Saturday, April 30, 2011

Pesan Hujan

Jendelaku tertutup rapat.
Tersentuh ritme kristal cair yang bergema menghunjam bumi.

'Kalau kau suka, buka saja Nak.'
Geratak jendelaku membuka mata. Bau tanah memelukku, seirama hawa dingin mengudara.

'Mengapa Ibu suka hujan?'

'Gadisku, dia adalah kurir cintaku yang paling sempurna.'
Aku terkekeh dalam ketidakmengertianku.

Tanganku menjulur, menghunus derai cair yang tercurah.
Seketip dua ketip seberkas cahaya menempa kami, lalu mengguruh perkasa.

___

'Bukankah dia dingin Bu?' bisikku dalam gemuruh angkasa.
 Aku merasakan sentuhan hangat di pipiku.

Sepasang tangan memelukku erat.
'Ya Sayang, dia dingin sehingga Ibu bisa memelukmu seperti ini.'

___

Apakah kau membolos bekerja untuk alasan ini, Bu?
Terimakasih Bu, pesan hujan sudah kuterima dalam setiap tetesnya.

Ah Ibu...

Betapa ingin kulihat rautmu.
Betapa ingin kuhentikan isakmu tanpa kau melihatku terlebih dulu.








Hujan, teruslah turun..




 








Buat Ibu,
dari gadis yang mencintamu.



27 September 2010

Batu dan Cahaya

Ingin saya tepuk pundakmu untuk sekedar menenangkan, dengan nada serius pula ingin saya tanya mengapa kau kecewa. Sayangnya saya tak berhak melakukan dan menanyakannya. Bisa-bisa sakit hatimu menjadi dan makin terkoyak.

***

Suatu hari dalam kota Kerikil kamu menemukan saya, mengajak bermigrasi menuju kota yang banyak cahaya. Saya bilang saya bimbang dan khawatir.

Lalu saat kamu bertanya mengapa, sayapun berkisah.
Saya ini hanyalah bebatuan kasar, yang tak selalu bisa menopangmu karena suatu saat harus hancur ditempa panas dan hujan. Sayapun jahil saat sengaja membenturkan diri agar terinjak dan membuat telapak kaki kalian sakit dan luka.
Bahkan karena kerasnya, saya tak boleh diadu dengan kesamaan serupa. Itu hanya membuat kita terbelah dan pecah.

***

"Aku tak pernah marah jika kamu mencari yang lain." Begitu kata saya.
"Aku tak bermaksud begitu...," katamu bergetar.
"Aku akan tulus menerima pilihanmu yang lain," kataku.
"Aku kecewa..."
"Mengapa begitu?"
Terdengar napas berat dari hidungmu, mungkin paru-parumu telah kempis sekali sekarang.
"Aku adalah cahaya. Yang aku inginkan hanyalah engkau. Kau adalah pilihanku tapi tak memberi kesempatan untukku."
"Kesempatan?"
"Tak inginkah kau kubawa menuju tempat baru? Aku ingin selalu menerangimu agar kau tak perlu khawatir akan kegelapan."
"Lalu? Bagaimana aku bisa berguna untukmu?"
"Cukuplah kau di sana menemaniku."

Saya trenyuh dalam bisu. Menyayangi tapi tak bisa melengkapi. Bagi saya, kami adalah mozaik yang tak pernah tersambung.

Kamu tak perlu menadakan kecewa seperti itu, karena benda mati serupa saya tak butuh kauharap banyak.
Saya tak bersayap maupun berkaki menuju tempat indah itu. Kalaulah seekor camar tiba-tiba mencengkeram lalu merebah saya di tempatmu, bisakah dia mengaduk saya dari gerumbul karang atau batu? Mereka pastilah memagari saya dengan ketat.

***

Lalu saya tiba-tiba bersedih. Bukan karena kekecewaan yang kauperlihatkan, namun luka yang telah saya buat di sana...

Ah, saya telah menjahilimu, wahai yang berharap pada sekecil batu...



18 Oktober 2010


sumber:puritama

Sunday, April 24, 2011

Tanpa Akhir

Lelaki tua itu keluar sambil membawa segelas kopi hitam yang masih mengepulkan asap. Ia duduk di depan gubuk kecilnya.
Sesekali orang yang lewat menyapa dan tersenyum padanya. Ceu Mirah seperti biasa melambaikan tangan ke arahnya dari seberang jalan. Kalau sudah begitu, seorang pemuda biasanya akan membawakan cemilan cuma-cuma padanya.
Benarlah rupanya, tak sampai 5 menit, ia kini ditemani sepiring goreng pisang di samping gelas kopinya.

Sementara waktu merangkak makin larut, bulan membentuk clurit di angkasa. Suasana kampungpun senyap, dan orang-orang terlelap pada hipnotis malam. Hanya sosok renta yang masih betah duduk sambil mengunyah gorengan.

***

"Ingatkah kau saat aku melamarmu? Sungguh aku pria paling beruntung di dunia ini bisa pernah mendampingimu. Menemaniku ketika sakit dan membelaimu ketika kau gundah.

Aku senang sekali melihat semu pipimu saat menerima setangkai bunga dahulu. Aku sungguh bersyukur bisa melihat senyummu kala itu.
Ah, bagiku hanya kaulah satu-satunya bunga yang dapat kutanam di hati."

Benak si lelaki terapung.

Mengingat sosok wanita yang tak dapat memberinya keturunan, membuatnya lemah menatap sorot lembut yang berkaca karena rindu akan hadirnya anak dari rahimnya. Betapa ingin ia meyakinkan bidadarinya bahwa kehadirannya sudah amat berarti.

Hanya ada satu wanita dalam hidupnya.

***

Jemari keriput itu bergerak meraih cangkir kopi. Sayang, cuma ampasnya yang mengendap, juga isyarat airmata yang menggulirkan kepedihan.

"Hei isteriku yang cantik, apa kabarmu di nirwana sana...?" batinnya lirih sebelum ia kembali ke dalam gudang kenangan.


________

Hanya fiksi, terinspirasi lagu Takkan Habis Cintaku-nya Lingua. Dibikin buat ngeramein lombanya mb peb..
*pidionya boleh nyusulkah? [ngarep ada yg mau bantu masukin]

*muga gak kena dis

Lingua - Takkan Habis Cintaku.mp3

Saturday, April 23, 2011

Ealah.. bikin efek airmata kok susah yak. Hasilnya gak jadi bening, item mulu.. *apa potosop portable gak memadai? T.T

Apa Kabarmu Tin?



Hmm, menyambung dari postingan Eva dan Kenangan SD
Banyak hal yang sebenarnya bisa saya ceritakan sewaktu SD. Tapi berhubung ingatan saya juga terbatas dan tak semuanya saya alami, mungkin hanya beberapa kejadian saja yang bisa saya ceritakan.

***

Siapa bilang anak kecil selalu egois dan berpikiran kecil?
Setidaknya itulah yang saya pikirkan ketika beranjak besar. Saya teringat seorang nasrani manis kurus yang keadaannya sebenarnya ‘lebih’ dibandingkan teman-teman lain. Meski sebenarnya ia lebih dekat dengan seorang Protestan karena bertetanggaan, dia lebih dekat dengan Ides. Mungkin karena satu pemahaman (Katolik) atau bahkan satu gereja.

Yang saya tahu, dia diberikan kelimpahan kasih sayang dan materi dari ayahnya. Ides bilang bahwa ibunya galak, makanya Tinar seringkali takut menghadapi ibunya.
Saya dan dia tidak akrab, tapi satu sama lain sudah saling tahu. Termasuk ketika ada kehebohan yang menimpa dirinya.

Saat itu masih jam sekolah, gerombolan Ides cs tengah dikejutkan dengan tangisan Tinar. Saya tak tahu pasti kenapa, yang pasti keluarganya sedang bermasalah. Dari dulu memang bermasalah, tapi mungkin kali ini telah mencapai puncaknya. Dia bercerita bahwa ia tak betah di rumah karena orangtuanya kerap bertengkar dan terkadang ia jadi sasaran amuk. Hingga sampai bel sekolah berbunyi, badannya gemetar saking takut pulang ke rumah.

Akhirnya atas ide cemerlang dari sahabatnya, kami sekelas diminta pergi ke rumahnya bareng-bareng. Kami bermaksud melindungi Tinar dari kemarahan orangtuanya sekaligus meminta mereka agar tak melukai Tinar lagi. Kami sudah cukup mendengar ia sering jadi sasaran pukulan hingga badannya memar membiru begitu.  Sahabat mana yang tidak ikut merasakan penderitaan teman sejolinya?

Tapi apa daya kekuatan kecil segerombol anak SD, kami diusir dan disuruh tak mencampuri urusan keluarga mereka. Walau begitu, mereka tetap mentolerir dua sahabat Tinar masuk ke dalam rumah, Ides dan Trista. 
Saya tak tahu apa persisnya yang diobrolkan mereka. Hanya intinya, kami dibilang agar tak ikut campur urusan keluarga mereka... *sigh
Terakhir saya dengar kabar bahwa orangtua mereka berpisah. Entah cerai atau tidak.

***

Setahu saya Tinceu pindah ke luar kota, tepatnya Cirebon. Hanya desah tertahan yang bisa kami keluarkan ketika tahu bahwa ia harus ikut ibunya ke sana.

Beberapa waktu kemudian Ides berkunjung ke rumah Tinar di sana.

“Tambah kurus saja dia. Waktu aku ke sana saja dia sedang mencuci baju. Aku melihat ibunya sedang santai menonton TV sambil ngemil, ckckck…” Begitu komentarnya.
Entah dia bicara benar atau dilebih-lebihkan (biasalahh, kadang anak kecil suka berlebihan).




Maafkan kami Tin, memang ada sekitar sepuluh-an orang saat itu, tapi apa daya anak kecil untuk bisa menyelamatkanmu?


____________
*semua nama saya samarkan karena saya belum berizin dan khawatir menyangkut privasi yang bersangkutan (walau belum tentu dia tahu ini cerita dirinya)

Thursday, April 21, 2011

Kisah di Hutan Terlarang


Pagi yang cerah.
Saya mengambil kayu bakar di hutan terlarang -- entah kenapa bisa disebut demikian. Gosip yang beredar dari penduduk desa yang sok tahu, katanya ada naga jahat bertaring racun mematikan tinggal di sana. Konon naga itu terbuang dari kawanannya dari gunung Dewa. Dia kalah tarung sehingga sayapnya lepas sebelah, makanya tak bisa kembali ke sarangnya.

Sementara orangtua saya bilang katanya ada penyihir yang suka mengambil perawan para gadis desa. Nah, kalau versi ini saya percaya, karena hanya orang pengecut macam maniak yang mau tinggal di hutan sepi agar aibnya tak diketahui banyak orang.

“Jangan cari di hutan terlarang, Nak. Kamu cukup mencari ranting di kebun saja…” Begitu pesan ibu ketika saya diminta mencari ranting guna menghidupi kecukupan pangan kami sekeluarga. Ah saya bukan gadis Bu, batin saya tergelak keras sambil melangkahkan kaki menentang amanat beliau.

-----

Ketimbang disebut sebagai hutan terlarang yang terkesan seram, keadaan di dalamnya malah terkesan tenang. Saya melihat berbagai kehidupan satwa liar di sini. Pepohonan di sini rimbun sehingga amat sejuk ketika saya berjalan.

Sesekali sinar matahari nakal menembus sela-sela daun. Semua penghuninya rukun, saya tak melihat adanya pertentangan antara tupai dan burung dalam satu pohon, atau rangrang dan ulat dalam satu daun, atau berang-berang dan kuda nil dalam satu sungai.


Sialnya, saya juga semakin sadar tak ada ranting terjatuh di tepi-tepi hutan, sehingga tanpa terasa kaki saya telah jauh masuk ke dalamnya. Hingga sampailah saya pada sebuah telaga kelam di jantungnya. Ada sebuah pondok rapuh di sampingnya, juga bercerobong asap hitam dan berbau sedap keluar dari sana. Aroma yang amat menggoda, saya jadi ingin bertandang ke sana sekalian menyapa si pemilik gubuk.

Saya tak peduli diakah sang penyihir atau naga yang pandai menyamar atau siapa tahu ia memang orang baik yang tinggal di hutan. Tangan saya sudah terlanjur mengetuk daun pintunya. Beberapa saat kemudian saya mendengar langkah-langkah berat mendekat hingga akhirnya terkuaklah pintu itu.

-----

Seorang wanita tua bercelemek lusuh kini berhadapan dengan saya. Tangan kirinya terbungkus sarung tangan seperti milik ibu saat ia memasak. Saya rasa ia juga tengah memasak menu makan siang. Saya tersenyum sebagai sapaan pertama padanya. Ia membalas sapaan hening saya dengan senyuman lebar. Saat itulah tampak oleh saya, taring geliginya tampak tersembul di kanan dan kiri sudut bibirnya.

“Oh maaf aku menakutimu dengan taring-taring ini, Nak. Apa kamu sedang dalam perjalanan? Masuklah, akan kubuatkan sup untuk bekal perjalananmu,” ajaknya ramah. Saya mengekor dan mendapati ruangan di dalam gubuk ini amat bersih dan nyaman. saya disuguhi sedikit makanan, namun rasanya enak dan dia bermurah hati memberi sebagian makan siangnya untuk saya.
Kini saya yakin bahwa dia bukanlah penyihir yang diceritakan orangtuaku maupun naga yang diisukan para penduduk desa.

-----

Saat saya merunut pengalaman saya pada orangtua di rumah, roman muka ibu berubah pucat dan sikapnya menjadi sangat gugup. Ayah mengacak rambutnya dan mondar-mandir resah di hadapan saya. Saya tidak mengerti, oleh karena itu saya mendesak keduanya untuk bersikap jujur pada saya. Karena tahu kemauan saya yang seperti baja ini tak bisa dibodohi begitu saja, mereka mengungkap kenyataan tentang wanita tua di jantung hutan itu.

Seorang saudagar tampan yang saya ketahui terkenal masyhur terpelajar telah membunuh banyak gadis demi kepentingan dirinya. Saya tak tahu apakah dia punya syahwat yang terlalu banyak ataukah terlalu banyak gadis yang mencintainya ataukah kekurangan harta (sehingga membunuh ahli waris hartawan setelah menikahinya terlebih dahulu). Masa bodoh dengan dia yang kalah dengan kelakuan binatang di hutan itu!
“Dia membuang mayat para gadis malang itu ke telaga di tengah hutan, dan nenekmulah yang mengambil jasad-jasad kaku itu lalu menguburkannya di sana…”
Apa?!
Mungkin detik sejenak tak berdetak begitu mengetahui kenyataan perih itu...

Suatu hari yang muram, hari dimana hujan turun lebat dengan kilatan-kilatan petir yang gemar merobek langit.
Seharian ini saya merasa amat tak tenang. Saya tertusuk jarum ketika menjahit terompah usang milik ayah. Saya menimba air di sumur, namun pengungkitnya rusak dan tali embernya putus. Saya coba membantu ayah menyelesaikan ukiran kayu, tetapi semua perkakas telah berkarat dan saya kesulitan mencungkilnya.

Akhirnya malam ini saya duduk menghadap hujan dari balik jendela yang mulai berkabut, memperhatikan beberapa orang yang tengah memikul sesuatu menuju hutan. Oh baguslah, gosip itu tak lagi menguar sehingga orang-orang tak perlu takut untuk masuk ke dalamnya. Tak terasa mata saya semakin berat, memandangi petir mungkin tak baik untuk kornea.

----

Yang saya ingat keesokan harinya hanyalah kematian kekasih saya. Kerumunan orang berbaju hitamlah yang saya lihat di sana. Memberitakan hilangnya gadis yang amat saya cintai itu. Ibunya menangis tetapi aksi pingsannya sudah tak wajar. Yang saya tahu dia tahu puterinya mati. Ibunya bungkam tapi saya tahu pasti siapa yang membunuhnya tanpa luka.

----

Tahu-tahu saya tengah memandang api yang berkobar di depan gerbang megah milik sang saudagar. Tangan saya lengket berlumur minyak. Saya ingin berlari tapi ingin menyaksikan terlebih dahulu orang biadab itu rusak terbakar. Saya tahu kemudian banyak orang menjerit-jerit dan berteriak kepada saya. Ah mereka tak sabaran, tiba-tiba saja saya disergap, dipukuli dan ditendang dengan berbagai alat. Diusung, lalu dilempar ke sebuah tempat yang basah dan dingin.

Penglihatan saya sudah gelap. Tak tahu apa yang terjadi di luar sana. Oh payah, padahal saya ingin melihat nenek saya barang sebentar saja. Lalu, inikah pertama kalinya ia akan menguburkan sebuah jasad laki-laki? Nek, akan seperti apa rautmu ketika menemukanku dalam keadaan begini...?


_________________________________
gambar dari sinih

Buah Pendosa


Aku mengangkat sekeranjang buah segar itu dengan hati berdebar. Tak bisa kubayangkan seandainya Ayah menerima kejutan kecil ini di rumah.
Kuamat-amati kembali keranjang tersebut dengan seksama. Hanya segini saja sudah bagus, tetapi tetap saja aku merasa ada yang kurang.
Sebuah ide melintas di pikiranku. Mungkin akan lebih cantik bila kugaunkan selilit pita atau setampah kain sebagai alas buahnya. Kuletakkan bebuahan di samping keranjang, dan mulailah kulilit raffia putih di sepanjang pegangannya.

*

Aku menatap hampa pada keadaan di depanku. Ayah menelungkup di lantai bersama seorang wanita entah-siapa. Tadi dia melenguh panjang, mungkin kesakitan. Sekarang sudah tak bergerak.

Aku tak pernah tahu kapan pertama kalinya aku membuat dosa. Orang bilang, tangisan saat bayi dilahirkan itulah dosa pertama setiap umat manusia. Aku hanya berharap tak memiliki dosa lagi selain itu.

*

Parsel buah yang cantik itu masih kujinjing dalam kepalan kiriku. Tadinya mau kukupaskan sekalian untuknya. Sayangnya likuid amis ini telah mengotori pisau dalam genggaman kananku.
Maaf ya Yah, mungkin aku telah berdosa lagi padamu…


____________________________________________________
*just-fiction*

Relative Clauses

A. Relative Clauses

It seems like I do nothing for so long time I made the question words topic before. Before I forget everything about its difference with this material, I’ll make a simple note.

A relative clause is the ‘extra information’ clauses. It tells us which person or thing the speaker means. Actually I usually love to call it as adverb (in the phrase or clause pattern).

Relative clause also uses the question words such as what, when, who, where, etc. The most invisible thing you can differ them is the pattern of sentence.
The question words are in interrogative pattern and it is a sentence. Vice versa with the relative clause, it is in positive pattern and it is a clause (adverb). In Indonesian, I mean the relative clause as yang, for example: uang kembalian yang saya titipkan kemarin ternyata terlalu banyak.

See the example below:
1.     Ismi has a cute doll.
2.     I bought a cute doll in the supermarket.

Sentences number 1 and 2 are the simple ones. The ‘doll’ I talk about is the same. So how to make them in a sentence? That’s why I’ll give you the relative clauses topic.

In a simple one, we can combine both sentences so that it becomes 2 clauses:
3.     Ismi has a cute doll and I bought it in the supermarket.

Here, ‘a cute doll’ could be replaced by the pronoun ‘it’. As you see above, there’s conjunction ‘and’. Though it is the simple combination, it is not the effective one. So how to make it simpler than before?
We could make clause to combine both of them by adding question words such what, which, who, etc.
Note that the word ‘that’ is commoner than those, actually.

Simply, we will ‘explain’ more about the doll. Erase the pronoun, and change the conjunction into that or which.
è    Ismi has a cute doll (and) I bought it in the supermarket.

In this case, we replace and into that, but actually it can also use which. So it would be:
4.     Ismi has a cute doll that I bought in the supermarket. Or:
5.     Ismi has a cute doll, which I bought in the supermarket.

And... done! Quite simple, isn’t it?

Let’s do more examples. Now I have 2 sentences we should combine:
1.     Ati got the top rank in her school.
2.     I ate Ati’s chocolate yesterday.

Because of the possession pronoun, we use whose in this case. As usual, we can make the combining sentence as follow:
3.     Ati got the top rank in her school and I ate her chocolate yesterday.

You should know that we want to ‘explain’ about Ati. Then replace the pronoun her into whose and the clause will follow like this:
4.     Ati, whose chocolate I ate yesterday, got the top rank in her school.

Done!



B. Question Words vs. Relative Clauses

In the previous topic, we discuss question words. Now could you see the difference between question words and relative clauses in those sentences below?

1.     Whose ice cream did you eaten last night?
2.     Why she screams is the dark condition at night.
3.     Which trousers do you like?
4.     Who invites me every year to the hotel is Sheila.
5.     Do you want to give Julia the lily which vase is broken?

Could you see the difference between them?
Right. The most visible one is the pattern of both sentences. The question words are always in the interrogative pattern and the relative clauses are in the positive one. I’ll give you the answer:

1.     Whose ice cream did you eaten last night? (Question word)
2.     Why she screams is the dark condition at night. (relative clause)
3.     Which trousers do you like? (question word)
4.     Who invites me every year to the hotel is Sheila. (relative clause)
5.     Do you want to give Julia the lily which vase is broken? (relative clause)

That’s all I can give you today. Don’t worry to give me suggestion, correction, and as alike, because no one is perfect without such comments. I wish you understood and could practice them at school.

See you in the next topic,and thank you for visiting.

Monday, April 11, 2011

[copas dosen] Manakah yang lebih tidak beradab; hukum cambuk atau perselingkuhan?

Bermula ketika saya ikut-ikutan mem-vote pertanyaan seperti judul di atas, saya mendapat tag dari dosen saya mengenai artikel menarik yang berkaitan dengan salam satu media cetak terkemuka di Indonesia.

Berhubung saya ndak sempat nerjemahin, minta bantuan Tante Google aja yee... Berikut copasannya:


-----------------------------------------------------


This thing about misconceptions of Islamic values (an article review)


Another misconception of Islam is found after reading this article, entitled Brutal Justice in Indonesia:

 

 A woman flinches as she is about to be repeatedly caned for having an extramarital affair. Irdayanti Mukhtar, 34, received nine lashes by Sharia Police for having a relationship with another man, even though she is said to be in the process of divorcing her husband.

The harsh punishment was meted out in front of a crowd of 200 people outside the Al Munawwarah Mosque in Jantho, Indonesia. The jeering crowd recorded the brutal beating on their mobile phones and camcorders and shouted for more beatings in the strict Muslim city.

Mukhtar had been sentenced to the punishment the previous day by a Sharia court where prosecutors said that she was guilty of being in 'close proximity' to another man. Under Sharia law the offence carries a maximum beating of nine strokes with a cane or a minimum of three.

Neighbours had seen Mukhtar with the man and had barged in on her while the couple were in her bedroom, although it is unclear what they were actually doing. The mob then dragged them to the local police station to be charged.

It is believed Sharia Police are also investigating a claim that Mukhtar was molested by the crowd before they took her to be charged.

Shortly after the caning on Friday Mukhtar passed out and had to be taken to hospital for treatment. She was one of four people, including the man she was caught with, to be caned for extramarital affairs.

 

taken from: Hitipew, J. 2011.  Brutal Justice in Indonesia.  retrieved from http://english.kompas.com/read/2011/04/10/05260065/Brutal.Justice.in.Indonesia

 

 

There are at least three major flaws regarding this article. 

1.  The confusion of defining extramarital affair.  According to Islamic values, when a couple undergoes a process of divorce, they both are still considered as husband and wife.  The aim of a divorce court in Islam is to try to reunite the conflicting couples thus giving them time (process) to reconcile.  So when they are in the process it is considered as adultery unless they are OFFICIALLY divorced.

 

2.  The twist of logic.  The core problem here is not about the caning (or whipping) of the woman.  The core problem is actually the ADULTERY that the woman commit while she is still in the process of getting a divorce.  NOT the caning (whipping) the woman is getting which was exposed in the article.  There would not be a whipping if there was no adultery, correct???? If the whipping is considered brutal, then what about the ADULTERY? Does it imply that the ADULTERY is less brutal than the whipping?

 

Now, I ask each and everyone of you who reads this note: how do you feel when you are a victim of adultery? how do you feel if you have been cheated by somebody? Just because we cannot see the brutality of adultery with our naked eyes (compared to whipping which results in passing out, bleeding, even dying), it doesn't mean that adultery is not brutal.  Another question: would you rather experience adultery or would you rather experience a whipping? (don't answer with: 'neither' because although that's a brilliant answer, it doesn't describe the brutality of adultery).  In an Indonesian anecdote: daripada sakit hati lebih baik sakit gigi iniiiii (nyanyi mode: ON).... padahal loro untu perih e minta ampyuuuun.... Seriously, I've myself witnessed an adultery which can actually kill the victim (the partner) slowly because the partner was deeply hurt and most of all, embarrased being cheated on.  What about the children? well, adultery won't 'literally' kill them, I guess, hehehe...

 

Another question: what are the impacts on adultery crimes and what are the impacts on whipping or caning?  Committing adultery, especially when you have children, has a very big negative impact to the victims such as the partner and children, while caning harms solely the suspect (this time i answer my question myself, hehehe).

 

3.  the definition of JUSTICE, one of the words in the title.  What does JUSTICE mean?  Here's one definition of justice:

 

Justice is the concept of moral rightness based on ethics, rationality, law, natural law, religion, fairness, or equity, along with the punishment of the breach of said ethics (Konow, 2003).

Konow, James. 2003. "Which Is the Fairest One of All? A Positive Analysis of Justice Theories." Journal of Economic Literature 41, no. 4: page 1188

 

An ethics of marriage is breeched by adultery which was justified by caning the suspect.  We discussed about the brutality between adultery and whipping, earlier.  So, what does "BRUTAL JUSTICE" written on the title mean? By the way, it is concentrating on the whipping of the woman, without analyzing the whole picture of cause and effect case.

 

Sometimes these misconceptions of Islamic values occur. Well, reaching the end of my note, I am so speechless as to write the conclusion to this note. Anybody can help me?


_________________________________

taken from: http://www.facebook.com/notes/wipsar-siwi-dona-ikasari/this-thing-about-misconceptions-of-islamic-values-an-article-review/10150148343882909


_________________________________


Saya hanya men-share apa2 yang sudah diutarakan dosen saya. Saya sudah menyarankan beliau agar mengirimkannya ke media yg bersangkutan sebagai tanggapan pembaca. Beberapa saat kemudian saya memperoleh jawaban sebagai berikut:

"just sekedar curhat. saya sign in ke media yang memuat artikel yang saya review tersebut dan saya juga membuat komentar disana, and guess what???? komentar saya dihapus, hehehe..."

"ada yang bisa membantu saya? saya benar benar heran mengapa komentar saya dihapus, hwiks.... saya komentar 3 kali, yang 2 muncul tapi sesaat kemudian langsung dihapus."


Saya pikir agak aneh juga mengapa sebuah media yang cukup besar begitu menghapus tanggapan pembaca? Saya kira kan tak ada salahnya toh hanya sekedar pendapat (walau dalam hal ini saya lebih suka menyebutnya sebagai pemberitahuan kebenaran)...

Jadi saya minta izin beliau untuk bisa ikut share di sini, paling tidak pembaca bisa memperoleh informasi dari dua sudut berbeda, ya kan?



Sunday, April 3, 2011

Question Words on the Spot

My sister Mi made me busy 3 nights ago. I had been being in my progress on my friend’s simple translation and my mess Ms Office while she came into my room. Bringing a bunch of sheets, my feeling was starting to worry. Then... right, she asked for my help to do her course homework ASAP cuz she’s going to have Japanese exam on the next day. Well, it wasn’t a hard work and I feel thankful she still wants me to help... (note: I’m not helper, but GOOD sister )

Ok, back to topic.
She asked me about Question Words... Hmm, it’d be my lesson when i was in senior high school... don’t remember at which grade i learned. I wonder why her teacher pushed her brain too much when the material has not been explained further. My sister was confused of what the instruction should be done.
Well...
Perhaps the instruction is quite simple if you know the goal of the project. Simply its goal is that you can take the right question words to be placed on what the instruction asks. Make sure that you really understand what the function of each question word mean, here’s my simple table for question words I get from here with some addition of my own:

No.
Question words
Function
Example
1.
Who
To ask people (as subject)
Who gets up on 9 am?
Who can wash my car in a minute?
Whom
To ask people (as object)
Whom did you laugh at?
Whom will she serve actually?
2.
What
To ask information about something
What is sleeping on the sofa?
What will be submitted?

asking for repetition or confirmation
What? I can't hear you.
You did what?
What
To ask thing/things (as object)
(and also possession of thing if available)
What is the cat searching for?
What will she write on the letter?
3.
Where
To ask place
Where did Juned find my ring?
Where might Rambo go?
4.
When
To ask time
When does Euis leave school?
When will you graduate?
5.
Which
To ask choices (pilihan)
Which shawl will we buy?
Which one do you prefer? Tea or coffee?
6.
Whose
To ask possession (kepemilikan)
Whose geese are they?
Whose car will he borrow next week?
7.
Why
To ask reason
Why are they lying on the floor?
Why will you leave us?
8.
How
To ask manner/way (cara)
How did you explain it?
How will the taxi accumulate the bill?
asking about condition or quality
How was your exam?
how + adj/adv
asking about extent or degree

how far
distance
How far is Pattaya from Bangkok?
how long
length (time or space)
How long will it take?
how many
quantity (countable)
How many cars are there?
how much
quantity (uncountable)
How much money do you have?
how old
age
How old are you?
how come (informal)
asking for reason, asking why
How come I can't see her?

One of the example of my sister got is:

They will design their own shirt on a sheet. 
                                          1                             2

Just take a look on the example above. I have some simple steps that may help you how to make a simple question word. 

1.       Know what will be asked then choose the appropriate question word.
Look at the red example above. We will take number 2 as the sample: you want to ask about THEY OWN SHIRT. You see it is as OBJECT and a NOUN, and then see the table which question word that matches to the function.  
To know if you understand well which one, then take this quiz first or this one...
According to the table above, WHAT is the correct word to refer "their own shirt". 

2.       Make the interrogative sentence of the sentence.
Positive sentence: They will design they own shirt on a sheet.
Negative sentence: They will not design their own shirt on a sheet.
Interrogative sentence: Will they design their own shirt on a sheet?
Interrogative pattern will help you to make question word because all of its pattern use interrogative sentence, EXCEPT for asking SUBJECT.

3.       Put the question word in front of the interrogative sentence.
We know that the right question word is ‘what’, so the question will be:
What will they design on a sheet? <<------------ that's the question of the answer THEIR OWN SHIRT 
 Don't forget to erase the asked phrase ^^



See how she learned...*lol*


I hope you start to understand. But no worries, we have another task to solve. We'll 
take number 1: you want to ask about THEY. Let’s go to similar steps.

1.       Know what will be asked then choose the appropriate question word. See the function on the sentence that “they” is as SUBJECT of person. Unless you are sure, you may have a look on the table again.
2.        Because of asking SUBJECT, we don’t have to make the interrogative sentence in order to  make the question. All we need is put the word of question in front of sentence after erasing the word we ask, so the question will be:
Who will design their own shirts on a sheet? <------ answer: THEY


Got it?
Further information and addition we discuss in this forum. So let me know if you have question or suggestion.
Happy learning  ...

 
Powered by Blogger.