Thursday, September 30, 2010

Kembali Membumi

Berkali-kali saya dipertemukan dengan orang-orang hebat. Saking hebatnya saya sering dibuat ciut dan merasa lumpuh karena tak ada yang bisa jadi kebanggaan.
Berhadapan dengan merekapun sering membuat lidah kelu. Hanya melongo seperti kerbau saat dipaksa pentas di ajang berbakat.

Malu rasanya menyadari ada banyak keliru saat berhubungan dengan mereka. Di balik punggung, mungkin saja mereka membatin saya 'orang dungu'.
Namun demikian, saya yakin saya tidak bodoh. Saya disekolahkan dan saya bukan pelacur yang konon dapat membumihanguskan sebuah sekolah.

Perjalanan menuju kos masih jauh. Dan bertemu dengan orang-orang barupun sudah sebuah takdir.
Lalu saya sadari sepenuhnya, ada banyak orang dimana tanahnya saya pijak ini. Sepertinya mereka senewen dengan saya. Sepertinya mereka menggerutu seolah ocehannya tak pernah saya gubris.

Tiba-tiba saya tersentak sendiri. Apa hak saya merasa sesentimen ini?
Mereka yang memijak tanah, tentu tahu ada kejadian apa saja dari senti-senti langkah itu.
Saya menatap sahabat saya di layar kemudi, berkonsentrasi di jalanan sementara kepalanya tengah migrain berat. Di seberang saya berjajar bapak-bapak becak menunggu pelanggan, kayuhan mereka pasti jauh lebih berat demi uang beberapa rupiah.
Seorang ibu cekakakan dengan tetangganya di teras rumah, sementara otak saya seakan mengadakan seminar kewanitaan 'mampukah kelak kamu menjadi seorang ibu?'.

Banyak sekali emas yang terhampar di tanah. Mungkin inilah waktunya saya menunduk dan menatap sekitar. Saya jengah menatap langit yang sering menyilaukan mata.

Kalaulah bukan penghuni Bumi yang menepuk pundak dan mengajak saya beredar sebentar melemaskan otot leher, mungkin saya cacat karena kram menatap angkasa. Saya ini penghuni Bumi yang membandingkan diri dengan penghuni Langit. Amat jauh berjeda jika saya tak menaiki roket.

Terimakasih, pada emas-emas yang bersembunyi malu di dasar tanah. Kalian benar-benar hebat.





Jogja terik ditemani sebotol Jeniper,
30 September 2010

..teruntuk teman-teman yang tengah bertempur menaklukkan skripsi dan tugas akhir.. Kita bisa menuju hingga akhir, nikmatilah saat-saat ini.

Sinetron di Terik Senja


Siang ini terik, tapi tak menyurutkan hasrat sohib cantik saya Pie untuk jajan mie ayam. Ngidam katanya. Yuk mari saya temani membelinya.

Di sebelah gerobak mie ayam, nongkrong pula jajanan cilok dan cireng, tengah sepi pembeli. Namun tak lama kemudian ada seorang wanita seksih (karena memakai jeans superpendek yang belakangan jadi tren di masyarakat), serta seorang gadis cilik kurus kira2 sepinggangnya (mungkin anaknya). Oo, penggemar cilok ternyata.

Mulanya tak saya perhatikan, wong sama2 pembeli (sama2 wanita pula, ngapain coba? ^_^").
Lama2 saya mendengar seseorang berseru keras. Otomatis saya menoleh.

Gadis cilik itu tengah berusaha menuntun motor wanita tersebut sementara si wanita berteriak2 agar dia tuntun dengan benar (mungkin letak parkirnya tadi agak mengganggu lalu lalang kendaraan lain).

BRAAAK!
Sang motor jatuh, nyaris menimpa si gadis. Sedetik-dua detik tak ada reaksi apapun antara mereka berdua.

Wanita itu ambil satu langkah menghampiri si gadis.
Memukul keras2 di lengan kanannya sampai 3 kali, seraya memberdirikan kembali motornya.
Gadis cilik itu hanya memejamkan mata, seperti pasrah saja diperlakukan begitu, tapi tetap membantu memberdirikan motor.

Saya masih terpana mendapati kejadian tersebut.
Begitu mereka melintas melewati kami, masih kuingat dengan jelas si gadis terus memegang lengannya itu...
.



.
Baru saja saya membikin penggalan cerita tentang seorang wanita luarbiasa kemarin.
Tapi rupanya wanita pada kenyataan di atas tak pernah selalu puitis seperti dalam fiksi, sajak maupun puisi.

Saya tak pernah berharap melihat adegan yang merendahkan kaum Hawa seperti ini *setidaknya cukup disaksikan dalam sinetron2 konyol itu saja..
Entah beliau tak pernah tahu indahnya mahkota bunga ketika mekar, entah beliau tak pernah merasakan manisnya cokelat... *apa pula maksudna ^^
.
.

"...Dengan cara sangat khusus, roh dan cinta dicampurkan. Dan cinta yang sangat halus menghilang dalam campuran..." (Debu- Nyawa dan Cinta)
Dan ketika sepasang pengantin dianugerahi anak, maka Allah telah mempercayakan mereka untuk dititipi sebuah nyawa untuk dirawat baik.

.
Wanita itu diciptakan amat lembut. Bukan untuk dijadikan serpih2 kecil, tetapi agar orang2 tercintanya merasa tenang bersamanya.

Wanita itu diciptakan dengan teramat kuat. Bukan untuk menjadi monster, tetapi untuk menopang orang2 tercintanya ketika bersedih.
.

.

.
Maghrib penuh rahmat,
dikencani kopi susu panas dan kue salju keju.
19 syawal 1431/28 September 2010


*maaf atas pemberian judul yang aneh
*maaf juga ulasan wanitanya hanya seadanya yang pernah saya baca.. -^^-

Tuesday, September 21, 2010

Kebun Stroberi




Maaf yah, lagi-lagi saya jelalatan kalo liat awan lagi cerah, tambah lagi hijaunya seger-seger begitu... keasyikan jepret-jepret di jalan deh ^^

Tapi jatah di kebun masih ada.
Ceritanya sepulangnya kami dari Cigugur di hari kedua itu, saya diberitahu oleh Teteh Tris bahwa di daerah sana ada Sanggar batik. Awalnya saya ingin ke sana sekalian biar tahu tempat *nah, nah ketauan kupernya*
Pilihan kami ada 2: ke Gedung Tripanca ataukah ke kebun stroberi. Keduanya bahkan malah belum diketahui keluarga saya (haduuuh, diragukan keaslian asalnya). Karena anak2 lebih tertarik pada kata 'stroberi', jadilah kita pending sanggar batik.
Sebenarnya, kebun stroberi sendiri berada jauh sebelum naik ke Palutungan (dimana ada tempat Curug/air terjun Putri). Tapi berhubung penasaran juga ingin tahu yang namanya kawasan Palutungan, kami terus naik, naik, naik, ke sana... eee, ternyata tiap orang harus bayar 7 ribu, hmm dipikir2 kok berat di tiket ya...
Akhirnya kami putar baliklah itu stir mobil.. haha, memang ga niat ke sana toh?

Cuaca cerah luarbiasa, awan sedang cantik-cantiknya, udara juga bersih... bebas dihirup dengan bahagia *halahh, apa inih..
Perburuan stroberi dimulai, tapi harus cukup puas karena buah2nya tinggal sedikit akibat diburu pas lebaran kemarin. Ya sudahlah....
Walau tak cukup puas karena pengelolaan wisatanya belum dioptimalkan sepenuhnya, kami senang bisa dapat oleh2 4 pak stroberi :d

Kalau kalian ga sengaja lewat Kuningan, ga ada salahnya mampir ke mari kok *ikut promo dikitttt ^^

Kolam Cigugur




Hampir seminggu lebih keluarga bibi saya liburan di Kuningan. Kalau dulu liburannya sebatas flying foxdi Waduk Darma, kali ini kami berlibur ke Cigugur.

Kolam Cigugur terletak di Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Ikan Nilem yang berada dalam Kolam Cigugur dipercaya dapat menjadi terapi bagi kulit. Atas informasi itulah kami menuju ke sana.

Ikan Dewa
Pada awalnya Kolam Cigugur bernama Kolam Ikan Keramat karena menampung ikan dewa atau ikan kancra bodas (ikan mas putih). Ikan ini dibilang keramat karena populasinya terbatas dan sulit dibudidayakan. Agar tidak punah, ikan pun dikeramatkan.

Menurut legenda ikan dewa tidak boleh dipindah atau dibawa sembarangan karena bisa berakibat buruk bagi yang mengambil. Konon, Kolam Cigugur terbentuk karena Sunan Gunung Jati menancapkan tongkatnya ke tanah di desa itu saat mencari air untuk wudlu. Sumber mata air itu masih ada di kolam terkecil dari tiga kolam yang ada. sumber asli


2 hari berturut-turut kami ke sana, haha....
Karena hari pertama kolamnya sangat penuh (sore hari sekitar pkl 4), beberapa dari kami merasa tak puas. Akhirnya keesokan pagi harinya, kami kembali ke sana. Wuuu... dingiiiinnn.... masih sepi pula...
bersantailah kami di sana bersama ikan-ikan kolam ^^

Silaturahim




Hmm.. judulnya ga nyambung2 amat sih...
Yang pasti selama saya di kampung, beberapa saudari saya baru punya adik-adik lucu imut ini -^^-

Monday, September 20, 2010

Taman Sari Yogyakarta




Ceritanya, ini kencan mendadak pas puasa, my Pie belum pernah ke Tamansari. Okelah akhirnya saya nemenin dia...
Lagi terik matahari, dua anak manis ini nekat berkunjung. Udah tahu bakalan panas menyengat, apalagi tepat jam 11.... di awal ramadhan. Subhanalloh panas...
Tapi di tengah kemelut hawa panas itu...
masih ada secercah cahaya narsis... di hati kami... *halahh

Saturday, September 18, 2010

'Kencan' Malam Minggu

Emak saya datang, hanya sebentar untuk menyampaikan pesan bahwa beliau tak bisa ikut arisan haji esok hari. Maksud hati ingin menemani mencari kahar (delman), tapi ternyata akhirnya saya menemani beliau pulang karena hari sudah maghrib. Tak tega rasanya membiarkan beliau pulang sendiri tertatih-tatih karena usia. Lewat stadion pula… jalanan pasti sudah agak lengang.

Sepulangnya dari rumah Emak, rumah masih sepi. Orangtua belum pulang dan saya menemukan sandal ukuran besar bergaya bapak-bapak di depan tangga. Olala… ada siapa ya?

Kucluk-kucluk saya menemui Mi yang kebetulan tengah berbuka dengan sepiring nasi di tangan.

“Teteh, ada Pak Azi. Mau ke Apak katanya…” *nama disamarkan agar saya tak dituntut *
“Pak Azi mana?” Terus terang walaupun sering mendengar nama beliau, tetap saja saya jarang menemui para tamu Apak.
“Ya yang itu deh pokoknya mah. Orangnya lagi sholat, tuh.”

 Dalam hati saya agak waswas juga. Pernah ada tamu Apak yang setengah stress masuk ke rumah tanpa permisi, dia menanyakan Apak dan menggasak makanan di meja (wohh, bahasanyaaa). Mamah cuma bisa diem kesel ngeliatin si tamu yang asyik banget makan dengan santainya, padahal tahu sendiri Apak sedang tak berada di rumah.

Bukan masalah makanannya, tapi khawatir ada kejadian tak mengenakkan di rumah kalau si tamu tak ditunggui. Belakangan kami saya tahu, orang aneh ini memang agak tak waras. Kerjanya memang meminta-minta uang ke rumah yang dia kenal. Nah, saya khawatir tamu yang datang itu yang rada stress ini.

Bakda sholat, Pak Azi menemui kami di ruang tamu (halah, padahal kagak ada). Saya mempersilakan beliau untuk icip-icip sedikit jamuan kami. Ternyata beliau dari Muhammadiyah, kebetulan sedang silaturahim dari tetangga terus mampir ke rumah Apak. Cerita-cerita pendek tentang puterinya yang mau menikah dengan anggota seorganisasi (Alhamdulillah), dilanjutkan dengan obrolan singkat seputar temannya yang juga saya kenal berada di Jogja.

Karena saya kasihan juga kenapa sudah ngobrol ngalor-ngidul begitu belum juga merasa haus, maka saya kembali bilang, “Mangga Pak,dileueut saayana.” (silakan dimakan seadanya)

“Oh muhun, muhun, haturnuhun Neng, ditampi muhun?” katanya. Saya mengiyakan.
“Wah gelasna… meni ageung-ageung teuing atuh…” komentarnya begitu meraih gelas yang kusodorkan.
Saya cuma nyengir sambil membalas, “Oh bilih wae bapak haus…”

Teringat tadi sore saya menyodorkan segelas (bukan secangkir) teh hangat favorit Emak, tapi tidak beliau minum. Akhirnya karena sayang mengotor-ngotori gelas, saya pakai itu gelas untuk Pak Azi. Hanya airnya saya ganti karena sudah agak dingin.

Meski begitu, tetap saja beliau memuji, “Raos Neng, tehna.” Sampai… beliau menyeruput teh itu sampai habis.
Haha, terimakasih ya Pak…

Ketika saya dan Ati bercengkerama, Ati menceritakan apa yang didengarnya sewaktu ia ngamar mandi.
“Tadi pas Pak Azi dateng, Ati lagi di kamar mandi, cuma denger aja dari sana. Yang nerima beliau itu Mi. Pas ditanyain soal Apak, mungkin Mi lagi sasah (gugup) nanggepinnya…
Masa’ bapaknya sampai bilang, ‘Tenang aja Neng, Bapak bukan mau nyulik kok…’
Wahahaha, Ati jadi ketawa-ketawa sendiri di kamar mandi…”

Weww... setidaknya saya tidak separah itu ya... , tabahlah Mi...
Ini memang malam minggu yang aneh...




Thursday, September 9, 2010

Bayangan

Aku ingin menjadi bayanganmu, seperti gurun tak terjamah hujan

Lalu menemanimu ketika hitam, seperti kafan memberangus tubuhmu

Aku tak bisa menjamahmu, seperti sudut dinding yang bersiku

Aku ada saat terang dan gelap
Aku merotasi diri hanya untuk memakmumimu,
lalu bercumbu saat kau bersujud.






23 Agustus 2010


Tuesday, September 7, 2010

Eva dan Kenangan SD

Tiba-tiba saya di-add seseorang bernama Vavaw. Jelas tertera di siblings-nya ada saudara sepupu saya, tapi saya tak merasa punya saudara berwajah itu. Sekilas saya merasa hapal pada pemilik wajah itu, tapi entah dimana saya melihatnya.

Karena baru di-add, tak mungkin saya ignore langsung, siapa tahu dia teman lama saya. Saya menulis di wall-nya, memastikan bahwa ia adalah orang yang pernah saya kenal. Karena kemungkinan dia sedang OL, akhirnya saya OL sekalian biar bisa diidentifikasi langsung ke orangnya.

Benar ternyata, dia ini Eva, adik teman si aa semasa esde. Ya Allah.... sudah lama sekali kami tak bertemu. Terakhir kali kami bertemu ya sewaktu secara tak sengaja saya berkunjung ke SMA tetangga, ternyata ia satu sekolah dengan sepupu saya. Tambah lagi, sekarang ia sekelas dengan si teteh (sepupu saya).

Me
assalamualaikum
:):)
Vavaw
waalaikum salam.....
ieu eva
Me
hmmmmmmmmmmmm
mmmmmmmmmmmmmmmmmm
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
duh
hilap eui
*hampuraaa sanes ngahilapkeunn
Vavaw
owh,,,nyantai wae
v uhun ayeuna mah sakelas sareng irna da
Me
ah yayaya
Vavaw
ieu teh vera nu adena a'iyus kan????
Me
da ari raray mah asa apal
muhun... leres...
masih keneh
eva nami panjangna saha?
Vavaw
eva kurnaefa
da dulu basa SD beda kelas
Me
oh, pantesan
hii
salut euy, masih apal ka abdi ^_^^_^
Vavaw
hehe
Me
OHHHH
Vavaw
vera ayeuna dmana????
Me
eva rayina a doni (ta saha nya)
rerencangan a yus kan?
Vavaw
a'edi
uhun rerencangan na a'iyus
Me
(duh salah pisan)
Vavaw
teu nanaon
Me
ohhh muhunnnn apal... :D:D
pangling soalna
liat fotona
Vavaw
owh inget ayeuna...
Me
geulis euy
Vavaw
masa
wah makasih.....
Me
haha ya iyalah neng...
*dulu mah culun...
hihi
*komo abdi...
Vavaw
iyh yah hehe,,,
hente ah vera mah
Me
hahay... eva dmn ayeuna?
rompok teh masih sami hnteu?
Vavaw
masih kul kan sareng irna
uhun masi sami
maen ath,,,
Me
hayuk atuh, lami teu pendak...
jd kangen barudak sd
Vavaw
sok ath,,,
Me
iraha reunian nya?
Vavaw
hmm sami
susah ayeuna mah tos palencar
Me
hu um
Vavaw
kapan ath maen
Me
nu masih apal di fb mah mung astri wungkul
kapan atuh
Vavaw
mank saha wae
va mah sakedikan
Me
apal senov?
*sigana mah kudu apal budak ieu
pernah mendak na fb
Vavaw
teu apal hehe
Me
tp hnteu jd friend ^^
hehe, pan eta teh nu juara kelas tea
saingan agung nu putra guru tea
Vavaw
upmi agung mah tepang
Me
aih, jadi pengen ngayakeun reuni...
Vavaw
v senov mah henteu euy,,,
Me
oh... yayaya
Vavaw
muhun nya???
Me
Rendi?
haha, budak baong kitu mah apal mreun
Vavaw
teu apal oge hehe
hilap euy,,,
Me
lahh... pan sok malak harita teh...
hihi, teu nanaon
mmg benten kelas oge sih
Vavaw
yakin,, lupa deui
vera nuju dKng????
Me
sumuhun d rmh
maen atuh beu
Vavaw
hayu ath,,
ketabuh 1 an aya dirmh????
Me
aya...
bd ktemuan dmn?
Vavaw
terserah vera
sok hoyong na dmana???
Me
ka luar wae sakalian takumaha?
ngabuburit nya...? bade?
Vavaw
oce,,
v dmana???
Me
ke heula... kempel dimana atuh?
Vavaw
upmi ngabuburit mah mending ke tabuh 3 an kmh????
Me
bd meser lilin sakantenan...
muhun teunanaon
saentos ashar wae
ato ashar di mesjid?
Vavaw
muhun"
sip,, dmesjid syiarul????
Me
oke oke... berarti tbuh 3an di SI nya?
Vavaw
muhun..muhun,,,
Me
hnteu katebihan teuing? abdi mah manut
Vavaw
ath kieu wae ke ntos azhar va nyamper ka rmh, kmh???
vera masih d aruji khan???
Vavaw is offline.
Me
oke baiklaaah (send as a message)
Your chat message wasn't sent because Vavaw is offline.
Vavaw is online.
Me
oke baiklaaah..
Vavaw
va uken nope na ath..
meh tiasa kontek"an
Me
081328blahblahblah



Oke say, saya tunggu reuni kecil kita. Mudah-mudahan masih ada umur sampai sore nanti



NB: maaf saya nggak mengartikan percakapan kami. Saya yakin bisa dikira-kira dengan mudah.


Sekecap Rakaat




Semili sudah aku sampai, Tuhan

Duduki rumah ramahMu
Berharap Engkau perindah azamku

Sekecap bunyi menggaungkan detakku hari ini

Mungkin hanya sehelai Kauberi
Namun selusin bagiku

Aku mendengarnya lagi
Firman-firman dari lidahnya
Terpesonalah aku padanya

Hanya sekecap,
dalam celah rakaat,
ada senyum terselip.

Ampunkan kami,
pada gaung senar indahnya,
melesak jauh ke ulu hati.



27 Agustus 2010
pada imam bersuara tampan hari ini, segala puji bagi Allah.

Sunday, September 5, 2010

[tanya] kalau file/folder berubah iconnya jadi seperti shortcut, itu kena virus apa ya? Bisa di-cure/clean-kah? Antivirus yg cocok apa ya? Sementara ini pakai PCMAV 3.1 dan AVG 8.5 yg belum diupdate.... Help, please.

The Lovebirds part 2


Part 2
Dasar anak kecil zaman sekarang, hormon pubertasnya cepat sekali ya?
Ini dialami oleh Mi, adikku yang kedua. Waktu itu dia masih kelas 3 esde, masa-masa centil begitu deh. Jadi ingat betapa jailnya dia menyembunyikan dan menghabiskan bedak padat Mamah dengan singkat (karena terbanting-banting jadinya bubuk dan terbuang percuma), lipstik tiba-tiba raib apalagi tas ibu-ibu dengan berbagai model tiba-tiba sudah ada di lemarinya.

Hobinya waktu itu (sampe sekarang) seneng banget sama FTV di salah satu stasiun televisi swasta, alhamdulillah engga sampai hobi bersinetron ria jadi waktu malamnya bisa dipakai les tambahan.

Di rumah kami ada kipas angin tua hampir setinggi saya. Baling-balingnya bisa diatur mau berputar atau tidak. Nah, Mi suka sekali menyalakan benda ini tanpa berputar (maksudnya agar anginnnya terus menerus menerpa mukanya).
Dulu masih tanda tanya besar, ngapain Mi betah banget di kamarnya lama-lama? Tapi baru saya sadari, ternyata dimanapun kipas angin itu dipindahkan, Mi pasti ada di situ.

Suatu hari, terdengar suara aneh di rumah. Sayup-sayup, tapi bisa didengar oleh saya dan Mamah yang sedang nonton tipi. Karena berlangsung lumayan lama, saya cari deh sumber suaranya. Olala, ternyata berasal dari beranda jemuran toh...

Untuk sementara si kipas dipindah ke luar dulu, tepat di dekat tempat jemuran. Di sanalah saya terpana, melihat Mi asyik berdialog dengan kipas angin. Saya diam dan menyimak baik-baik.

“... tapi kau bilang kau sudah ada yang punya!”
(si kipas pura-puranya jadi seorang laki-laki) “Tidak, aku mencintaimu...!” (pake suara Mi tentunya)
“Tidak, aku tidak bis...a...” <<<<<<nyadar bahwa saya sedang mengamati dia di belakang panggung
“Ngapain, Mi?” tanya saya sok cool (padahal dalam hati sudah terkitik-kitik).
“Hehe...” Hanya begitu yang dia jawab, lalu kabur entah-kemana.

Menjelang sore harinya, kejadian yang mirip terulang.
Kali ini saya langsung menuju TKP, karena sudah tahu ada kipas di sana. Bukan adegan sinetron yang Mi bintangi kali ini, tapi ia menjadi penyanyi cilik (yang lagunya tak sesuai dengan usia dia).
Lagi-lagi saya hanya memperhatikan dari jauh sambil membatin “Emh, si ade punya bakat terpendam nih…”
Lagi-lagi ketahuan, dan teruuus kabur seperti kemarin sampai beberapa hari ke depan. Selanjutnya, saya sudah terbiasa mendengar celotehan monolog ataupun nada lagu di rumah, jadi tak perlu intip-intip lagi.

Saya jadi kepikiran jangan-jangan Mi sedang jatuh cinta dengan salah satu teman di sekolahnya? Perubahan seperti itu mungkin sekali, lho. Apalagi kerjaan dia sering memperagakan dialog dua sejoli persis seperti di sinetron. Pikiran saya melayang, mungkin seolah-olah saat nantinya dia punya kekasih dan punya kejadian X, dia harus bertindak seperti adegan Z, atau ketika sang kekasih berbicara G, dia harus menjawab C, dan sebagainya.

Astagaaa, masa sudah sejauh itu? *kakak-kakaknya saja masih doyan Doraemon dan Naruto…

Ah entahlah, mending cepat usir jauh-jauh pikiran seperti begitu. Mungkin Mi hanya semi-tercuci-otak sama sinetron saja.

Husnudzon saya tidak terlalu meleset. Beberapa waktu kemudian, kejadian sebuah dering telepon mengejutkan kami sekeluarga. Waktu itu Mamah yang angkat teleponnya.
“Halo, assalamualaikum…”
“Halo, benar engga ini rumahnya Ismi (Mi)?”
“Iya betul, mau bicara sama Ismi ya?”
“Iya Bu, makasih.”

Dipanggillah si ragil. Dia muncul dari kamarnya dengan muka kusut habis tidur siang. Begitu ia angkat teleponnya, terdengarlah percakapan tak wajar antara Mi dan si penelepon. Berkali-kali Mi menanyakan identitas si penelepon, tapi sepertinya pertanyaan itu tidak digubris. Mi menutup telepon dengan sedikit hentakan sehingga Mamahpun menegurnya.
“Lain kali nutup telepon itu pelan-pelan. Memangnya tadi siapa Mi?”
“Ga tau.”
“Lho, bukannya itu temenmu?”
“Gatau. Ah, biarin.” Lalu Mi masuk kamar lagi.
“Memangnya siapa, Mah?” tanya saya. Mamah menggelengkan kepala.
“Ga tau, tapi yang nelepon itu laki-laki.”
Heh? Sejak kapan…?



Selang beberapa hari kemudian, si penelepon misterius itu kembali beraksi. Tujuannya tetap sama: perlu sama Mi. Tapi kali ini sebelum Mamah manggil, Mi sudah menyahut dari kamar, “Kalau cari Mi, bilang aja engga ada!”

Begitu seterusnya sampai beberapa hari lamanya. Terkadang ketika ada telepon berdering, Mi enggan ngangkat.
Dia langsung nyeletuk, "Tuh Teh, angkatin sama Teteh aja deuh..." (dengan setengah bersungut. Padahal enggak selalu panggilan buat dia , kadang buat Apak, kadang buat yang lainnya. Mi jadi orang paling ke-geer-an deh!
Atau kadang-kadang sewaktu manggil diapun udah duluan dijawab, "Bilang aja enggak ada!"
Padahal, "Ini dari temen sebangkumu, tau...", dan reaksinya juteknya berubah drastis jadi senyum-senyum asem agak malu-malu. Hadeeeh... pubertas, oh pubertas...

Sebelum akhirnya kasus (konyol) ini ditutup, fans Mi menelepon seperti biasa. Kali ini Mamah to the point bilang, “Duh maaf ya Nak, bukannya kenapa-kenapa. Anak saya jadi ketakutan diteleponin terus, tuh sekarang malah sakit. Nanti nggak usah telepon lagi ya?”
Ucapan Mamah benar-benar nyata dan bukan bohong. Akibat peneroran itu, Mi jatuh sakit gara-gara
terlalu memikirkan terror-teror si penelepon.

Untung, sepertinya si penelepon sudah bisa berpikir agak dewasa. Dia memaklumi dan hanya menitipkan salam buat Mi.
Baru saya tahu belakangan, ternyata awalnya itu hanyalah telepon iseng yang ngajak kenalan. Dengan polosnya Mi kasih tahu nama karena ia mengira itu telepon dari saudaranya yang di Tangerang. Reaksi Mi benar-benar di luar dugaan saya. Pantaslah saat awal-awal itu dia sempat bete ketika menerima telepon itu. Dia gugup, ketakutan, GR, bingung dan reaksi geje lainnya... bahkan sampai dia sakit, kan?

Hujan ledekan sudah dikumandangkan di seantero rumah. Prikitiw-suit-suit-wikwiww sudah pasti dilontarkan. Setelah itu, telepon misterius tak pernah lagi berdering di rumah. Dari kejadian itu pun, saya menemui fakta bahwa tayangan sinetron jelas bukan jaminan mempercepat kedewasaan dini!


The Lovebirds part 1


Part 1
Adik saya yang pertama memang punya aktifitas tersendiri yang nggak diwarisi siapa-siapa. Kalau saya dan si aa lebih suka hiking, Mi dan kami juga suka badminton, maka Ati (ade pertama saya) ikut ekstrakulikuler basket bahkan sejak SMP bisa dipastikan dia tergabung dalam tim inti.

Seperti anak basket kebanyakan, Ati termasuk gadis tomboy yang berperawakan tinggi besar di antara teman-temannya. Makanya, dia gampang terlihat di antara kerumunan orang karena dipastikan kepalanya nyembul dengan mencolok di sana. Saking jangkungnya, dia pernah protes karena dipaksa ikut gerak jalan yang seharusnya diikuti hanya untuk anak Paskib. Pasti dong, posisinya ada di paling kanan depan…

Meski kulit hitam gara-gara terbakar panas matahari, Ati termasuk jejeran atlit yang banyak fansnya. Cuma karena dapet sifat cueknya turun dari Mamah, jadinya para serangga siap-siap gondok aja deh. Enggak cuma ngetop di sekolah, ternyata ada juga orang lewat sekilas ga dikenalpun bisa tersihir sama auranya *hahh lebay

Ceritanya si aa dapat curhatan teman baiknya, sebut saja A Encep.
A Encep: “Yus, aya budak geulis. Urang mah resep nempona…” (Yus, ada anak cakep. aku seneng lihat dia)
Aa : “Hm? Saha?” (Hm? sapa?)
A Encep: “Teuing sih, engke geura ku urang tuduhan…” (Gatau sih, ntar deh aku tunjukin)

Singkat cerita, dua lelaki ini tengah melintas GOR stadion. Tepat di depan sebuah lapangan basket, mereka berhenti.

A Encep: (sambil nunjuk) “Tuh Yus, nu itu tuh jalmana…” (Tuh Yus, yang itu orangnya)
Aa: “Hm?! Ih, eta mah adi urang!” (Hm?! Ih, itu mah adekku!)
A Encep: “Hah? Maenya sih??” (Hah? Masa sih??)
Aa: “Teu percaya mah beu wae ka imah, aya geura budakna…” (Kagak percaya mah maen aja ke rumah, pasti anaknya ada...)

, ga tau tuh reaksi A Encep gimana selanjutnya. Jauh-jauh memperlihatkan gadis pujaan ke stadion, ternyata kakaknya ada di depan mata…

Alhamdulillah, seiring waktu berjalan, Ati sudah tambah dewasa. Kalau dulu dia disuruh keluar dari basket karena mengganggu nilai-nilai akademiknya di sekolah, sekarang ia sudah berinisiatif untuk pensiun total dari basket dan harus berkonsentrasi pada UAN demi melanjutkan ke perguruan tinggi. Kalau dulu dia masih bongkar-pasang kerudung biar menutupi satu-dua auratnya, sekarang ia tak bisa melepas kerudungnya meski masih ikut latihan beladiri.

Ah adikku tercintah,
jika suatu hari nanti kau harus menjadi poros perhatian, semoga kau bisa menjadi panutan yang benar bagi orang-orang sekitarmu…
Jagalah hati, pikiran, dan kehormatanmu, karena untuk saat ini belum ada yang benar-benar bisa menjagamu ketika jauh kecuali dirimu sendiri.


Saturday, September 4, 2010

Gatau-gatau Terus Sih, Mony*t!



Bingungkah kenapa tumben saya posting dengan judul ga sopan seperti di atas? Saya hanya ingin curhat saja, kejadiannya secara langsung dialami pagi ini, tepat ketika saya mandang kacang mete di depan mata *frase terakhir  ini ga penting.

Orang-orang rumah sedang pergi, hanya tinggal saya dan si ragil yang kebagian jaga rumah *deuh, kesannya satpam bener yah?

Dari pagi saya ngendon di kamar, soalnya males nonton tipi dan ingin privasi aja ketimbang di luar kamar yang terkadang suka ada orang yang ujug-ujug nongol mau cari Apak atau Mamah.
Mi, ade saya yang paling kecil, asyik main game juga padahal tipinya koar-koar.  Tahu-tahu telepon rumah berdering. Otomatis, Mi langsung angkat, dengan etika standard tapi sopan.

Mi: “Halo?”
Pak X: “Halo, ini siapa ya?”
Mi: “Ini putrinya.”
Pak X: “Oh iyaa... Pak Arifnya ada?”
Mi: “Engga ada.”
Pak X: “Kemana?”
Mi: “Ga tau.”
Pak X: “Oh, Pak Arifnya lagi mod*l  kali ya... Kalo ibunya?”
Mi: (udah rada berjengit denger kata-kata itu) “Engga ada juga.”
Pak X: “Kemana?”
Mi: “Ga tau juga...”
Pak X: “Gimana sih, ditanyain kok gatau-gatau terus sih, M*ny*t!” (klik. Telepon diputus.)


Ehm. Begini, keluarga kami sebenarnya standard saja. Bukan yang sangat-sopan-sekali, bukan juga yang amat-sangat-kasar-banget. Kadangkala ketika orangtua kami berbicara pada teman sebayanya atau bahkan pada saudara-saudaranya, mereka berbicara pergaulan (sedang, tapi kadang termasuk kasar). Tapi saat berada di rumah, bahasa kami keseharian sudah termasuk sopan.

Saya tahu benar seperti apa rasanya dikata-katai seperti itu karena di rumah maupun di lingkungan tak pernah ada bahasa binatang ditujukan pada manusia. Sekalipun ada satu-dua teman kami yang terbiasa berbicara kasar, tapi kekasarannya tak pernah dialamatkan pada kami. Setidaknya, derajat kekasarannya tak sampai penamaan binatang.

Mi langsung menuju kamar saya, mendongeng kejadian yang barusan dia alami. Saya tangkap ada rasa dongkol dan shock di sana. Mungkin Mi membatin, “Saya manusia kenapa Anda menghewani saya?”

Beberapa detik lamanya saya terdiam, sampai memunculkan pertanyaan apa iya Apak punya masalah sama orang sampai sebegitu kasarnya mengatai orang? Ragu pangkat tiga banget. Beliau sering diminta mengimami ataupun berkhutbah di langgar ataupun surau. Meski di tempat kecil, tapi itu sudah cukup menyiratkan bahwa perkataan beliau pastilah baik untuk bisa dipercaya masyarakat.

“Sabar, Mi. Ujian puasa,” begitu kata saya akhirnya. (habisnya bingung harus komentar apa?)
“Padahal suaranya udah bapak-bapak gitu kayaknya, Teh. Kok kasar banget sih?”
“He he, terus kenapa juga kamu nggak tanya keperluannya apa?”
“Yaa... kan teleponnya langsung ditutup...”
“Ya udahlah, mungkin iseng aja itu orang.”
“Nanti kubilangin sama Mamah, ah...”

Memang sifat anak kecil itu tukang ngadu, tapi ya engga apa-apalah. Toh Mi itu sebenarnya ingin curhat karena merasa kesal dikata-katai begitu. Dia ingin pembelaan yang lebih besar dari reaksi saya barusan. Mungkin dia ingin saya juga ikut marah-marah dan mengutuk perbuatan tercela si penelepon *halah.
Tapi De, percuma juga kalau orangnya engga dikenal seperti itu. Kalau misalnya dia ada dihadapan mata, nah... barulah kamu boleh hajar sepuasnya itu orang...




"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir."
(Qaaf:18)


"Tidak akan lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya, dan tidak akan lurus hatinya, sehingga lurus lisannya. Dan seseorang tidak akan masuk surga apabila tetangganya tidak merasa aman dari kejahatan lisannya."
(HR. Imam Ahmad dan selainnya)


Wednesday, September 1, 2010

Tarawih penuh tingkah anak kecil

Malam ini sepertinya hari terakhir saya berjamaah tarawih di Muttaqien. Dari saban adzan di mesjid nun jauh sana sudah dikumandangkan, saya sudah siap dengan segala atributnya. Tinggal ngunci kamar, lalu capcus dengan semangat *halah.
Di jalan, saya celingukan kayak orang ilang. Duh, kok engga ada orang ke mesjid ya? Biasanya jam-jam adzan begini, orang-orang berjubah putih (maksudnya pake mukena) sudah berbondong-bondong dari segala arah. Wah, apa udah pada mudik ya?
Sialnya gara-gara ngelamun begitu, sajadah saya terjatuh. Olala, biarin deh. Saya doain aja muga-muga ga kena najis..

Setibanya di mesjid, makin bengonglah saya. Dua deret shof depan puteri, anak-anak kecil semua. Kebayang dong gimana ramenya?
Barulah saat saya ikut duduk di barisan shof, adzan Muttaqien baru dikumandangkan *oalahh, pantesan sepi banget..

Beberapa menit kemudian setelah menunggu sholat sunnah, isya kami ditingkahi gempita anak-anak.
Seorang anak mungil bermukena pink menuju ke arah saya..
"Mbak Nur, nganuu.. benerin mukenakuu, iki mlorot terus..," keluhnya pada orang di samping saya. Oh, mbaknya ini ternyata guru TPAnya toh. Dengan sabar, beliau membantu mengencangkan ikatan mukena si adik.

Giliran sedang semangat mau denger ceramah, eei.. penceramahnya engga hadir. Akhirnya diganti sementara oleh pengurus mesjid, dengan (tetap) ditingkahi lalu-lalang anak kecil. Entah apa yang disampaikan penceramah, wong soundsystemnya juga terganggu.

Masih dengan macam-macam tingkah anak kecil..
"Mbak Nuuur! Pinjem hapenya dong!"
"Sst, jangan sambil teriak dong. Nih, Mbak pinjemin.."
"Mbak, Mbak, anuu.. iki mlorot lagii.."
"Kamu jangan banyak gerak dong Sayang, nanti lepas terus ikatannya."
Butuh ekstra hati-hati menaruh kacamata saya: nyaris terinjak kaki-kaki kecil mereka. Sajadah saya? Hoho, jelas sudah kelipat sana-sini *soalnya saya bersajadah pakai sorban oleh-oleh khas haji, hihi.. (biar gampang nyucinya)
Anak yang pinjam hape mbaknya tiba-tiba membunyikan nada dering entah-lagu-apa. Si mbak langsung meminta si anak agar menghentikan bebunyian tersebut. Karena dicuekin, akhirnya si mbak memilih untuk 'merampas' hape agar tak mengganggu ketenangan.
"Kok engga boleh?"
"Biar engga berisik."
"Aku kan pengen.."
"Ga boleh, kamu kan masih kecil." *saya tak begitu konsen, jadi obrolan ini hanya kira-kira sajah
"Lhaa Mbak Nur juga engga boleh dong, kan.. kan.. soalnya.. soalnyaaa.." Si anak mikir-mikir alasan biar bisa ngalahin si mbak.
"Soalnya kenapaa?" tantang si mbak. Puas kali yak?
".. soalnya Mbak juga masih tua.."
Hihi, geli rasanya saya mendengar alasan ceplos si anak. Entah gimana raut muka mbaknya.. XD

"Maaf tadi sound-nya agak bermasalah. Blablabla.. Mari kita teruskan dengan tarawih. Untuk anak-anak, jangan ribut ya. Mungkin tarawihnya agak dipercepat. Tetapi kekhusyuan yang didapat mudah-mudahan jadi yang terbaik dihadapan Allah."
Pak, pak, kalau ditingkahi celoteh seramai ini, mana terbiasa saya khusyu.., saya membatin. *padahal sholat hening-hening juga belum tentu khusyu :p

Rakaat pertama tarawih berjalan, diiringi langkah kecil si mukena pink.
"Mbak Nuuur, mlorot lagiii.."
Diem. *wajarlah, kami dah memulai sholat
"Mbak Nur.."
Diem.
"Mbaaak..." si mukena pink mulai merengek khas anak kecil. Duh, ga tega tapi ya gimana wong lagi sholat *nah lo, terbukti ga khusyunya
"Mbak Nur!" Lagi-lagi rengekan adik mungil ini terdengar. Mungkin karena lelah merengek tapi tak kunjung direspon, ia memukul si mbak dan berlalu menepi. Terdengar teguran halus dari temannya.
"Kamu ini kenapa tho?"
"Inii, mukenaku mlorot.."
"Sini sini, tak bantu mbenerin." *duh, baiksekali dirimu Dik..
"Besok kamu bawa aja peniti atau karet," nasihatnya.
Ya Allah, saya terpesona walau akibatnya sholat saya mungkin tak berpusat padaMu. Ampun ya Rabb..


22 Ramadhan 1431
1 September 2010

malam yang 'beda' sebelum mudik :)

 
Powered by Blogger.