Tuesday, August 12, 2014

Benda Multifungsi: Sarung

Sarung yang selama ini dikenal dekat dengan pria Jumatan, sangat bersahabat pula dengan saya. Jadi saya=dekat dengan pria Jumatan? Ohoho mari kita gak udah bahas itu ...

source
Sebenarnya gak dari awal juga saya suka dekat-dekat dengan sarung, mulanya ialah saat saya di bangku perkuliahan. Bukan maksudnya saya suka bawa sarung saat kuliah lho, tapi dialah yang membuat malam saya selalu hangat walau kamar kos bocor kemana-mana.
Sarung berwarna hijau cerah yang identik motif kotak-kotak itu sudah sangat setia jadi selimut saya kala tidur. Mungkin di benak teman saya membatin miris "Segitu miskinnya kah kamu sampai selimut aja ga punyaaa" hahaha ... *turut prihatin pada seorang teman yang pernah 'mencicip' tempat tidur saya saat KKN dulu :))
Awalnya saya pakai sarung itu sempat 'disinisi' teman kos. Bukan sinis sih, cuma pandangan mereka seakan berkata gue-gak-bakal-pakek-gituan! Seiring berjalannya waktu, jadwal bioskop kosan pindah dari kamar teman ke kamar saya. Alhamdulillah, punya laptop yang dipasang TV tuner itu udah berasa kaya raya banget di sana. Alhasil teman-teman betah nongkrongin kamar sampai malam. Begitu nyamannya saya pakai sarung ketika musim hujan tiba, teman-teman mulai mempertanyakan apa badan saya baik-baik saja dengan itu?
Singkat cerita, mereka mencoba sendiri memakai sarung saat berkumpul. Hasilnya? Tiap nongkrong time mereka selalu pakai sarung ketimbang selimut bedcover tebal untuk menghalau dingin :))

Selepas menikah, saya sudah agak menjauh dari sarung *gak nangis dong
Sarung 2 biji hanya diperuntukkan untuk ibadah sholat suami, dan saya cukupkan pakai selimut untuk kebutuhan tidur. Tapi bukan berarti saya lepas si sarung begitu saja.
Ceritanya saya hamil tua ini sudah mulai kesulitan bergerak. Beberapa area tubuh rasa-rasanya lebih baik tidak melakukan aktivitas berlebihan. Bayangpun, sekarang mau pakai mukena bawah saja mulai kesulitan. Tapi saya tak mau itu jadi kendala besar, yang namanya mau dikasih anugerah Allah kok ngeluh? :)
Singkat cerita, hal yang sering dialami bumil adalah BAK yang terus kebelet dengan intensitas berlebih dibandingkan saat tidak hamil. Masalah terbesar saya adalah tidak punya rok karet. Kenapa harus rok?
Simpelnya, saya khawatir air seni yang keluar akan nyiprat kemana-mana termasuk celana panjang, misalnya. Kalau daster mah tak masalah, tapi pada saat daster masih di wadah cucian ... masalah besar dong. Lagi-lagi, sarunglah yang membantu saya dalam urusan pengganti rok :D

Ada hal yang mengherankan saat awal kepulangan saya ke Kuningan. Melihat ponakan saya yang baru sebiji, bukan hal aneh kalau dia tak mengenali saya karena sudah hampir setahun lamanya saya tak bertemu muka. Tapi ada kebiasaan yang membuat saya mengerutkan dahi.
Sepanjang Ramadhan ini keluarga kecil kakak saya menginap di rumah. Dalam beberapa hari saja, saya bisa tahu kebiasaan orang-orang di rumah termasuk cara kakak menidurkan anaknya. Jadi, malam-malam saat saya terbangun ... kakak saya tengah 'mengalungkan' sarung di pundaknya. Di dalam sarung itulah ada ponakan saya. Singkatnya, si sarung telah jadi alat praktis untuk ayunan ternyata ... -__-

Begitulah sedikit tentang persahabatan saya dengan sarung. Ada pengalaman kalian yang gak kalah uniknya dengan sarung? Dijadikan sebagai taplak meja darurat misalnya... :))
Sudah ah, dzuhuran dulu~

Monday, August 11, 2014

Selamat Lebaran 1 Syawal 1435 H

Telat sekitar 12 hari .... :))
Gakpapalah, yang penting saya turut mengucapkan karena mungkin banyak terdapat tulisan yang nyeleneh, cenderung mengejek maupun bersenda gurau yang tak pada tempatnya selama menghuni blogspot. Oleh karenanya, saya haturkan permohonan maaf yang mendalam, karena sakit hati mungkin tak pernah terganti walau waktu tetap mendetik. Semoga Allah membalas maaf yang penuh ikhlas dari pengunjung semua :)

foto diambil saat sedang silaturahim ke tempat nenek
Cerita sedikit soal kemuraman saya pada lebaran akhir Juli ini, lagi-lagi saya tak bisa berkumpul dengan suami tercinta. Ini merupakan kali kedua tahun pernikahan kami yang diharuskan LDR; saya di Kuningan dan aa di laut (gak kumpul juga sama keluarganya disana). Saya tidak sedih, hanya merasa kesepian sepanjang waktu tanpanya *eaa
Herannya, kadang saat dekat kami malah sering jahil-menjahili sampai kadang rasa jengkel mencuat. Tapi yaa, sejengkel-jengkelnya perasaan toh tetap saja ada rindu karena seringnya kami hidup terpisah dibanding berdua (ujiang oh ujian :p). Tapi yang namanya sudah komit, mau tak mau harus dijalani. Mungkin saja di masa mendatang nanti Allah telah siapkan pekerjaan yang membuatnya bisa berada di rumah setiap hari, atau mungkin ada rezeki tak terduga, atau dik bayi bikin penjemputan nafkah makin mudah, deras dan luwes. Aamiin ... setiap harapan saya yakin adalah sebuah doa.

Oh ya, sebelumnya saya belum pernah cerita ya?
Seperti kebanyakan pasutri baru menikah, tentu salah satu tujuan menikah adalah meneruskan garis keturunan. Sengaja saya yang meminta menunda beberapa bulan untuk program anak, karena pertimbangan nomaden yang dikhawatirkan berimbas buruk pada janin. Hingga akhirnya kami merasa sudah cukup jalan-jalan mengenal daerah baru, sudah mulai menetap di satu tempat, dan mulai rindu celoteh balita (ciee) barulah program dilakukan. Setelah sekitar 5-6 bulan lamanya kami menunda, program kami tak perlu ditunggu lama karena Allah segera memberi kepercayaan kami berupa testpack positif saat janin menginjak usia 2 bulan. Alhamdulillah.

Jadi saat saya pulang ke Kuningan untuk lebaran sekaligus lahiran di sana, pandangan keluarga pada fokus ke perut semua :)) Alhamdulillah, tak perlu mendapat pertanyaan menjengkelkan seperti yang terdahulu (kapan lulus? mana pacarnya? kapan nikah?). Pertanyaan mainstream kali ini adalah: "Berapa bulan?" dan "Suamimu mana?", hahaha ...

Segitu dulu deh tulisannya, topik lagi bisa disambung dan direquest, haha ...

 
Powered by Blogger.