Tuesday, August 20, 2013

C.o.m.m.i.t.

Perkenalan kami tidak lama, hanya sekitar 3 bulan. Lalu bagaimana bisa orang jauh sepertinya bisa hinggap di pelaminan bersama saya?
Komitmen. Hanya itu.

Akhir September tahun lalu, selepas wisuda dalam keremangan kamar seseorang menghubungi saya.
"Mbak, sekarang ini lagi ada seseorang yang lagi dekat sama kamu gak?"
"Oh, ya... ada, teman dekat..."
"Ah bukan... maksud saya, apa Mbak punya teman dekat laki-laki ... untuk calon suami gitu?"
"..."
Saya mengeluh dalam hati. Sejujurnya malas sekali berhubungan dengan yang namanya kenal-kenalan untuk urusan jodoh. Maklum, masih girang main sana-sini, pesta pora dan dugem... #2 alasan belakang cuma ilusi tambahan
 "Belum sih..."
"Nah... mau gak kenalan sama temennya anakku? Dia kebetulan lagi cari calon istri Mbak, insyaallah anaknya baik."
"Eng..."
"Kenalan aja dulu mbak..."
"Eu..."
"Kan ga ada salahnya kenal tho..."
"Mm... orang mana gitu Bu?"
"Kalimantan, kota Balikpapan."
"Waaa... jauh Bu, Mamah mana ngijinkan ke orang jauh..."
"Yaa namanya juga usaha, sapa tahu cocok... ketemu dulu kan ndak masalah..."
"..."

Dan, bertemulah kami pada bulan November 2012. Ditingkahi hawa sejuk yang melenakan, saya menyambut kedatangan kerabat dari Jogja... bersama seorang pria yang belum pernah saya temui di rumah mereka.
"Oh, ini toh Mas Andri?" sapa saya. Sepertinya ia masih canggung berada di tempat saya. Begitu berkenalan dengan bapak, keegangan mulai mencair. Para bapak yang lama tak bersua mulai mengobrol seru, tertawa-tawa keras. Sementara saya dan ibu sepupu ngobrol sana-sini, sepupu dan Mas Andri melihat-lihat beranda rumah.

Cuma itu perkenalan kami. Di awal perkenalan kami telah menunjukkan kebiasaan masing-masing, tapi dia tetap menghubungi saya untuk sekedar ngobrol ringan seperti layaknya sahabat.

"Gimana Mas?" Tanya saya suatu hari.
"Apanya?"
"Kita sama-sama sudah ketemu dan melihat. Mau dilanjutkan atau kita berteman saja?"
"Saya mau lanjut saja, Neng."
Saya menghela napas. Nah.
Kalau sudah mau lebih jauh selain berkenalan, saya belum pengalaman.
"Neng gimana?" katanya dari seberang sana.
"Mm... kalau gitu, aku minta waktu."
"Maksudnya?"
"Aku minta waktu buat mempertimbangkannya lagi ... dengan serius." *terus yg kemaren itu emangnya maen-maen ya Neng? -_-
"Kalau minta waktu sebulan gimana?" lanjut saya.
Ada hela napas berat di sana.
"2 minggu bisa?"
Ada gerundelan nyaring di hatinya *ciaelah dari kapan bisa baca hati orang
"Sepertinya ... aku agak ketergantungan sudah denger suara Neng." *eaaa buka rahasia si aa
"Nah kan ..."
"Iya, makanya aku mau lanjut. Biar lebih tenang aja, tapi waktu selama 2 minggu rasanya terlalu lama. Seminggu sepertinya cukup, Neng."

Insyaallah.
Dengan waktu seperti itu, saya kembali memantapkan niat, mencari kepastian agar tak salah mengira bahwa Aa bisa jadi imam yang baik untuk saya kedepannya. Pun meminta pendapat orang-orang terdekat, bagaimana dan sebaiknya apa. Kelak jika kalian, wahai para single, akan menghadapi pertimbangan mengenai jodoh, jangan sekali-kali abaikan saran dan pendapat dari mereka. Sebab kita kelak tak cuma menyatukan 2 insan, tetapi 2 keluarga besar.
Mamah tetap orang yang paling sulit menerima kenyataan bahwa saya dikenalin mulu ke orang jauh. Tapi yaa ... yang namanya jodoh memang misteri. Sekalipun menolaknya sampai jatuh bangun, ia akan tetap sampai pada yang telah digariskan. Biar mengejarnya hingga ufuk barat sekalipun, kalau Dia bilang tidak ya takkan pernah sampai. Makanya kalau cinta tidak usah berlebihan, sebab seringnya ia cuma dorongan nafsu sesaat.

Desember 2012, bergetar saya berkata 'Ya' padanya untuk meminang saya pada tahap selanjutnya. Saya mendoakan keikhlasan dan ridho orangtua serta Illahi sajalah, sebab takkan ada lagi yang memuluskan langkah selain itu.

Semula saya agak sangsi, apa bisa keluarganya menerima saya sementara orangtuanya saja belum pernah berhadapan langsung dengan saya. Tetapi apa yang terjadi atas kehendakNya, ya terjadilah. Saya ingat sekali 10 Februari 2013, A Andri beserta keluarganya tiba di kediaman kami bakda Dzuhur. Alhamdulillah, di hari itu juga saya resmi 'diikat' komitmen seorang pria yang insyaallah bertanggungjawab. Karena saya tahu komitmen itu nilai tertinggi dari sebuah kesepakatan, saya tahu persis bagaimana menghormatinya.

credit

Rasanya seperti mimpi.
Saya sudah resmi memiliki calon suami, oi! Berkali-kali saya lirik cincin pemberiannya. Sebenarnya itu hanya simbolis saja, dengan ucapan 'lamaran diterima' saja sudah cukup. Komunikasi kami jadi mengarah seputar perencanaan keuangan, tabungan anak dan pendidikannya, program pemantapan rohani, ide-ide di luar bidang seputar wirausaha, meluruskan hobi positif hingga rencana membuat kebun organik saja kami bicarakan :D

bersambung

Ditulis Oleh : Unknown // 11:39 PM
Kategori:

5 comments:

  1. aaaaakhirnya posting juga...

    manaaa potonyaaa....

    pake bersambung pula -.-"

    ReplyDelete
    Replies
    1. sabar ateuh bumil...
      pake protes pula ... :p

      Delete
  2. acikacikkkk, pengalamannn

    ReplyDelete
  3. yuhuuuuuiii.....
    *jadi ikut mneggebu2 bacanya...xixiix

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha...
      pelan-pelan tapi pasti aja teh.. :D

      Delete

 
Powered by Blogger.