Tuesday, November 29, 2011

Apa Dosa Komik? (3)

Terus saya ingat sesuatu... yang bikin kesal, soal pertanyaan 10 tahun lalu.
Kalau tidak SMP, mungkin SMA.

Seorang teman bertanya dengan cukup seriusnya, "Kamu suka baca ya Ve?"
Waktu itu saya cuma memberi pandangan kamu-kok-tumben-tanya-gitu.

"Bukan apa-apa, pengen tau aja."
Saya jawab dengan anggukan kepala. Skeptis.

"... tapi komik ya?"

Mendengarnya saja membuat saya melempar pandangan kamu-mau-nanya-apa-sih (tandatanya raksasa). Kata "tapi" itu lho.

Saya langsung tanya balik "Baca komik itu salah?"
"Enggaklah, aku cuma pengen tau aja."

Gegara pertanyaan itu saya ingat pernah mengalahkan prestasi akademiknya.
Apa karena itu? *maaf prasangka saya jelek

Kalau mau pengakuan saya, tak setiap lembar buku pelajaran itu menarik.
Jadi saking menariknya komik, saya lebih betah menghabiskan waktu membaca itu ketimbang buku paket sekolah.

Semoga kamu-yang-bertanya-soal-komik bisa memahami, orang juga punya pilihan sendiri atas buku yang mau dia baca. Bahasa kerennya: selera.

Tolong. Jangan deskriminasikan mereka yang suka komik dengan nada bicara dan tatapan itu. Benar-benar tidak enak lho, seakan-akan kamu bilang "Ga usah temenan sama gue kalo bacaan lu gitu doang".

Tapi lebih baik membaca daripada tidak sama sekali, kan?





Hujan 29 November 2011

dari seorang anak yang bersyukur tak kehilangan waktu untuk membaca buku anak-anak

Apa Dosa Komik? (2)

cerita sebelumnya

Curcol dikit deh...

Dulu sewaktu kecil saya sering main ke lapak Apak. Beliau menjual kitab hingga alat tulis.
Walau tak semegah Gramedia ataupun Togamas (memang bukan sandingan yg tepat sih ), entah mengapa ada semacam magnet tersendiri ketika saya menyentuh dan membuka lembaran buku cerita rakyat.

Tahu kan buku-buku cerita rakyat jadul seperti apa? Biasanya bergambar minimalis hitam-putih, dengan font 14 spasi 1,5... yang tebalnya satu senti saja tidak ^^
Banyak sekali, nangkring di dekat rak buku pelajaran sekolah.

Tapi ya ngunu kae lah.
Dengan segala keterbatasan yang ada saat itu saya berulang-ulang membacanya sampai bosan, melihat-lihat segala tumpukan buku serupa dan berharap ada judul yang baru.
Sekarang kalau ditanya cerita rakyat, mesti saya bisa... garuk-garuk kepala... *lupa!

Hal yang membahagiakan adalah saat saya ikut 'tamasya buku' (baca: belanja grosiran buku) rutin Apak ke Cirebon.

Ada sebuah toko sempit di daerah Gunungsari yang mempertemukan saya dengan tahu aci sambel petis dan buku-buku Anderson. Yiha!
Buku-buku besar tipis berwarna-warni dengan gambar keren, dan kertas yang bagus. Uw


*tu bi kontinyud*

Apa Dosa Komik? (1)

Sebel juga kalau ingat.


Saya memang bukan siswa jenius semasa sekolah.
Saya akhirnya bisa menyimpulkan bahwa sekolah tak menjadikan seorang siswa itu pandai.
Ia hanya sebatas salah satu tempat belajar dan berkenalan. Siswa diajarkan untuk menjadi 'bisa' dan sebenarnya kan tak dituntut untuk menjawab semua pertanyaan.
Setidaknya begitu menurut saya.


Oh maaf, ngalor-ngidul sebentar.

Kembali soal sebel tadi.
Saya juga tak pernah tahu apa masalah salah seorang teman saya sampai bertanya hal yang... apa-maksudnya-sih?

Coba pikirkan ketika menemui kasus begini:

Anak yang sejak kecilnya hanya berhadapan dengan gambar minimalis yang terbatas, suatu kali dipertemukan dengan rak-rak penuh buku yang kaya dengan berbagai macam gambar dengan kemasan bagus. Kira-kira apa yang dipikirkannya?

Harta karun.

Sepakat?

*tu bi kontinyud*

Friday, November 11, 2011

Monday, November 7, 2011

Berkurban...




Berkurban itu... tak selalu hewan dan dikondisikan secara fisik.
Berkurban itu... ketika harus rela menjadi tukang foto dadakan oleh adik sendiri...

Ra jelas? Emang kok.

Thursday, November 3, 2011

 
Powered by Blogger.