilah dia ke Kuningan, dengan resiko tak sering bertemu dengan suaminya.

Sekian tahun tak dinafkahi bagi Ceceu sudah biasa. Anak-anak sudah besar, saya kira dia sudah sangat fokus dengan menafkahi kebutuhan sehari-harinya saja, nyatanya tidak.
Banyak yang menyarankan agar statusnya dipastikan saja lewat pengadilan agama (baca: cerai sepihak), karena siapa tahu ada lelaki lain yang lebih baik ingin memperistrinya? Dengan nada bercanda, Ceceu cuma menertawakan keadaannya yang tak lagi muda, dan kemungkinan kecil memikirkan pernikahan kedua.

Lalu pada siaran entertainmen pagi itu, ia banyak mengomentari artis yang sudah beberapa kali kawin-cerai yang kini membahas hal serupa dengan pernikahan ke sekian kalinya.
"Neng, artis kok bisa mudahnya pindah ke lain hati."
"Sensasi, Ceu ..."
"Sepertinya pernikahan cuma jadi permainan saja ya."
"Yah ... artis ... nggak tahu juga apa yang ada di pikiran mereka."
"Terus kok bisa ya melupakan cinta begitu saja? Neng gitu juga nggak?"
"..." (muter-muter otak mikirin cinta)
"Ceceu rasanya gak bisa kayak gitu. Biar suami salah, Ceceu tetap aja belain. Goblok memang. Apa ya ... Ceceu sudah cinta sama suami. Melepas begitu aja mana bisa!"
"..."
"Eh Neng, kalau cerai bisa balik lagi gak?"
"Bisa. Kecuali ditalak tiga kali."
"Oh."

Begitulah.
Entah ada angin apa yang membawa Ceceu ke pengadilan agama tepat di samping rumah kami ini, semoga dijauhkan dari segala keburukan. Tak bisa saya ikut campur akan urusannya sekalipun tahu permasalahannya. Mungkin jika waktu itu ada orangtua saya, perasaannya bisa lebih ringan. Apa daya saya tak bisa menyarankan apa-apa, pun karena pernikahan saya sendiri baru menginjak 1 tahun. Waktu yang terlalu muda untuk menyarankan ini dan itu. Hanya pembelajaran cinta yang bisa saya dapatkan dari sekelumit perjalanan seorang manusia.


Friday, November 28, 2014

Si Gadis!

Seperti diingatkan, saya belum mengenalkan gadis baru dalam kehidupaan saya. Makasih sudah mengingatkan ya Mbak Rien :)

Awal karier saya sebagai orangtua telah dimulai sejak 25 Agustus 2014, tepat adzan maghrib ... seorang gadis telah lahir di RS Wijaya Kusuma. Sadar-sadar saya merasa tengah diangkat ke pembaringan. Obat bius sudah sangat memengaruhi penglihatan. Katup mata rasanya berat sekali, pun tubuh menggigil hebat padahal tangan saya tak dingin sama sekali.
Sudahlah, kalian tak perlu tahu bagaimana rasanya. Yang terpenting ialah bagaimana saya bisa menemui si gadis secepatnya, karena tak mau dia terus-terusan minum sufor. Sudah tahu dia agak 'sakit', perawat malah tak cepat mempertemukan kami. Maka dalam waktu 12 jam, saya paksakan untuk berdiri, dibantu suami tersayang melangkah perlahan menuju ruang bayi.

Selama beberapa waktu, perasaan kamu-anak-saya? sepertinya masih menggejala. Maklum, operasi yang memang tak merasakan sakitnya proses melahirkan lewat normal sering dianggap tak seimbang dengan perjuangan seorang ibu.
Dulu memang sempat kepikiran, tapi setelah banyak sharing dengan teman, saya tak ambil pusing. Hal terpenting yang bisa saya lakukan hanya bersyukur ... bahwa saya tak perlu merasa sakit seperti yang lain apalagi mengalami sindrom baby blues, ataupun sampai pendarahan bahkan kehilangan nyawa saking tidak kuatnya kondisi sang ibu. Juga tak lupa bersyukur atas meruahnya ASI yang bisa saya beri untuk si gadis (walau 3-4 hari hanya mengeluarkan sedikit cairan bening) :')

Jadi tepat tanggal 25 November kemarin adalah usianya yang ke-3 bulan.

Tak terasa dia sudah mulai memiringkan tubuhnya, walau BBnya tak termasuk gemuk, tak apalah yang penting dia sehat ... sudah melewati masa gejala kuning ... sudah cukup berisi dibandingkan awal-awal ia lahir.
Afiqa Adwa Nugroho

Semoga shalihat ya Nak, membanggakan Rasul kita, juga menjadi panutan terpuji karena akhlakmu.
Semoga selalu sehat, ceria dan ikut membahagiakan orang-orang di sekelilingmu ...

Wednesday, November 26, 2014

Unexpected Friend

Sudah sekitar 9 tahun selepas lulus dari SMA, banyak sekali perubahan yang terjadi. Mulai dari lingkungan, cara pandang hidup, pencarian jati diri yang sepertinya belum puas berbenah, juga orang-orang 'pilihan' buat menjadi teman.

Beberapa tahun silam seorang teman pernah bertanya "Apa makna 'sahabat' buatmu Ve?"
Perlu bolak-balik berpikir untuk menjawabnya. Bagi saya yang berteman akrab dengan beberapa orang saja tentu saja merasa aneh juga kenapa teman sekelas saya ini bertanya demikian pada orang seperti saya. Teman saya ini sebenarnya bukan tak punya sahabat. Saya berani memastikan dia punya lebih banyak sahabat dari saya, bahkan rasanya saya bukan seorang 'sahabat' untuknya. Hanya saja, akhirnya saya menjawab begini: "Sahabat itu ... ketika yang lain melupakan, tapi ia mengingatmu walau kalian tak bertegur sapa."
Daaaan ... saya sadari sekarang bahwa itu salah.

Sahabat tidak cuma mengingat, tapi lebih mengarah pada 'gelar'. Pernah baca saja bahwa dalam periwayatan Rasulullah saw tak pernah disebutkan soal 'teman' ataupun 'kawan' :))
'Sahabat' merupakan 'gelar' tinggi untuk hal ini. Wah, saya jadi tak mau main-main pakai ngomong 'Kamu sahabatku!' segampang itu ^__^'
Kok ngomongin sahabat sih, Madam? *eaa efek post-nikah :))
Yah, simak dulu deh cerita saya~

Singkat cerita saat menikah 6 Juli 2013 kemarin, saya tak banyak mengundang resmi teman-teman semasa sekolah. Banyak faktor, selain waktu yang terbatas untuk mengirim undangan, banyak dari mereka tak berdomisili di Kuningan lagi. Maka dengan fast invitation a la masa kini, saya manfaatkan social media untuk mengundangnya. Beberapa teman dumay malah saya kirim undangan real karena selama saya berteman dengan mereka ada banyak kenangan yang membekas dan rasanya kami sudah sangat dekat saking akrabnya :D

Dan benarlah sesuai perkiraan, bahwa teman yang menghadiri undangan bisa dihitung jari. Justru teman-teman semasa ngekos kuliah malah datang, sampai terharu karena tahu mereka datang dari kota jauh.
Tidak saya sangka, teman seangkatan SMA ... yang notabene tidak pernah sekelas, hanya temanan satu organisasi, jarang tegur-sapa ... cowok lagi!

source

Kami cuma sekedar tahu, tak pernah ngobrol lama. Yang saya takjub juga adalah saat dia main ke Jogja, yang diingat ternyata saya. Weits, jangan mikir macam-macam lho ... dia awalnya minta info anak-anak alumni yang berada di Jogja, agar bisa ikut numpang nginep. Lumayan kan ... gratis~
Saya juga menyanggupi untuk ketemuan di Malioboro (semua orang tahu dooong) biar gampang nandain tempat. Dengan minta anter teman langgan mbonceng, bertemulah kami di sana.

Trenyuh begitu mendengar ceritanya, bahwa saya juga merasakan siapa yang kamu anggap teman bukan berarti demikian bagi mereka. Seorang teman sekampung datang ke kota yang baru baginya, ada 'teman' untuknya tapi tak dipedulikan. Dia sedikit mengungkapkan kekecewaannya, bahwa tidak sedikit 'teman-temannya' sudah tak lagi menganggapnya teman. Mungkin saya salah satu dari sedikit teman yang tak keberatan main sebentar untuk sekedar berbincang ringan dan menyambung komunikasi. Bener lho, kalau mau ngajak ketemuan saya pasti sempatkan waktunya, cuman selama ini jarang ada yang ngajak ... *menatap tanah
Well, teringat note kecil yang pernah saya baca bahwa teman maupun 'sahabat' itu toh akan berganti ketika menapaki fase demi fase kehidupan. Apa sih yang abadi?

Pun ketika teman saya ini mau balik, ia sengaja datang ke kos saya yang sumpeknya naudubillah ... hanya untuk berpamitan. Pantesan dia nanya-nanya jalan lewat telepon. Saya pikir cuma telepon ataupun SMS saja kan bisa, toh saya bisa sangat maklum karena tak tahu jalan.
Sama juga saat menjelang saya lulus, dia sempat datang berkunjung ke rumah beberapa bulan selepas Ramadhan. Ebuseeet ... itu saya belom mandi lohh, dan saya dikira lagi tidur doang *eaa malah bangga~
Datangnya kali ini sama mantan adek kelas kami, walau sebenarnya saya nebak sudah naik pangkat jadi calon istrinya sih :))
Masyaallah! Masyaallah!
source

Satu pembelajaran berharga dari orang yang tidak saya sangka-sangka, niatan silaturahimnya kuat sekali. Semoga saya bisa datang ke pernikahanmu nanti yak, saya bisa malu 7 bulanan kalau sampai melewatkannya begitu saja.

Selepas menikah ... seperti biasa tak banyak berkomunikasi dengan teman-teman, kecuali beberapa orang yang biasa saya 'ganggu' :)) tapi teman cowok saya ini pernah menanyakan nomor hp saya pada salah satu teman lama juga. Hehh? Iya saya agak heran. Kan bisa lewat inbox social media, pun setelah saya beritahu nomornya dia belum pernah menghubungi.

Nah, jadi pembuka awal itu nyambung gak sama inti cerita saya? ( '  ') ...

Tuesday, November 25, 2014

Miss Blogging

Nggak bisa mangkir bahwa kenyataan memiliki anak akan sangat menyedot perhatian, terlebih balita. Dari kehamilan yang saya-bingung-mengungkapkannya hingga kini dititipi anak newborn (oh, happy 3 months my gadis!), tiba-tiba saja merasa kehilangan waktu yang amat panjang. Maksudnya saya baru mengira bahwa mungkin selama berbulan-bulan kemarin saya sedang tidak begitu bahagia. Bukan karena kehamilannya, bukan karena ditinggal kerja suami ataupun jauh dari orang-orang tercinta ... tapi waktu yang dirasa sia-sia.
Saya tak mau cerita, karena masalah ini sepertinya aib bagi saya.
Pun ketika si gadis lahir ke Bumi (thanks for your strength to stay health!), masalah ini tetap saja sangat menggelitik. Sampai detik ini rasanya ghirahnya meningkat drastis begitu bersentuhan dengan keyboard laptop.
Selama kemarin gairahnya menurun drastis. Lhe memang aneh ya? Ini lagi girang-girangnya main sama anak malah banyak ide bermunculan. Fasilitas internetan memang bisa didapat dari tab ataupun hape jadul saya, tapiii ... tapiii ... beda sekali dibanding laptop. Rasa-rasanya isi dunia langsung terbentang gitu internetan di laptop.

source

Doakan kami punya laptop untuk hal-hal positif.
Saya kangen para fans nulis.

 
Powered by Blogger.