Saturday, August 20, 2011

Sahabat atau Teman?




'Aku ngerasa dia ini misterius,' Kamil berkomentar lugas dalam maghrib sepi.
Saya menoleh sekilas dan lanjut mengunyah tempe.
'Memangnya, ada orang yg benar benar deket dengannya dari hati ke hati?'

Sambil makan, saya berpikir apa mungkin saya sudah keliru menyebut dia sebagai 'soulmate'/'sahabat' ya?
Pada dasarnya, saya dan si Z yg dibicarakan itu sering jalan bareng, walau sekedar mengantar atau menemani saja. Tapi komentar Kamil petang itu membuat saya berpikir ulang soal pertemanan kami. Dia ada saat saya butuh, dan begitupun sebaliknya.
Tapi kami jarang membicarakan masalah dan isi hati, makanya tak pernah sekalipun kami bertengkar lalu marahan. Inipun baru saya sadari.
Beda halnya ketika saya dekat dengan anak kos. Bisa nyampe marahan, curhat ini-itu... mungkin karena tahu kebiasaan masing-masing jugalah yg membuat kami dekat seperti saudari dalam satu keluarga.

Sementara dengan Z...
Saya tak tahulah. Baru baru ini saya tahu dia punya masalah yg cukup pelik. Saya tahu bukan karena dia berbicara, tapi karena orang yg berkaitan dengan masalah itu membeberkannya pada saya. Olala.

Lalu, soal penampilan.
'Kamu ngerasa nggak, dia tiba-tiba berkerudung itu hal yg tak wajar?' tanya Kamil. Saya menggeleng.
Positive thinking membuat saya malas berpikir macam-macam tentangnya.
'Saat semua orang memberinya selamat, aku malah ngerasa ada hal janggal. Aku tak bisa jelaskan, tapi sejak itu juga kamu jadi tahu kalau dia agak bermasalah kan?'

Ya baiklah. Memang benar adanya.

Kalau begitu kami berteman saja. Memutuskan hubungan yg sudah terjalin baik sama saja menuai murka Tuhan.


Sahabat.
*sigh










Pagi emas yg lelap,

20 Agustus 2011

Tuesday, August 16, 2011

[Puasa PertamaX] Sahur Seadanya di Kos Baru

  Ehm, fokusnya mungkin agak meleset. Tapi ndak apa-apalah yang penting ikut lomba.


Ceritanya saya pindahan tepat sehari sebelum puasa pertama di tahun ini.
Beruntungnya memiliki teman yang care, bersedia bersusah-susah membantu pindahan saya mengangkut barang dengan motor-motor mereka.
Awalnya bingung juga mau ngangkut kasur kapuk seberat gambreng siapa mau bantu? Alhamdulillah temennya temen kos rela ngangkut... ampe nyampe kos... ampe tiba di lantai 2 kamar sewa.

Semoga si adek dapet balasan rejeki dan enggak salah urat habis itu. Tuh kan, itulah gunanya punya temen baik... bukankah teman adalah cerminan diri sendiri? *narsis terselubung


Entah mengapa hari Minggu itu semuanya tampak serba mendadak. Saya dikabari sepupu yang katanya lagi menuju Jogja untuk urusan bisnis suaminya. Sementara itu saya baru angkut-angkut jam 9-10an dan ternyata sodara saya yang cantik itu sudah sampai di Jogja pada jam dzuhur.
Gimana nggak bingung... jam 12 teng saya baru selesai angkut semua barang, sementara itu sodara dalam perjalanan ke kos, belum beres-beres... dan belum mandi sarapan.

Singkat cerita, saya bertemu dengan sepupu. Kami pergi makan siang ke Jejamuran. Alhamdulillaaah, sudah lama saya ingin coba ke sana tapi belum sempat juga. Ah, inilah bonus indahnya silaturahim...
Berhubung di sana hidangannya sangat mengundang selera, saya skip saja ya. Pokoknya... ennnnnnaaaaakkkkkk... dan kenyang (banget).

Sebagai resikonya, rasa kenyang itu tetap ada sampai malam harinya. Saat itulah saya dan teman saya melaksanakan tarawih perdana, di mesjid kampus kami. Jarak dari kos sekarang ke sana lumayan jauh, tapi bisa tetap terkejar tarawih dari awal hingga akhir.
Barulah dalam perjalanan pulang tarawih, kami mulai merasa lapar. Sepakatlah kami ke warung burjo terdekat demi mie instan panas.

Tak seperti kebiasaan di kos lama ketika Ramadhan tiba. Biasanya jam setengah 3 sudah beramai-ramai membangunkan tetangga kamarnya. Namun sahur hari pertama saya ini tak terasa kegiatannya. Jam setengah 3 lebih kami sudah bangun, tapi tak menemukan aktifitas apapun. Benar-benar sepi.

Pada jam 3, suara-suara berisik mulai bermunculan di lantai bawah. Klontrang-klontreng. Olala, mereka masak.

Gerendel pintu tak terbuka. Wah, firasat buruk. Sampai hampir imsak, kami hanya bisa memutuskan memasak air panas dan menyeduh minuman. Beruntungnya masih ada persediaan. Saya hanya mengkhawatirkan teman saya yang perutnya sensitif setelah makan mie instan. Jangankan dia yang sensitif, lambung saya saja mulai perih. Tapi berkat este emje sachet, lambung saya sehat jaya hingga waktu berbuka tiba.



Usut punya usut, pemilik kos baru ini ternyata bukan Muslim. Saya baru diberitahu anak kos lama bahwa gerbang luar memang tak dibuka karena yang memegang kunci cuma si pemilik kos. Ceritanya di sini (contacts only).
Alhasil, anak-anak biasanya memasak atau delivery.

Yah sudahlah, namanya juga baru. Bukankah di luar sana masih ada yang anteng tanpa sahur (karena gak ada persediaan amunisi maupun kesiangan bangun sahur :p).

Ini kisah saya dan indomie...
Apa kisahmu? *loh




Tapi ini benar-benar saya ikutsertakan lomba trio koalisi di marih. Tidak bermaksud iklan atau sejenisnya. Bila ada hal-hal hil-hil yang sekiranya menyinggung, maafkaaanlaaah... *Inul mode on

Monday, August 15, 2011

exclusive kopdar maskam ugm




Kopdar kami banyak banget, bertemu dengan banyak orang... *soalnya di mesjid
Tak lupa takjil dan tarawih. Setelah sebelumnya saya ingatkan pada kaka-kaka perguruan bahwa kos saya dibatasi hanya hingga sekitar jam 10 malam, saya pikir tak apa kalaupun tarawih sampai jam 9.

Ternyata o ternyata... ceramahnya lama. Akhirnya tarawih cuma ikut setengahnya.

Alhamdulillah, Allah tak membiarkan saya sendiri melewatkan malam mingguan. Mbak ii nginap di kos baru saya... fyuh. Memang langgan banget ditinggal-tinggal temen kos yang rumahnya pada deket... =__=a

Maturnuwuuun silaturahimnya, ah coba kaka pertama juga ikut... *nglirik mbak desi

[kos anyar 2] Rabu Ganjil

 
Rabu malam pertama puasa ini saya kedatangan teman kuliah, sebut saja namanya Exa. Dia sudah meminjamkan saya laptopnya demi mengopi film City Hunter, dan tidak menyesal... karena Mihno memang tak membosankan dilihat. ‘Man’ banget dia di film itu.

Oke stop, bek tu topik.

Saya menyambutnya dari gerbang. Kami naik ke lantai 2. Karena tepat berada di depan tangga, saya langsung masuk ke kamar. Alih-alih ngekor masuk, Exa malah bertanya pada tetangga kamar saya yang kebetulan keluar dari kamarnya.
“Kamar yang itu ditempati siapa?” tanyanya.
“Yang di pojok itu?”
“Iya yang itu, sekarang siapa yang nempatin?”
Ganjil sekali. Pertanyaannya mendesak, dan agak histeris juga dia menanyakannya. Teman kos saya, Mbak Amel, yang kebetulan sedang di dalam kamar saya memberi tatapan penuh arti pada saya.

“Aku yang nempatin, Xa,” jawab Mbak Amel, yang juga masih terhitung baru nempatin kos. Barulah Exa masuk ke kamar dan memastikan sendiri jawabannya. Saya dan Mbak Amel sendiri langsung bertanya kenapa begitu ngototnya ingin tahu siapa yang menempati kamar pojok yang paling luas itu.

Dia menjelaskan bahwa dia dan penghuni lama kamar itu temannya. Obrolan selanjutnya saya tak begitu ngeh, tapi kemudian kami saling bercerita soal nostalgila semester-semester awal saat masih satu kelas.

Kami tertawa-tawa. Mengingatkan keusilan Exa saat sedang kuliah Structure sekian. Saking bosannya dia menggambar wajah Pak dosen. Mukanya bulat, mulutnya seperti kucing, rambutnya belah pinggir, matanya sipit... mengenakan sebuah penutup mata macam bajak laut di mata kanannya. Huwakakaka, saya tak bisa menahan senyum kalau ingat gambarnya itu. Dan ternyata sekarang ini dosen tersebut menjadi dosen pembimbing Exa. Jadi tempat curhatnya juga malah.

Tak terasa sudah hampir waktunya gerbang digembok. Exa pun pamit pulang.

Setelah itu, barulah saya menanyakan soal percakapan awal tadi. Tentang penghuni kamar pojok itu.
Mbak Amel bilang dia baru tahu juga kalau Exa ternyata berteman dekat dengannya.

“Pantesan aku merasa ada sesuatu... cerita di kamar itu, Neng. Awal aku kesini itu yang kulihat itu ya kamar pojok itu. Apalagi pas lihat notes di pintunya, masih ada tulisan-tulisan pemilik lamanya. Ternyata temennya Exa toh, dunia sempit ya.”
Haha, dari dulu saya merasa kalau teman saya yang satu ini punya semacam indra keenam. Firasatnya kuat.

Tadinya Mbak Amel mau mengambil kamar di sebelah saya, tapi berhubung keduluan orang, jadilah ia menempati kamar pojok itu. Padahal, awalnya saya yang memilih kamar pojok, karena pertimbangan luas dan terangnya kamar itu. Saya tak jadi ambil karena ternyata harganya lebih mahal.

“Awal aku kesini ada yang cerita dan nyebut-nyebut 'Mel, Mel'. Aku kira aku yang dipanggil, tapi setelah kudengarkan baik-baik ternyata bukan aku. Dia cerita dia mimpi didatangi orang bernama Mel itu. Serasa hidup lagi, begitu katanya.”

“Dari situ aku udah ngerasa pasti ada ‘sejarah’ gak biasa di situ. Akhirnya kutanyakan pada anak kos lama yang kukenal. Awalnya dia cuma memberi informasi kalau penghuni lamanya memang dipanggil Mel.
Aku tanya sekali lagi soal percakapan mereka soal ‘didatangi’ sama ‘hidup lagi’ itu. Akhirnya dia cerita, bahwa penghuni lamanya sudah meninggal, tepat beberapa hari sebelum dia pindahan ke kos barunya.”

Tadi itu Exa bercerita tentang hari meninggal temannya itu. Mereka janjian berenang selepas kerja. Ceritanya Mel membawa motor sendirian setelah usai berenang, padahal tubuhnya sendiri capek. Tahu sendiri habis renang bawaannya ngantuk kan?
Karena mengantuk, terjadilah tabrakan di tengah perjalanan pulangnya itu. Mel meninggal. “Aku juga ikut melayat ke rumahnya kemarin itu.” Terngiang kata-kata Exa saat cerita-cerita tadi.

“Kalau aku bandingkan ya Neng, aku sama almarhumah itu bertolak belakang banget. Aku diceritain kalau Mel itu anaknya ceria – bisa dibilang centil lah, penggemar pink, barang-barangnya banyak banget, dan suka main. Sementara itu kamu tahu sendiri aku gimana kan? Aku gak suka pink – malah kebanyakan gelap-gelap, barang-barangku juga dikit banget, dan anak rumahan.”

Well, takdir. Memang selalu ada hal-hal yang memang tidak terduga kan?

[kos anyar 1] My Boardinghouse's Owner


Saya pindah kos, teman-teman.

Kos sekarang ini tempatnya luas, meski dari luar keliatannya sumpek. Tapi percayalah, ventilasi di sini cukup bagus sehingga Allecia sama Ijow saya bisa nangkring di lorong kamar. Kena cahaya juga. Ah senangnya.

Allecia

Ijow

Poin selanjutnya, kos yang sekarang ada dapur. Jadi saya bisa sekalian membiasakan diri buat masak (walau mie doang misalnya). Airnya juga bagus, jernih dan segar. Jadi buat air minumpun aman saja, insyaallah.

Pemilik kosnya laki-laki. Masih muda.
Teman saya bilang dia sedang S2. Kurang tahu di perguruan tinggi mana. Yang pasti dia punya keturunan Cina. Tempat tinggalnya bersebelahan persis dengan kos-kosannya. Hanya bersekat sebuah pintu berlapis jeruji.

Hari Rabu pertama puasa kemarin dia kedatangan keluarganya. Dari bahasanya, mungkin mereka asli Palembang.
Awal-awal keluarganya datang saya agak terkejut, seringkali mendengar geraman keras dan tepukan tangan dari seseorang. Kemudian teman saya memberitahu, bahwa itu saudaranya. Mungkin sepupu, soalnya dia dipanggil ‘Om’. Saya dengar salah seorang saudaranya itu autis, makanya cara bicaranya juga agak lain dari orang kebanyakan.

Tapi temans, selera musiknya keren-keren. Pagi-pagi sudah pasti menyetel musik. Mau itu tape maupun televisi. Dahsyat dan tayangan musik lainnya sudah jadi menu utama untuknya. Ada satu musik yang dia suka: Alicia Keys. Sering sekali dia menirukan lirik Alicia *lupa judulnya apa*

2 minggu kemarin dia kedatangan keluarga sekaligus mudik. Sekarang ini si Mas Kos kembali bersama temannya. Bukannya saya nguping atau gimana, tapi kamar saya memang pas depan pintu sekat yang rupa-rupanya bersebelahan dengan dapur mereka juga.

Tiap kali saya tak sengaja mendengar percakapan keras mereka, saya jadi semakin tergelitik untuk tahu bahasa apa yang sedang mereka obrolkan. Awal-awal ketika keluarganya datang, bahasa Cina kerap terdengar keras dari ruangan itu.

Tapi kali ini berbeda. Bahasanya terasa asing dan saya familiar pada logat Korea dalam percakapan mereka. Tapi kata-katanya... susah ditangkap. Jadinya berasa sedang melakukan ujian listening Korea, hahaha.

Nikmati sajalah masa adaptasi ini. Toh walau nuansanya jauh berbeda, termasuk dalam pergaulan dan kebiasaan para penghuninya, yang penting menikmati hal-hal positif dibandingkan kos lama.

Sekali lagi: saya pindah kos, teman-teman.
Bagi siapapun yang mau silaturahim sama saya selagi masih di Jogja, monggo kontak ke PM kalo mau tahu alamatnya... *gak penting

bersambung ke sini

[Unthinkable around Us] Konfirmasi Sebelum Berkendaraan Motor ("Sudah?")

 

Seringkali saya ditanyai, “Sudah?” saat hendak bepergian (nebeng) dengan kendaraan motor. Entah kapan teman karib saya memulai itu, yang pasti sekarang ini sudah menjadi kebiasaan yang tak pernah saya pikir dalam-dalam sebelumnya bahwa kata itu sudah semacam safety berarti buat penebeng seperti saya.

Kalau orang pikir mengapa “Sudah?” itu menjadi sebegitu pentingnya dalam keselamatan boncengan, ada beberapa pengalaman yang bisa menjawabnya.

Ceritanya ketika itu waktu pulang kuliah. Biasalah kebanyakan anak kuliahan pasti bawa kendaraan sendiri, yang jadi trend tentu saja motor. Bagi mahasiswa yang nebeng kayak saya ini, kami biasanya nunggu di depan sambil menunggu teman yang rela mengantar sampai kos.

Seorang teman saya – sebut  saja Uki – dibonceng temannya duluan. Saat itu kami tengah bercakap-cakap sebentar soal tugas kuliah. Begitu percakapan selesai, Uki melambaikan tangan sebagai tanda pamit pulang duluan. Nggueeengg... motor melaju tanpa Uki punya persiapan. Akibatnya ia terjangkang ke belakang, untungnya tak sampai jatuh. Refleks, Uki memukul pelan bahu si pengendara yang terkekeh-kekeh.
Saat itu kami cuma tertawa melihat adegan konyol itu.

Lain lagi dengan cerita teman saya. Dia dibonceng ayahnya saat hendak pergi ke sebuah tempat. Di tengah lampu merah, entah ia meleng dan tak memperhatikan lampu merah... motor melaju tanpa ia punya persiapan. Fatal.
Dia benar-benar jatuh terjengkang dari motor. Untungnya kendaraan di belakang tak langsung melaju.

Coba seandainya yang mengalami itu anak kecil? Sepertinya ndak cuma konfirmasi, tapi juga
safety ekstra ya...


gambar diambil dari sini

Diikutsertakan dalam lombanya mbak Idan

Friday, August 12, 2011

Ditaruh di Dompet?


Saya punya dompet.
Dompet dadakan beli waktu sebelum masuk perkuliahan. Beli di Kuningan sama sepupu juga. Warna hitam-biru. Ah gak penting deskripsinya, yang pasti meski punya dompet, toh uang sisa biasanya tercecer dimana-mana. Bisa di saku rok, di tas, di Elmo, atau mungkin di kolong rak karena terjatuh... *lha jadi bongkar rahasia tempat ‘harta karun’ gini



si Elmo


Awal-awal susah sekali buat saya menyimpan benda di dompet. Karena saya langgan travel untuk perjalanan Kuningan-Jogja, otomatis banyak kartu agen mereka yang saya kumpulkan. Aman di dompet.
Hanya saja, lambat laun setelah nomor-nomor kontak travel telah lengkap tercatat di ponsel, kartu-kartu agenpun entah dari kapan tak lagi menempati dompet. Masih saya simpan, tapi di rak.

Suatu hari saya kehilangan ATM. Jelas pada waktu itu saya tak menaruh kartu mungil itu di dalam tas. Perasaan saya juga tidak huru-hara. Yakin sekali masih ada di sekitar saya. Cuma saya aja yang suka seenaknya naruh-naruh barang kecil tapi penting begitu.
Dicari-cari nihil. Saya putuskanlah balik ke Kuningan untuk mengurusnya. Jumat pagi sampai, tanpa rehat langsung capcus ke polres dan ke bank. Alhamdulillah bisa selesai sebelum jam 12 siang. Saya pesan travel, malamnya langsung balik ke Jogja.

Akhirnya saya mulai membiasakan diri menyimpan kartu-kartu di dompet pertama dan satu-satunya itu. Tapi pengalaman tinggallah pengalaman. Belum juga sebulan, saya tak tahan nyimpen uang di saku. Tinggal selip, langsung dapet.

Singkat cerita, saya mengambil uang di ATM kopma. ATM saya cabut dari dompet *deuh gaya*, masuk ke mesin, ambil uang dan kartunya. Saya lupa naruh dompet dimana. Pokoknya waktu kemarin itu saya gak kepikiran soal dompet. Melihat antrian di luar juga kasian, masa mesti nunggu lama gara-gara dompet doang? *alesan cakep, neng*
Masuklah 2 benda itu ke tas ransel.

Besoknya, teman kos saya ngajak beli keperluan berhubung kami mau pindahan kos. Ditungguin orang, saya malah keasyikan packing barang ke kerdus. Otomatis tumplek-tumplek gak keruan. Kami siap pergi setelah agak sorean.
Saya teringat harus ambil uang lagi karena rencananya mau beli karpet buat di kos baru. Saya carilah itu ATM karena uang yang kemarin saya ambil tidak mencukupi. Tuinks.

Pembaca bisa langsung nebak kemana arah dongeng ini.
ATM saya ilang lagi untuk yang kedua kalinya, kawan-kawan. Padahal uangnya utuh lho.

Satu-dua hari ke depan saya belum memberi tahu Mamah soal ini. Ndilalah sorenya beliau tilpun. Jadilah saya kasih tahu sekalian perihal kehilangan itu.
“Hilang lagi?”
“Hu um”
“Ck! Ari si teteh nyimpen ATM di dompet henteu? >> kamu tu nyimpen uang di dompet gak?
“Henteu.” >> nggak
“Ieu mah... ari barang penting kitu teh matak naha diati-ati...” >> kamu tuh, nyimpen barang penting gitu apa salahnya berhati-hati...
Suara gusar. Saya diem dengan cengiran di balik layar.
“Nya ntos, uih bae. Da hese ari ngablokir mah kudu ku sorangan. Teu tiasa diwakilkeun.” >> ya udah, pulang aja. Soalnya susah kalo ngeblokir mah musti sama yg punya. Gak bisa diwakilkan.

Yang tahu kejadian ini cuma mpers yang baca QN dan Mamah yang saya curhatin. Entah-kenapa si aa ujug-ujug komen di fb: hadoh hadoh hadoh... ical deui?? >> ilang lagi?
Nah lho berita kecil begini ternyata tersebar dengan amat cepat. Gosip merajalela, mungkinkah saya dikuntit jurnalis gelap? *GR

Akhirnya seperti kehilangan yang sebelumnya, saya harus pulang lagi sesuai anjuran orangtua. Sudah terbayang di pelupuk mata... jalanan yang rusak parah di daerah Losari dan Brebes. Bismillah sajalah.

Pulang-pulang masih bisa nemplok bentar di kamar adek. Jam 8-an sudah siap pergi ke polres dan bank. Saya kunjungi dulu warung klontong nenek yang bersebelahan dengan toko Apa. Yang saya dapati ternyata adik Mamah, kami ngobrol sebentar dan tanya kenapa saya cuma sehari di sana.
“Ooh mau ngurus ATM? Selesai sehari ya?”
“Iya...”
“Terus yang kemarin itu juga cuma sehari aja di Kuningan. Ngapain dulu itu?”
“... ngurus ATM...”
“Ilang?”
Saya mengangguk.
“Sekarang ngurus lagi karena ilang?”
Saya mengangguk lagi.
“Hih.... eta mah.. lebay ngaranna...”
Dia terkekeh dalam pandangan kok-bisa-seh-?
“Makanya, taruh di dompet”
“Iyaa...”

Alhamdulillah uwak saya bersedia nganter ke polres. Jaraknya lumayan. Pilihan naik angkot udah males duluan, berhubung angkot 07 sukanya ngetem. Bisa-bisa malah bablas gegara mata gak kuat nahan kantuk. Di jalan, uwak saya juga menanyakan hal yang sama.
“Ngapain sih ke polres?”
“Minta surat kehilangan.”
“Hilang apa?”
“ATM.”
“Dulu ditaruhnya di dompet?”
Saya menunduk.

Setibanya saya di bank, saya di-sms teman. Dia bertanya posisi saya sekarang, seperti ingin mengajak pergi pagi ini. Saya balas bahwa saya sedang di kampung kelahiran saya dan seperti ekspresi tulisan yang lain-lainnya, dia juga terkejut ternyata ATM saya hilang.
“Neng, ilang beneran ato nyelip?” katanya dalam sms. Saya iya-kan dan bilang itu yang kedua kalinya dalam sebulan ini.
“Weleh... rekor kalo itu... pasti jarang ditaruh dompet ya? Ditaruh dompet aja neng...
=____=”

Singkatnya, saya selesai mengurus ATM dan  dalam perjalanan kembali menuju Jogja malam harinya. Jalanan rusak itu kembali meringsekkan badan-badan penumpang mobil. Uh.

Di acara kumpul-kumpul sorenya, kami kembali membicarakan soal si ATM.
“Neng tu mestinya nyimpen duit ato kartu-kartu tuh di dompet...” nasihat Mbak kos.
“Aku ngga suka.”
“Lho bukannya suka-nggak suka.. cuma lebih aman aja kalau nyimpen. Jadi nggak keselip-selip gitu.”
“Iya...”
“Kamu tuh ngecilin peranan dompet deh. Penting lho...”
“Iya...”
“Terus sekarang ATMnya mana?”
“Ada. Di dompet.”
“Naaah gitu, jadi kan simpel.”
=___=”



Iya iya baiklah, saya coba berteman dengan dompet mulai sekarang... =3=


Thursday, August 11, 2011

[FLP] [INFO LOMBA] SAYEMBARA PENULISAN BERHADIAH (deadline18 September)

Bismillahirahmanirahim....
Assalamu'alaikum wr. wb.
Forum Lingkar Pena Depok dan KaZI (Kajian Zionisme Intrernasional)
mempersembahkan
SAYEMBARA TINGKAT NASIONAL PENULISAN ESAI, CERPEN DAN PUISI PALESTINA DAN SEMINAR SEHARI "MENUJU PALESTINA MERDEKA: SUMBANGSIH DARI INDONESIA" MENYAMBUT TAHUN BARU ISLAM 1 MUHARRAM 1433 H Kerjasama Kajian Zionisme Internasional (KaZI) – Forum Lingkar Pena Depok(FLP D)

Jenis Lomba : ESAI, CERPEN DAN PUISI

Syarat dan Ketentuan Lomba :
1. Kategori peserta : Pelajar dan Mahasiswa/Umum.
2. Naskah harus asli, bukan hasil jiplakan dari karya orang lain.
3. Belum pernah dipublikaskan di media manapun dan tidak sedang diikutkan dalam perlombaan lain.
4. Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
5. Tidak mengandung unsur SARA, pornografi maupun hal-hal yang bertentangan dengan hokum dan perundang-undangan yang berlaku.
6. Tema untuk esai sesuai tema umum "MENUJU PALESTINA MERDEKA: SUMBANGSIH DARI INDONESIA", sedangkan tema untuk cerpen dan puisi bebas tapi masih berkaitan dengan Palestina.
7. Diketik dalam format A4, TNR 12, spasi 1.5, dan margin 3 cm.
8. Untuk esai 8-12 halaman, cerpen 9.000-12.000 karakter dan puisi 1-2 halaman.
9. Naskah dalam bentuk hardcopy rangkap 3 dan softcopy 1 CD-RW dengan melampirkan : Fotocopy identitas (KTP,SIM,Kartu Pelajar), CV Deskriptif, Pas Foto 4x6 1 lembar.
10. Naskah dikirim ke Sekretariat FLP Depok di:
Rumah Cahaya, JL. Keadilan Blok XVI No. 13 Depok, Jawa Barat, 16418.
Jangan lupa cantumkan jenis lomba dan kriteria di sudut kiri atas amplop.
11. Naskah dikirimkan paling lambat 18 September 2011 cap pos.
12. Setiap peserta boleh mengikuti ketiga lomba ESAI, CERPEN DAN PUISI dan mengirimkan lebih dari satu karya.
13. Pengumuman Pemenang 11 Oktober 2011 di www.flpdepok.multiply.com, www.flpdepok.blogspot.com , dan FB "Sayembara Penulisan Tingkat Nasional FLP Depok-KaZI". Pemenang akan dihubungi langsung oleh Panitia.
14. Tiga Naskah pemenang dan 15 Naskah terbaik lainnya akan dibukukan dan di launching pada saat acara "Seminar Sehari Palestina", 1 Muharram 1433 H di Depok sekaligus Penyerahan Hadiah

Pemenang Sayembara akan mendapatkan hadiah berupa :
1) Juara 1 Penulisan Esai Rp 4.000.000,- + Buku + Piagam
2) Juara 2 Penulisan Esai Rp 3.000.000,- + Buku + Piagam
3) Juara 3 Penulisan Esai Rp 2.000.000,- + Buku + Piagam
4) Juara 1 Penulisan Cerpen Rp 3.000.000,- + Buku + Piagam
5) Juara 2 Penulisan Cerpen Rp 2.000.000,- + Buku + Piagam
6) Juara 3 Penulisan Cerpen Rp 1.000.000,- + Buku + Piagam
7) Juara 1 Penulisan Puisi Rp 1.000.000,- + Buku + Piagam
8) Juara 2 Penulisan Puisi Rp 750.000,- + Buku + Piagam
9) Juara 3 Penulisan Puisi Rp 500.000,- + Buku + Piagam

"Bangkitkan kepedulian intelektual muda muslim terhadap masalah Palestina"

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
Kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad
dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.
Mereka itulah orang-orang yang benar.
(QS. Al-Hujuraat [49]: 15)

Info lebih lanjut hubungi :
Ayurisya (0815-3293-7222)
Yuda (0813-8235-7453)
Trimanto (0817-6041-817)

 
Powered by Blogger.